Laman

Entri Populer

Senin, Mei 30, 2011

WASIAT ROSULULLAH KEPADA UMAT AKHIR ZAMAN

Al Imam Abu Dawud
meriwayatkan dari sahabat
yang mulia Al ‘ Irbadh bin Sariyah radliallahu anhu,
bahwa ia berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam menasihatkan
kepada kami dengan satu
nasihat yang menggetarkan
hati-hati kami dan air mata
pun berlinang karenanya.
Maka ketika itu kami mengatakan: “Duhai Rasulullah, nasihat ini
seperti nasihat orang yang
mau mengucapkan selamat
tinggal, karena itu berilah
wasiat kepada kami.” Beliau pun bersabda: “Aku wasiatkan kepada kalian bertakwa kepada
Allah, untuk mendengar dan
taat, walaupun yang
memerintah kalian itu
seorang budak. Dan
barangsiapa di antara kalian yang masih hidup
sepeninggalku, niscaya dia
akan melihat perselisihan
yang banyak. Karena itu
wajib atas kalian untuk
berpegang dengan sunnahku dan sunnahnya Al
Khulafa’ Ar Rasyidin yang mendapatkan petunjuk.
Pegang erat-erat sunnah
itu dengan gigi geraham
kalian. Dan hati-hati kalian
dari perkara-perkara baru,
karena setiap perkara baru ( bid‘ ah) itu sesat.” (HR. Abu Dawud no. 3991) Kandungan Hadits Allah Subhanahu Wa Ta’ ala memerintahkan kepada
Nabi-Nya : “Berilah nasihat kepada mereka dan katakanlah
kepada mereka ucapan
yang bisa dipahami,
mengena dan menancap di
jiwa-jiwa mereka.” (An Nisa’ : 63) Nabi Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam memiliki sifat
selalu memberikan
bimbingan kepada jalan
yang lurus terhadap siapa
saja dari kalangan
umatnya, sehingga ketika para sahabatnya meminta
agar beliau memberikan
nasihat maka beliau pun
memenuhinya diiringi
dengan hikmah. Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam ketika
menyampaikan nasihat
senantiasa memilih kata-
kata yang tepat, lafadz
yang indah, mengena di hati
dan menancap dengan dalam. Beliau tidak
menyampaikan nasihat
dengan kalimat yang
panjang lagi bertele-tele,
namun cukup dengan
kalimat yang ringkas namun mencakup dan dimengerti.
Karena itulah beliau dikenal
oleh para sahabatnya
sebagai orang yang memiliki
jawami`ul kalim (perkataan
yang ringkas namun padat). Sebagaimana sabda beliau
Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam: “Aku diutus dengan jawami‘ ul kalim.” (HR. Al Bukhari no. 2977 dan Muslim
no. 523) ‘ Ammar bin Yasir radliallahu anhu pernah
menyampaikan khutbah
dengan ringkas dan
dipenuhi dengan kata-kata
yang tepat, ibarat yang
indah dan menancap di hati. Seusai khutbah, ada
seseorang yang
menegurnya. Maka ‘ Ammar pun menanggapi dengan
jawaban yang tepat: “Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya panjangnya shalat seseorang dan
ringkasnya khutbahnya
merupakan tanda
kefaqihannya. Karena itu
panjangkanlah shalat dan
ringkaskanlah khutbah. Sesungguhnya di antara
penyampaian dan ucapan
ada yang membuat orang
tersihir.” (HR. Muslim no. 869) Nasihat yang disampaikan
oleh Rasulullah Shallallahu
‘ Alaihi Wasallam ketika itu sangatlah menancap di hati
para sahabatnya hingga
hati mereka bergetar dan
air mata mereka pun
berlinang karenanya. Inilah
sifat kaum mukminin tatkala mendengar nasihat dari
Allah dan Rasul-Nya,
sebagaimana firman-Nya: “Hanyalah yang dikatakan orang-orang beriman itu
adalah mereka yang ketika
disebut nama Allah
bergetar hati-hati
mereka.” (Al Anfal: 2) “Dan apabila mereka mendengar apa yang
diturunkan kepada Rasul,
engkau akan melihat
mereka berlinangan air
mata karena apa yang
mereka ketahui dari kebenaran.” (Al Maidah: 83) Demikianlah nasihat
Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam, yang seolah-olah
beliau akan pergi
meninggalkan mereka
dengan memberikan nasihat
perpisahan. Sebagaimana
yang telah diketahui, orang yang akan pergi jauh tidak
akan meninggalkan sesuatu
yang penting kecuali
disampaikan dan
dipesankannya. (Tuhfatul
Ahwadzi, 7/366, ‘ Aunul Ma`bud, 12/234). Kandungan Wasiat Penting Rasulullah Shalallahu ‘ Alaihi Wassalam Setelah mendengar nasihat
Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam, para sahabat pun
khawatir mereka tidak
akan bertemu lagi dengan
Rasulullah setelahnya,
sehingga untuk
menyempurnakan nasihat yang ada, mereka meminta
wasiat beliau, seraya
berkata: “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini nasihat
orang yang akan berpisah,
karena itu berilah wasiat
kepada kami.” Beliau pun memberikan wasiat, di
antaranya: 1. Wasiat untuk Takwa kepada Allah Takwa merupakan pokok
kebaikan dan inti dari
segala perkara. Seluruh
seruan kepada pintu
kebaikan maupun larangan
kepada kejelekan terkumpul dalam kalimat takwa ini. Takwa ini pula merupakan
wasiat Allah Subhanahu Wa
Ta’ ala kepada orang-orang terdahulu maupun yang
belakangan, sebagaimana
dalam firman-Nya: “Sungguh Kami telah mewasiatkan kepada orang-
orang yang diberikan Al
Kitab sebelummu dan juga
kepada kalian agar
bertakwa kepada
Allah.” (An Nisa: 131) Kita diperintah oleh Allah
Subhanahu Wa Ta’ ala untuk berbekal dengannya
sebagaimana firman-Nya: “Berbekallah kalian, maka sesungguhnya sebaik-baik
bekal adalah takwa.” (Al Baqarah: 197) Oleh karena itu terkumpul
dalam takwa ini kebaikan
dunia dan akhirat. 2. Wasiat untuk Mendengar dan Taat Yang dimaksud dengan
mendengar dan taat oleh
beliau Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam di sini adalah
kepada para pemimpin kaum
muslimin, karena taat
kepada mereka akan
membawa kepada
kebahagiaan dunia dan akhirat. Dimana dengan
mentaati mereka akan
baiklah kehidupan orang-
orang yang dipimpin
(rakyat) dan menjadi
amanlah negeri, di samping juga dapat membantu
menegakkan agama mereka. Hal ini merupakan kewajiban
agama karena Allah telah
berfirman: “Taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian
kepada Rasulullah dan
kepada pemimpin di antara
kalian.” (An Nisa’ : 59) Kewajiban mendengar dan
taat ini tetap berlaku
bahkan ketika yang menjadi
pemimpin itu seorang budak
sekalipun. Rasulullah
Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam pernah berpesan: “Tetaplah kalian mendengar dan taat
sekalipun yang memimpin
kalian itu seorang budak
Habasyah (Ethopia) yang
rambutnya seperti
kismis.” (HR. Al Bukhari dari Anas bin Malik no. 7142 dan
Muslim dari Abu Dzarr no.
648) Al Imam Ibnu Daqiqil ‘ Ied rahimahullah menyatakan
bahwa sebagian ulama
berkata: “Seorang budak tidak bisa menjadi
pemimpin, akan tetapi
penyebutan pemimpin dari
kalangan budak dalam
hadits ini hanyalah sekedar
permisalan walaupun tidak mungkin terjadi, sama
halnya dengan sabda Nabi
Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam: “Siapa yang membangun masjid untuk Allah walaupun
besarnya hanya seperti
sarang burung maka Allah
akan membangunkan
untuknya sebuah rumah di
surga.” Dan telah diketahui bahwa ukuran sarang
burung tidak mungkin dapat
digunakan oleh manusia
sebagai masjid, akan tetapi
di sini hanya didatangkan
sebagai permisalan.” Dimungkinkan pula di sini
Nabi Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam ingin mengabarkan
rusaknya perkara apabila
diserahkan urusan kepada
selain ahlinya, sampai
akhirnya kepemimpinan
diserahkan kepada seorang budak (yang dia bukan
ahlinya). Sehingga andaikan
permisalan yang disebutkan
itu terjadi, tetaplah kalian
mendengar dan taat (dalam
rangka menolak kemudharatan yang lebih
besar walaupun) terpaksa
menempuh kemudharatan
yang lebih ringan di antara
dua kemudharatan yang
ada, dengan bersabar atas kepemimpinan seseorang
yang sebenarnya tidak
boleh menjadi pemimpin.
Yang mana apabila
membangkang kepadanya
akan mengantarkan kepada fitnah yang
besar.” (Syarhul Arba’ in An Nawawiyyah, hal. 75) Tentunya ketaatan kepada
pemimpin itu sebatas dalam
perkara yang ma‘ ruf (kebaikan), tanpa
melanggar hak Allah
Subhanahu Wa Ta’ ala, karena Rasulullah
Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam bersabda: “Ketaatan itu hanyalah dalam perkara
kebaikan.” (HR. Al Bukhari no. 4340 dan Muslim no.
1840) 3. Wasiat untuk Berpegang Teguh dengan Sunnah Nabi Shallallahu alaihi
wasallam mengatakan:
“Siapa di antara kalian yang masih hidup
sepeninggalku niscaya dia
akan melihat perselisihan
yang banyak. Karena itu
wajib atas kalian untuk
berpegang dengan sunnahku dan sunnahnya Al
Khulafa’ Ar Rasyidin yang mendapatkan petunjuk.
Gigit/pegang erat-erat
sunnah itu dengan gigi
geraham kalian.” Ini merupakan salah satu
tanda di antara tanda-
tanda kenabian beliau
Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam, di mana beliau mengabarkan
kepada para sahabatnya
tentang perkara yang akan
datang sepeninggalnya,
yakni akan terjadi
perselisihan yang banyak di kalangan umat beliau. Hal
ini sesuai dengan
pengabaran beliau
bahwasanya umat ini akan
berpecah belah menjadi 70
lebih golongan, semuanya masuk neraka kecuali satu
yang selamat yaitu mereka
yang berpegang dengan
apa yang dipegangi oleh
Rasulullah dan para
sahabatnya. (Shahih Sunan At Tirmidzi, no.2129) Karena itulah, sebagai
bahtera penyelamat dari
gelombang perselisihan dan
perpecahan ini adalah
berpegang teguh dengan
sunnah beliau dan para Al Khulafa’ Ar Rasyidin. Saking kuatnya keharusan
berpegang tersebut hingga
diibaratkan seperti
menggigit dengan geraham
(Jami’ ul ‘ Ulum, 2/126). Ditambahkan oleh Syaikhul
Islam bahwa dikhususkannya
penyebutan geraham dalam
hadits ini karena gigitan
gigi geraham ini sangat
kokoh. (Majmu` Fatawa, 22/225). Kata Al Imam As Sindi: “Hal ini menunjukkan keharusan
untuk bersabar terhadap
kepayahan yang
menimpanya di jalan Allah,
sebagaimana yang harus
dihadapi orang yang sakit terhadap derita yang
menimpanya dari
sakitnya.” (Syarah Ibnu Majah, Al Imam As Sindi). Adapun sunnah yang
dimaksudkan dalam sabda
Nabi Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam ini adalah jalan
hidup beliau yang lurus dan
jelas. (Syarhul Arba’ in, hal. 75). Selain mengikuti Sunnah
beliau, diperintahkan pula
setelahnya untuk
memegangi sunnahnya Al
Khulafa’ Ar Rasyidin dan mereka yang dimaksud di
sini adalah Abu Bakar,
Umar, Utsman dan Ali
radliyallahu ‘ anhum, kata Ibnu Daqiqil `Ied. Para
khalifah ini disifatkan
dengan (Ar Rasyidin)
karena mereka mengetahui,
mengenali kebenaran dan
memutuskan dengannya. Mereka adalah (Al
Mahdiyyin) karena Allah
telah memberi petunjuk
mereka kepada kebenaran
dan tidak menyesatkan
mereka dari kebenaran tersebut. (Syarhul Arba’ in, hal. 75, Jami`ul ‘ Ulum, 1/127) Nabi Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam menggandengkan
sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin dengan Sunnah
beliau karena para khalifah
ini tatkala menetapkan
sunnah bisa jadi mengikuti
Sunnah Nabi itu sendiri, dan
bisa pula mereka mengikuti apa yang mereka pahami
dari Sunnah Nabi secara
global dan rinci, yang mana
perkara tersebut
tersembunyi bagi yang
lainnya. (Al I’ tisham, 1/118) Al Imam Asy Syaukani dalam
Al Fathur Rabbani
mengatakan: “Sunnah adalah jalan yang ditempuh,
sehingga seakan-akan Nabi
Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam bersabda: ‘ Tempuhlah jalanku dan jalannya Al
Khulafa’ Ar Rasyidin’ . Jalannya Al Khulafa’ Ar Rasyidin di sini sama dengan
jalannya Rasulullah karena
mereka merupakan orang
yang paling bersemangat
dalam berpegang dengan
Sunnah beliau dan mengamalkannya dalam
segala perkara. Bagaimana
pun keadaannya, mereka
sangatlah berhati-hati dan
menjaga diri agar tidak
sampai jatuh ke dalam perkara yang menyelisihi
Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam, sekalipun dalam
perkara yang terbilang
kecil, terlebih lagi dalam
perkara yang besar.” Beliau kemudian
melanjutkan: “Minimal dari faidah hadits ini adalah
ra`yu (pendapat) yang
bersumber dari mereka
adalah lebih utama dari
pendapat orang selain
mereka, sekalipun ternyata setelah ditinjau kembali hal
itu merupakan Sunnah
Rasulullah, dan juga lebih
baik daripada tidak ada
dalil.” (Dinukil dari Tuhfatul Ahwadzi, 7/367) 4 Wasiat untuk Berhati-hati dari Bid‘ ah Ucapan Nabi Shallallahu
‘ Alaihi Wasallam:“Hati-hati kalian dari perkara-perkara
baru”, merupakan peringatan kepada umat
beliau dari perkara baru
yang diada-adakan lalu
disandarkan kepada agama
sementara perkara
tersebut tidak ada asalnya sama sekali di dalam syariat
ini. Dan beliau tekankan lagi
peringatan beliau ini
dengan sabdanya: “ karena setiap bid`ah itu sesat”. Adapun ucapan para ulama
yang menganggap baik
sebagian bid‘ ah maka kembalinya hal tersebut
kepada pengertian bid‘ ah secara bahasa bukan
bid‘ ah menurut syariat. Seperti perkataan Umar
radliallahu anhu ketika
melihat kaum muslimin
shalat tarawih berjamaah
dipimpin seorang imam, ia
berucap: “Sebaik-baik bid‘ ah adalah perbuatan ini.” Shalat tarawih berjamaah
ini bukanlah bid‘ ah dalam pengertian syar‘ i karena perbuatan ini telah ada
asalnya dalam syariat, di
mana Nabi Shallallahu
‘ Alaihi Wasallam pernah melakukannya bersama
para sahabat selama
beberapa malam dari
malam-malam Ramadhan.
Adapun Umar hanya
menghidupkannya kembali setelah Nabi Shallallahu
‘ Alaihi Wasallam tidak melanjutkan
pelaksanaannya karena
khawatir perkara tersebut
akan diwajibkan kepada
umat beliau, sementara
mungkin ada di antara mereka yang tidak mampu
melaksanakannya. Wallahu ta‘ ala a‘ lam bish shawaab Penjelasan Riwayat Hadits Al Hafidz Abu Nu‘ aim berkata: “Hadits ini jayyid (bagus), termasuk hadits yang shahih dari
periwayatan orang-orang
Syam.” Beliau juga mengatakan: “Al Bukhari dan Muslim meninggalkan hadits ini (yakni
tidak memuat dalam kitab shahih
mereka) bukan karena
mengingkarinya.” Al Hakim menyatakan, Al Bukhari
dan Muslim meninggalkan
penyebutan hadits ini disebabkan
anggapan yang keliru dari
keduanya bahwa tidak ada
seorang rawi pun yang meriwayatkan dari Khalid bin
Ma‘ dan kecuali Ats Tsaur bin Yazid, padahal sebenarnya ada
perawi lain yang meriwayatkan
dari Khalid seperti Buhair bin
Sa‘ ad, Muhammad bin Ibrahim At Taimi dan selain keduanya. Namun pernyataan Al Hakim ini
dijawab oleh Al Hafidz Ibnu Rajab:
“Sebenarnya hal ini tidaklah seperti persangkaan Al Hakim.
Adapun Al Bukhari dan Muslim
tidak mengambil hadits ini karena
hadits ini tidak memenuhi syarat
mereka berdua di dalam kitab
shahihnya, di mana Al Bukhari dan Muslim sama sekali tidak
mengeluarkan dalam shahihnya
riwayat dari Abdurrrahman bin
Amr As Sulami dan dari Hujr Al
Kala`i. Dan juga dua orang rawi
yang disebut ini tidaklah terkenal (masyhur) dalam keilmuan dan
periwayatan hadits.” Adapun Abdurrahman As Sulami,
salah seorang perawi dalam
hadits ini, maka ia masturul hal
(keadaannya tidak diketahui),
walaupun telah meriwayatkan
darinya jama‘ ah (sekelompok orang) namun tidak ada seorang
alim yang mu‘ tabar (teranggap dan diakui keilmuannya) yang
men-tsiqah-kannya
(menganggapnya terpercaya).
Ibnul Qaththan Al Fasi
mendha’ ifkan (melemahkan) hadits ini karena hal tersebut. Demikian pula dengan Hujr bin
Hujr Al Kala‘ i, tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali
Khalid bin Ma‘ dan dan tidak ada seorang alim yang mu‘ tabar yang men-tsiqah- kannya,
sehingga ia dinyatakan majhulul
‘ ain (rawi yang tidak dikenal). Berkata Ibnul Qaththan: “Orang ini tidak dikenal.” Namun sebagaimana kata Al Imam Al
Hakim di atas, hadits ini
diriwayatkan juga dari selain
mereka berdua dan disebutkan
jalan-jalannya yang saling
menguatkan satu dengan lainnya oleh Al-Hafidz Ibnu Rajab dalam
kitabnya Jami’ ul ‘ Ulum, maka hadits ini hasan. Penghasanan
hadits ini dinyatakan oleh
Syaikhuna Muqbil bin Hadi Al
Wadi‘ i rahimahullah, walaupun ada sebagian ulama yang
menshahihkannya, sehingga
mereka bersepakat bahwa
hadits ini bisa dijadikan sebagai
hujjah (dalil atau argumen),
kecuali Ibnul Qaththan Al Fasi yang mendha’ ifkan hadits ini. (As Sunnah Ibnu Abi Ashim, no.
27, Ash Shahihul Musnad, 2/71,
Jami‘ ul ‘ Ulum wal Hikam, 2/110, Mizanul I’ tidal, 2/207, Tahdzibut Tahdzib, 2/188, 6/215).

TANYA JAWAB TENTANG MENYANGGUL RAMBUT

Bagaimana hukum mengenai seorang perempuan yang memakai rambut palsu (wig/ sanggul/konde) dalam rangka mempercantik dirinya untuk suaminya?

Jawaban :

Memang masing-masing pasangan harus mempercantik dirinya (si pria) atau dirinya (si wanita) untuk pasangannya, dalam rangka menyenangkan pasangannya dan memperkuat perasaan (kasih/cinta, red) diantara keduanya. Bagaimanapun, hal ini harus dilakukan dengan cara yang tercakup dalam batas syariah sehingga tidaklah terlarang. Adapun memakai rambut palsu (wig/sanggul/konde, red) adalah model yang diprakarsai wanita- wanita non-Muslim dan menjadi cara yang ngetrend/populer dalam upaya untuk mereka mempercantik diri. Jika wanita muslimah memakai dan mempercantik dirinya dengan itu, sekalipun hanya untuk (didepan, red) suaminya, maka dia sedang meniru wanita-wanita kafir dan Nabi telah melarangnya. Beliau berkata (Barangsiapa menyerupai satu kaum maka ia termasuk golongan mereka.) Terlebih lagi, hal tersebut sama artinya “menyambung rambut palsu atas seseorang“. Nabi (Shalallaahu `alaihi wassallam) telah melarang perbuatan tersebut dan mengutuk orang yang melakukannya. (“Hadits Asma binti Abu Bakar radiyallahu ‘ anha, Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wassallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu/sanggul/konde) dan wanita yang minta disambungkan rambutnya (Muttafaqun ‘ alaihi) “, red)

Minggu, Mei 29, 2011

pengertian bid'ah

BID'AH dalam agama Islam berarti sebuah perbuatan yang tidak
pernah diperintahkan maupun
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW tetapi banyak dilakukan oleh masyarakat sekarang ini.

Hukum dari bidaah ini adalah haram
Perbuatan dimaksud ialah perbuatan baru atau penambahan dalam hubungannya dengan peribadatan dalam arti sempit (ibadah mahdhah), yaitu ibadah yang tertentu syarat dan
rukunnya.

Pemakaian kata tersebut di
antaranya ada pada :
Firman Allah ta’ ala

(Dialah Allah) Pencipta langit dan bumi.” (Q.s.2:117)

Firman Allah ta’ ala :

” Katakanlah (hai Muhammad), “ Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rosul-rosul.” (Q.s:46:9)

Maknanya: Dia telah merintis
suatu cara yang belum pernah
ada yang mendahuluinya.

Maknanya: sesuatu yang
dianggap baik yang
kebaikannya belum pernah ada
yang menyerupai sebelumnya.

Dari makna bahasa seperti
itulah pengertian bid’ ah diambil oleh para ulama.

1. Jadi membuat cara-cara
baru dengan tujuan agar
orang lain mengikuti
disebut bid’ ah (dalam segi bahasa).

2. Sesuatu perkerjaan yang
sebelumnya belum perna
dikerjakan orang juga
disebut bid’ ah (dalam segi bahasa).

3. Terlebih lagi suatu perkara
yang disandarkan pada
urusan ibadah (agama)
tanpa adanya dalil syar’ i (Al-Qur’ an dan As-Sunnah) dan tidak ada contohnya(tidak ditemukan perkara
tersebut) pada zaman
Rosulullah shallallahu
‘ alayhi wa sallam maka inilah makna bid’ ah sesungguhnya.

Secara umum, bid'ah bermakna
melawan ajaran asli suatu agama
(artinya mencipta sesuatu yang
baru dan disandarkan pada
perkara agama/ibadah).

Para ulama  [1] salaf telah memberikan beberapa definisi
bidah.

Definisi-definisi ini memiliki
lafadl-lafadlnya berbeda-beda
namun sebenarnya memiliki
kandungan makna yang sama.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,

Bidah dalam agama adalah perkara
yang dianggap wajib maupun
sunnah namun yang Allah dan
rasul-Nya tidak syariatkan.
Adapun apa-apa yang Ia perintahkan baik perkara wajib maupun sunnah maka harus diketahui dengan dalil-dalil syariat.

Imam Syathibi,
bid'ah dalam agama adalah Satu jalan dalam agama yang diciptakan menyamai syariat yang diniatkan dengan menempuhnya bersungguh-
sungguh dalam beribadah kepada Allah.

Ibnu Rajab :
Bidah adalah mengada-adakan suatu perkara yang tidak ada asalnya dalam syariat. Jika perkara-perkara baru tersebut bukan pada
syariat maka bukanlah bidah, walaupun bisa dikatakan bidah
secara bahasa

Imam as-Suyuthi,
beliau berkata,
Bidah adalah sebuah ungkapan
tentang perbuatan yang
menentang syariat dengan suatu
perselisihan atau suatu
perbuatan yang menyebabkan menambah dan mengurangi
ajaran syariat.

Dengan memperhatikan definisi-
definisi ini akan nampak tanda-
tanda yang mendasar bagi
batasan bidah secara syariat
yang dapat dimunculkan ke
dalam beberapa point di bawah ini :

1. Bahwa bidah adalah
mengadakan suatu perkara
yang baru dalam agama.
Adapun mengadakan suatu
perkara yang tidak
diniatkan untuk agama tetapi semata diniatkan
untuk terealisasinya
maslahat duniawi seperti
mengadakan perindustrian
dan alat-alat sekedar
untuk mendapatkan kemaslahatan manusia
yang bersifat duniawi tidak
dinamakan bidah.

2. Bahwa bidah tidak
mempunyai dasar yang
ditunjukkan syariat.
Adapun apa yang
ditunjukkan oleh kaidah-
kaidah syariat bukanlah bidah, walupun tidak
ditentukan oleh nash
secara khusus.
Misalnya adalah apa yang bisa kita
lihat sekarang: orang yang
membuat alat-alat perang seperti kapal terbang,roket, tank atau
selain itu dari sarana- sarana perang modern yang diniatkan untuk
mempersiapkan perang melawan orang-orang kafir dan membela kaum muslimin
maka perbuatannya bukanlah bidah. Bersamaan dengan itu syariat tidak
memberikan nash tertentu dan rasulullah tidak mempergunakan senjata itu ketika bertempur
melawan orang-orang kafir.

Namun demikian pembuatan
alat-alat seperti itu masuk ke dalam keumuman

firman Allah taala,:

Dan persiapkanlah oleh kalian
untuk mereka (musuh-musuh) kekuatan yang kamu sanggupi.Demikian pula perbuatan-perbuatan lainnya. Maka setiap apa-
apa yang mempunyai asal dalam sariat termasuk bagian dari syariat bukan perkara bidah.

3. Bahwa bidah semuanya
tercela
(hadits Al 'Irbadh
bin Sariyah dishahihkan
oleh syaikh Al Albani di
dalam Ash Shahiihah no.937
dan al Irwa no.2455)

4. Bahwa bidah dalam agama
kadang-kadang menambah
dan kadang-kadang mengurangi syariat sebagaimana yang
dikatakan oleh Suyuthi di samping dibutuhkan pembatasan yaitu apakah motivasi adanya
penambahan itu agama.
Adapun bila motivasi
penambahan selain agama, bukanlah bidah.

Contohnya meninggalkan perkara
wajib tanpa udzur, maka
perbuatan ini adalah tindakan maksiat bukan bidah.

Demikian juga meninggalkan satu amalan sunnah tidak dinamakan
bidah.
Masalah ini akan diterangkan nanti dengan beberapa contohnya ketika
membahas pembagian bidah. InsyaAllah.

Bidah merupakan pelanggaran
yang sangat besar dari sisi
melampaui batasan-batasan
hukum Allah dalam membuat
syariat, karena sangatlah jelas
bahwa hal ini menyalahi dalam meyakini kesempurnaan
syariat.

Menuduh Rasulullah
Muhammad SAW menghianati
risalah,
menuduh bahwa syariat Islam masih kurang dan membutuhkan tambahan serta belum sempurna.

Jadi secara umum dapat diketahui bahwa semua bid'ah dalam perkara
ibadah/agama adalah haram atau
dilarang sesuai kaedah ushul fiqih
bahwa hukum asal ibadah adalah haram kecuali bila ada perintah

dan tidaklah tepat pula
penggunaan istilah bid'ah
hasanah jika dikaitkan dengan
ibadah atau agama sebagaimana
pandangan orang banyak, namun masih relevan jika dikaitkan
dengan hal-hal baru selama itu
berupa urusan keduniawian
murni

misal dulu orang
berpergian dengan unta sekarang dengan mobil, maka mobil ini adalah bid'ah namun bid'ah secara bahasa bukan definisi bid'ah secara istilah
syariat dan contoh penggunaan
sendok makan, mobil, mikrofon,
pesawat terbang pada masa kini yang dulunya tidak ada inilah
yang hakekatnya bid'ah hasanah.

Dan contoh-contoh perkara ini
tiada lain merupakan bagian dari
perkara Ijtihadiyah

Kamis, Mei 26, 2011

wasiat rosulullah kepada ibnu abbas

Wahai para orang tua…. Pernahkah kau katakan kepada anak-anakmu: (-”Jagalah hak- hak ALLAH, niscaya ALLAH pun akan menjaga kalian.“-) ?. Kemudian apa kata mereka setelah mendengar wejangan ini? Mengertikah mereka, apa makna menjaga ? Ingat! Rasulullah - Shallallahu alaihi wa sallam- menyampaikan kalimat ini kepada Ibnu Abbas -radhiallahu anhu-, yang usianya ketika itu belum mencapai 10 tahun. Dan Ibnu Abbas -radhiallahu anhu- mengerti makna kiasan -yang sangat indah dan halus- tersebut yang artinya menjaga perintah dan larangan ALLAH. Pernahkah kau katakan kepada anak-anakmu:(-”Jika berdo’ a, berdo’ alah kepada ALLAH. Dan jika meminta pertolongan, mintalah kepada ALLAH.”-) ? Melalui lafadznya saja sudah dimaklumi, bahwa Rasulullah - Shallallahu alaihi wa sallam- bukan sedang memerintahkan Ibnu Abbas berdo’ a – melalui wasiat ini-, bukan pula sedang mengajarkannya, tetapi Beliau - Shallallahu alaihi wa sallam- sedang mengajarkan arti Tauhid dan menanamkannya. Ya, do’ a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’ a seseorang secara tak langsung telah mengakui akan adanya ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa. Sebab, mustahil seseorang akan berdo’ a atau meminta jika yang diserunya itu tak ia yakini ada. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’ a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan akan ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa Yang Mencipta, Memiliki, dan Mengatur alam semesta ini. Ya, do’ a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’ a seseorang secara tak langsung telah mengakui bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa itu Maha Mendengar dan Mengetahui. Sebab, mustahil seseorang akan berdo’ a dan meminta manakala ia tak meyakini bahwa yang diserunya itu mampu mendengar dan memahami, sebagaimana tak mungkinnya seseorang mengutarakan hajat dan maksudnya kepada yang tak mampu mendengar dan mengetahui isi pembicaraannya. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’ a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa itu Maha Mendengar dan Mengetahui. Ya, do’ a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’ a seseorang secara tak langsung telah mengakui bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa itu Maha Kaya dan Memberi Kekayaan. Sebab, mustahil seseorang akan berdo’ a dan meminta manakala ia tak meyakini bahwa yang diserunya itu kaya dan mampu memberikan kekayaan, sebagaimana tak mungkinnya seseorang meminta kepada yang miskin dan tak mampu membagi kekayaannya. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’ a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa itu Maha Kaya dan Memberi Kekayaan. Ya, do’ a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’ a seseorang secara tak langsung telah mengakui bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa itu Maha Memberi dan Mengabulkan Do’ a. Sebab, mustashil seseorang akan berdo’ a dan meminta manakala ia tak meyakini bahwa yang diserunya itu mau dan mampu memenuhi permintaannya, sebagaimana tak mungkinnya seseorang meminta kepada yang terkenal pelit atau bakhil. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’ a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa itu Maha Memberi dan Mengabulkan Do’ a. Dan keyakinan ini merupakan pula tanda baik sangkanya seorang hamba kepada ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa. Ya, do’ a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’ a seseorang secara tak langsung telah mengakui kelemahannya dan butuhnya ia akan ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa. Sebab, mustahil seseorang akan berdo’ a dan meminta manakala ia merasa mampu memenuhi segala kebutuhannya dan mengatasi segala masalahnya tanpa bantuan ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’ a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa- lah tempat bergantung dan satu- satunya zat yang layak diibadahi. Ya, do’ a merupakan cara paling ampuh untuk menanamkan Tauhid kepada anak. Bagaimana dengan anak-anak kita? Sudahkah mereka pandai dan terbiasa berdo’ a ? Atau sudahkah kita mengajarkan mereka do’ a-do’ a yang bisa mereka ucapkan di sepanjang siang dan malam mereka? Kemudian… Pernahkan kau katakan kepada anak-anakmu: (-”Ketahuilah! Sesungguhnya, seandainya seluruh manusia bersatu ingin memberikan kebaikan kepadamu, mereka tak akan sanggup kecuali sebatas apa yang telah ALLAH tetapkan bagimu. Juga, seandainya seluruhnya mereka bersatu ingin mendatangkan keburukan kepadamu, mereka tak akan sanggup kecuali sebatas apa yang telah ALLAH tetapkan atasmu. Kalam telah diangkat dan lembaran- lembaran catatan takdir telah terlanjur kering.”-) ? Sungguh sulit dibayangkan, anak yang belum lagi mencapai usia 10 tahun mendengarkan ungkapan- ungkapan seperti di atas. Kalau bukan karena cerdas atau terbiasanya mendengar kalimat- kalimat bermutu, tentu tak mungkin seorang anak seumurnya memahami perkara ini. Maka, obrolan macam apa yang biasa didengar anak kita, jika kalimat-kalimat semacam di atas terasa sulit mereka pahami? Tentu saja Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- menyadari sekali bahwa Ibnu Abbas -radhiallahu anhu- pasti memahaminya. Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam- ingin menanamkan keyakinan kepada Taqdir -baik dan buruk- melalui kiasannya yang demikian indah, sekaligus mengajari Ibnu Abbas -radhiallahu
anhu- bersikap optimis. Ya, semuda itu seorang anak sudah harus tahu perkara semacam ini. Bagaimana dengan anak-anak kita? Kemudian… Pernahkah kau katakan kepada anak-anakmu: (-”Ingatlah kepada ALLAH tatkala kau sedang dalam kelapangan, maka ALLAH pun akan ingat kepadamu ketika engkau dalam kesempitan.”-) ? Mengertikah mereka akan maksudnya? Mengertikah mereka kalau yang dimaksudkan - Ingatlah kepada ALLAH tatkala kau sedang dalam kelapangan- adalah bersyukur, bersyukur manakala kita sedang dalam keadaan sehat, senang, atau hidup berkecukupan apalagi berlebihan? Dan mengertikah mereka kalau yang dimaksud - ALLAH pun akan ingat kepadamu ketika engkau dalam kesempitan- adalah datangnya pertolongan ALLAH kepada kita, di antaranya dikaruniakan kesabaran dan kekuatan untuk bersabar? Ya, sejak kecil seorang anak sudah harus diajar untuk mengerti arti bersyukur. Dibiasakan untuk senantiasa - bahkan lebih- mengingat ALLAH ketika sedang bersenang hati, bukan justru menjadi lalai. Dan membiasakan anak -atau siapa saja- ingat kepada ALLAH sering lebih efektif justru ketika mereka sedang dalam keadaan gembira. Lakukan ini! Yakni, ketika kita sedang bersenang- senang dengan mereka -ketika sedang bertamasya dan berlari- lari di taman, atau sedang bercengkrama dan bercanda di rumah, misalnya- berhentilah sejenak dan pegang tangannya, kemudian katakan kepadanya, ” Kau bahagia.., senang ? Bersyukurlah kepada ALLAH !” Juga yang seperti ini bisa dilakukan seorang suami kepada isterinya, atau sebaliknya. Di saat-saat mereka bersenang- senang, bertanyalah yang satu kepada yang lainnya, “Kau bahagia…, kau senang ? Bersyukurlah kepada ALLAH !“ Juga hendaknya kita menyadari bahwa Syukur dan Sabar itu ibarat dua muka dari satu mata uang, tak mungkin yang satu ada tanpa yang lainnya. Seorang yang tak pandai bersyukur - ketika senang- sudah pasti tak mampu bersabar -ketika susah-. Bagaimana dia akan mampu bersabar ketika menghadapi penderitaan, sedangkan ni’ mat saja tak mampu ia rasakan dan syukuri. Juga dapat kita ambil manfa’ at dari wasiat di atas adalah, bahwa menumbuhkan sikap sabar dan kuat -pada anak- di dalam menahan kesusahan harus dimulai dengan mengajarkan mereka untuk pandai-pandai bersyukur tatkala senang. Kemudian… Pernahkan kau katakan kepada anak-anakmu: (-”Ketahuilah, bahwa apa yang tak pantas bagi mu tak akan ALLAH timpakan kepadamu. Dan apa yang ALLAH timpakan kepadamu itu memang layak bagimu.”-) ? Mengertikah mereka akan maksudnya? Mengertikah mereka, bahwa ALLAH SWT tak pernah salah di dalam menetapkan taqdir ? Ya, sedini mungkin seorang anak harus tahu, bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa tidak pernah berbuat dzolim kepada hamba-Nya. Semua yang ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa tetapkan atas hamba-Nya berdasarkan Pengetahuan-Nya, Kebijaksanaan-Nya, Keadilan-Nya,
dan Kasih Sayang-Nya. ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa tak akan menjebloskan hamba-Nya ke dalam neraka, seandainya hamba tersebut tak pantas masuk ke dalamnya. Begitu pula Ia tak akan memasukkan hamba- Nya ke sorga, seandainya hamba tersebut tak pantas masuk ke dalamnya. Dan seseorang yang semula di neraka -disebabkan dosa-dosanya- mungkin saja akhirnya diangkat ke sorga dengan beberapa sebab, seperti mendapatkan syafa’ at dari yang diijinkan ALLAH untuk memberi syafa’ at, selesai sudah adzab baginya, atau memperoleh ampunan dari ALLAH. Tetapi, tak mungkin seseorang yang telah ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa masukkan ke dalam sorga kemudian dikeluarkan kembali dan dijebloskan ke dalam neraka, sebagaimana sering kita dengar dari riwayat yang dianggap sebagai ucapan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Sungguh mustahil ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa memasukkan ke sorga seseorang yang tidak layak menikmatinya, kemudian setelah itu Ia keluarkan dan jebloskan ke dalam neraka. Perhitungan ALLAH sangat teliti dan Ia tidak pernah salah dalam menetapkan taqdir. Bukankah seseorang yang telah dimasukkan ke dalam sorga tak akan sekali-kali dikeluarkan kembali, sebagaimana firman ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa (- Yang artinya: “Dan sekali-kali mereka -yang telah berada di sorga- tak akan lagi pernah dikeluarkan darinya.” / Al Hijr:48-) Ya, sedini mungkin seorang anak harus tahu, bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa tidak pernah salah di dalam menetapkan taqdir. Kemudian… Pernahkah kau katakan kepada anak-anakmu: (-”Ketahuilah, bahwa pertolongan ALLAH bersama kesabaran, perjuangan itu bersama pengorbanan, dan bersama kesulitan ada kemudahan.” -) ? Mengertikah mereka akan ucapan atau ungkapan semacam ini ? Ya, bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa akan senantiasa menolong orang yang sabar. Begitu pula kita katakan , “Mana ada perjuangan tanpa pengorbanan.” Dan anak-anak kita diajak mengerti, bahwa tidak ada yang gratis di dalam hidup ini. Semua harus ditempuh dengan perjuangan dan memerlukan pengorbanan. Namun demikian, kita ajarkan pula kepada mereka arti sebuah usaha dan sikap optimis, bahwa di balik kesulitan-kesulitan pasti ada kemudahan-kemudahan dan jalan keluar. Ya, sudahkah itu semua kita sampaikan kepada anak-anak kita, walau mungkin dengan cara dan ungkapan yang berbeda ? Sudahkah anak-anak kita mengetahui -sejak usia mereka belum mencapai 10 tahun, bahwa: Ada hak-hak ALLAH yang harus dijaga, berupa perintah dan larangan-Nya.
Berdo’ a kepada ALLAH adalah wujud paling nyata dari perbuatan mentauhidkan ALLAH.
Tak ada yang terjadi tanpa kehendak ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa. ALLAH tidak pernah salah di dalam menetapkan taqdir.
ALLAH menyukai orang yang sabar, bersungguh-sungguh, dan optimis. Ya, sudahkah mereka pernah mendengar hadits ini dan memahaminya ? ﻪﻠﻟﺍ ﻲﺿﺭ ٍﺱﺎَّﺒﻋ ِﻦﺑ ﻪﻠﻟﺍ ِﺪﺒﻋ ْﻦَﻋ َﻝﺎﻗ ﺎﻤﻬﻨﻋ : ِّﻲﺒَّﻨﻟﺍ َﻒﻠَﺧ ُﺖﻨُﻛ r ﻝﺎﻘﻓ : ٍﺕﺎﻤﻠَﻛ ُﻚُﻤِّﻠﻋﺃ ﻲﻧﺇ ُﻡﻼُﻏ ﺎﻳ : َﻚْﻈَﻔْﺤَﻳ ﻪﻠﻟﺍ ِﻆَﻔﺣﺍ ، ﻪﻠﻟﺍ ِﻆَﻔﺣﺍ ﻚﻫﺎﺠﺗ ُﻩْﺪِﺠَﺗ ، ِﻝﺄﺳﺎﻓ ﺖﻟﺄﺳ ﺍﺫﺇ ﻪﻠﻟﺍ ، ْﻦِﻌَﺘﺳﺎﻓ َﺖْﻨﻌَﺘﺳﺍ ﺍﺫﺇﻭ ِﻪﻠﻟﺎﺑ ، ﻰﻠﻋ ﺖﻌﻤﺘﺟﺍ ﻮﻟ َﺔَّﻣُﻷﺍ َّﻥﺃ ﻢﻠﻋﺍﻭ ٍﺀﻲﺸﺑ ﻙﻮﻌﻔﻨﻳ ْﻥﺃ ، َّﻻﺇ ﻙﻮﻌﻔﻨﻳ ﻢﻟ َﻚﻟ ﻪﻠﻟﺍ ُﻪَﺒَﺘَﻛ ﺪﻗ ٍﺀﻲﺸﺑ ، َﻙﻭُّﺮﻀَﻳ ْﻥﺃ ﻰﻠﻋ ﺍﻮﻌﻤﺘﺟﺍ ِﻥﺇﻭ ٍﺀﻲﺸﺑ ، ﺪﻗ ٍﺀﻲﺸﺑ َّﻻﺇ ﻙﻭﺮﻀﻳ ﻢﻟ َﻚﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ُﻪﺒﺘﻛ ، ُﻒُﺤُّﺼﻟﺍ ِﺖَّﻔَﺟﻭ ُﻡﻼﻗﻷﺍ ِﺖَﻌِﻓُﺭ . ُّﻱﺬﻣﺮﺘﻟﺍ ﻩﺍﻭﺭ ، ﻝﺎﻗﻭ : ٌﺚﻳﺪﺣ ٌﺢﻴﺤَﺻ َﻦﺴﺣ . ﺮﻴﻏ ﺔﻳﺍﻭﺭ ﻲﻓﻭ ﻱﺬﻣﺮﺘﻟﺍ : ﻚﻣﺎﻣﺃ ﻩﺪﺠﺗ ﻪﻠﻟﺍ ﻆﻔﺣﺍ ، ْﻑَّﺮﻌَﺗ ﻲﻓ ﻚﻓﺮﻌﻳ ﺀﺎﺧﺮﻟﺍ ﻲﻓ ِﻪﻠﻟﺍ ﻰﻟﺇ ِﺓَّﺪِّﺸﻟﺍ ، ﻦﻜﻳ ﻢﻟ َﻙَﺄَﻄﺧﺃ ﺎﻣ َّﻥﺃ ْﻢَﻠﻋﺍﻭ َﻚَﺒﻴِﺼُﻴِﻟ ، ﻦﻜﻳ ﻢﻟ َﻚَﺑﺎﺻﺃ ﺎﻣﻭ َﻚَﺌِﻄﺨُﻴﻟ ، ﺮﺒﺼﻟﺍ َﻊَﻣ َﺮْﺼَّﻨﻟﺍ َّﻥﺃ ْﻢَﻠﻋﺍﻭ ، ِﺏْﺮَﻜﻟﺍ َﻊَﻣ َﺝَﺮَﻔﻟﺍ َّﻥﺃﻭ ، َﻊﻣ َّﻥﺃﻭ ًﺍﺮﺴُﻳ ِﺮْﺴُﻌﻟﺍ . Dari Abdullah bin Abbas - radhiallahu anhu-. Ia berkata: Dahulu aku berada dibelakang Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- di atas kendaraannya kemudian ia berkata: “Wahai anak muda, sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat; Jagalah ALLAH niscaya Ia akan menjagamu. Jagalah ALLAH niscaya kau akan mendapati NYA di hadapanmu. Jika engkau berdo’ a, berdo’ alah kepada ALLAH. Dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada ALLAH. Dan ketahuilah! Sesungguhnya, seandainya seluruh manusia bersatu ingin memberikan kebaikan kepadamu, mereka tak akan sanggup kecuali sebatas apa yang telah ALLAH tetapkan bagimu. Juga, seandainya seluruhnya mereka bersatu ingin mendatangkan keburukan kepadamu, mereka tak akan sanggup kecuali sebatas apa yang telah ALLAH tetapkan atasmu. Kalam telah diangkat dan lembaran-lembaran catatan taqdir telah terlanjur kering.” (H.R. Tirmidzi dan ia berkata: Hadits hasan shohih.) Dan di dalam riwayat selain Tirmdzi: “Jagalah ALLAH niscaya engkau akan mendapatinya berada didepan mu. Ingatlah ALLAH ketika engkau dalam kelapangan, maka Ia akan mengingatmu ketika engkau dalam kesempitan. Dan ketahuilah, bahwa apa yang tak pantas bagi mu maka tak akam ALLAH timpakan kepadamu. Dan apa yang ALLAH timpakan kepadamu itu memang layak bagimu.Dan ketahuilah, bahwa pertolongan ALLAH bersama kesabaran, perjuangan itu bersama pengobanan, dan bersama kesulitan ada kemudahan.”

Rabu, Mei 18, 2011

RENUNGAN KEMATIAN

Adakah orang yang mendebat kematian dan sakaratul maut? Adakah orang yang mendebat kubur dan azabnya? Adakah orang yang mampu menunda kematiannya dari waktu yang telah ditentukan? Mengapa manusia takabur padahal kelak akan dimakan ulat? Mengapa manusia melampaui batas padahal di dalam tanah kelak akan terbujur? Mengapa berandai- andai, padahal kita mengetahui kematian akan datang secara tiba-tiba? “Sesungguhnya kematian adalah haq, pasti terjadi, tidak dapat disangkal lagi. Allah Subhanahu wata’ ala berfirman, artinya, “Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari dari padanya.” (QS: Qaaf: 19) Adalah salah bila seseorang yang
mengira bahwa kematian itu
hanya ke-fana-an semata dan
ketidak-adaan secara total yang
tidak ada kehidupan,
perhitungan, hari dikumpulkan, kebangkitan, surga atau neraka
padanya!! Sebab andaikata
demikian, tentulah tidak ada
hikmah dari penciptaan dan
wujud kita. Tentulah manusia
semua sama saja setelah kematian dan dapat beristirahat
lega; mukmin dan kafir sama,
pembunuh dan terbunuh sama, si
penzhalim dan yang terzhalimi
sama, pelaku keta’ atan dan maksiat sama, penzina dan si
rajin shalat sama, pelaku
perbuatan keji dan ahli takwa
sama. Pandangan tersebut hanyalah
bersumber dari pemahaman
kaum atheis yang mereka itu
lebih buruk dari binatang sekali
pun. Yang mengatakan seperti ini
hanyalah orang yang telah tidak punya rasa malu dan menggelari
dirinya sebagai orang yang
bodoh dan ‘ gila.’ (Baca: QS: At- Taghabun:7, QS: Yaasiin: 78-79) Kematian adalah terputusnya
hubungan ruh dengan badan,
kemudian ruh berpindah dari
satu tempat ke tempat yang
lain, dan seluruh lembaran amal
ditutup, pintu taubat dan pemberian tempo pun terputus. Nabi shallallahu ‘ alaihi wasallam bersabda, yang artinya:
“Sesungguhnya Alloh menerima taubat seorang hamba selama
belum sekarat.” (HR: At-Turmu- dzi dan Ibn Majah, dishahihkan Al-
Hakim dan Ibn Hibban) Kematian Merupakan
Musibah Paling Besar!! Kematian merupakan musibah
paling besar, karena itu Alloh
Subhanahu Wa Ta’ ala menamakannya dengan ‘ musibah maut’ (QS: Al-Maidah:106). Bila seorang hamba ahli keta’ atan didatangi maut, ia menyesal
mengapa tidak menambah amalan
shalihnya, sedangkan bila
seorang hamba ahli maksiat
didatangi maut, ia menyesali atas
perbuatan melampaui batas yang dilakukannya dan berkeinginan
dapat dikembalikan ke dunia lagi,
sehingga dapat bertaubat
kepada Alloh Subhanahu Wa
Ta’ ala dan memulai amal shalih. Namun! Itu semua adalah mustahil
dan tidak akan terjadi!! (Baca: QS:
Fushshilat: 24, QS: Al-Mu’ minun: 99-100) Ingatlah Penghancur Segala
Kenikmatan!! Nabi shallallahu ‘ alaihi wasallam menganjurkan agar banyak
mengingat kematian. Beliau
bersabda, yang artinya:
“Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan (maut)
” (HR: At-Tirmidzi, hasan menurutnya). Imam Al-Qurthubi
rahimahulloh berkata, “Para ulama kita mengatakan, ucapan
beliau, “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan”, merupakan ucapan ringkas tapi
padat, menghimpun makna
peringatan dan amat mendalam
penyampaian wejangannya.
Sebab, orang yang benar-benar
mengingat kematian, pasti akan mengurangi kenikmatan yang
dirasakannya saat itu,
mencegahnya untuk bercita-cita
mendapatkannya di masa yang
akan datang serta membuatnya
menghindar dari mengangankannya, sekalipun hal
itu masih memungkinkannya. Namun jiwa yang beku dan hati
yang lalai selalu memerlukan
wejangan yang lebih lama dari
para penyuluh dan untaian kata-
kata yang meluluhkan sebab bila
tidak, sebenarnya ucapan beliau tersebut dan firman Alloh
Subhanahu Wa Ta’ ala dalam surat Ali ‘ Imran ayat 185, (artinya, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”) sudah cukup bagi pendengar dan
pemerhati-nya.!!” Siapa Orang Yang Paling
Cerdik? Ibnu Umar radhiyallahu ‘ anhuma pernah berkata, “Aku pernah menghadap Rasululloh shallallahu
‘ alaihi wasallam sebagai orang ke sepuluh yang datang, lalu
salah seorang dari kaum Anshor
berdiri seraya berkata, “Wahai Nabi Alloh, siapakah manusia yang
paling cerdik dan paling tegas?” Beliau menjawab, “(adalah) Mereka yang paling banyak
mengingat kematian dan paling
siap menghadapinya. Mereka
itulah manusia-manusia cerdas;
mereka pergi (mati) dengan
harga diri dunia dan kemuliaan akhirat.” (HR: Ath-Thabrani, dishahihkan al-Mundziri) Faedah Mengingat Kematian Di antara faedah mengingat
kematian adalah: Mendorong diri untuk bersiap-siap menghadapi kematian sebelum datangnya. Memperpendek angan-angan untuk berlama-lama tinggal di dunia yang fana ini, karena panjang angan-angan merupakan sebab paling besar lahirnya kelalaian. Menjauhkan diri dari cinta dunia dan rela dengan yang sedikit. Menyugesti keinginan pada akhirat dan mengajak untuk berbuat ta’ at. Meringankan seorang hamba dalam menghadapi cobaan dunia. Mencegah kerakusan dan ketamak-an terhadap kenikmatan duniawi. Mendorong untuk bertaubat dan mengevaluasi kesalahan masa lalu. Melunakkan hati, membuat mata menangis, memotivasi keinginan mempelajari agama dan mengusir keinginan hawa nafsu. Mengajak bersikap rendah hati (tawadhu’) , tidak sombong, dan berlaku zhalim. Mendorong sikap toleransi, me-ma’ afkan teman dan menerima alasan orang lain.

Selasa, Mei 10, 2011

mencari rizqi yang halal !

“Mas, saiki mencari duit dari yang haram we susah…apalagi yang halal” sebuah ungkapan yang mengerikan bagi para
pencari syurga. Dan itu pasti
muncul dari seseorang yang
sedang putus asa dan dalam
cengkeraman syetan. Ungkapan
tersebut hanyalah anekdot, tetapi saat ini suka atau tidak
suka anekdot itu telah menjadi
keumuman dalam kenyataan. ّﻲِﺒَّﻨﻟﺍ ِﻦَﻋ ﺽﺭ َﺓَﺮْﻳَﺮُﻫ ﻰﺑﺍ ْﻦَﻋ َﻝﺎَﻗ ﺹ : ٌﻥﺎَﻣَﺯ ِﺱﺎَّﻨﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﻰﺗﺄﻳ َﺍ ُﻪْﻨِﻣ َﺬَﺧَﺍ ﺎﻣ ُﺀْﺮَﻤﻟْﺍ ﻰﻟﺎﺒﻳ َﻻ ِﻡﺍَﺮَﺤﻟْﺍ َﻦِﻣ ْﻡَﺍ ِﻝَﻼَﺤﻟْﺍ َﻦِﻣ . ﻯﺭﺎﺨﺒﻟﺍ Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi
SAW, beliau bersabda, “Akan datang suatu masa, ketika itu
orang tidak lagi mempedulikan
apa-apa yang dia dapatkan,
apakah termasuk yang halal
atau yang haram”. [HR. Bukhari juz 3, hal. 6] Uniknya, kesuksesan mencari
yang haram ini bukan dipicu
karena susahnya mencari yang
halal tetapi bisa juga disebabkan
faktor RAKUSS. Yang halal pun
telah ditangan, tetapi demi memenuhi syahwat perut yang
tiada ujung kemudian
memberikan legitimasi kepada
tangan dan otak untuk meraih
yang haram-haram itu. Penghasilan atau gaji telah
didapat, tetapi usaha untuk
meraih yang lebih dengan cara-
cara curang dan haram tetap
saja dilakukan. Lupa bahwa Allah
Maha Melihat dan lupa Malaikat pencatat tidak pernah lalai
secuilpun. َﻝﺎَﻗ ّﻲِﻤَﻠْﺳَﻻْﺍ َﺓَﺯْﺮَﺑ ﻰﺑﺍ ْﻦَﻋ : ﺹ ِﻪﻠﻟﺍ ُﻝْﻮُﺳَﺭ َﻝﺎَﻗ : ُﻝْﻭُﺰَﺗ َﻻ ِﻩِﺮْﻤُﻋ ْﻦَﻋ َﻝَﺄْﺴُﻳ ﻰﺘﺣ ٍﺪْﺒَﻋ ﺎﻣﺪﻗ ُﻩﺎَﻨْﻓَﺍ ﺎﻤﻴﻓ ، ﺎﻤﻴﻓ ِﻪِﻤْﻠِﻋ ْﻦَﻋ َﻭ َﻞَﻌَﻓ ، َﻦْﻳَﺍ ْﻦِﻣ ِﻪِﻟﺎَﻣ ْﻦَﻋ َﻭ ُﻪَﻘَﻔْﻧَﺍ ﺎﻤﻴﻓ َﻭ ُﻪَﺒَﺴَﺘْﻛﺍ ، َﻭ ُﻩَﻼْﺑَﺍ ﺎﻤﻴﻓ ِﻪِﻤْﺴِﺟ ْﻦَﻋ Dari Abu Barzah Al-Aslamiy, ia
berkata : Rasulullah SAW
bersabda, “Tidak akan bergerak kedua tapak kaki seorang hamba
(pada hari qiyamat) sehingga
ditanya tentang umurnya untuk
apa dia habiskan, tentang
ilmunya untuk apa dia gunakan,
tentang hartanya dari mana dia mendapatkannya dan untuk apa
dia membelanjakannya, dan
tentang badannya untuk apa dia
memanfaatkannya”. [HR. Tirmidzi 4, hal. 36, no. 2532, dan ia
berkata : Ini hadits hasan shahih] Sobat, bekerja keras dengan
niat ibadah adalah ciri utama
manusia beriman. Konon usaha
kerja keras manusia beriman
demi memenuhi kebutuhan
keluarga akan mampu menghapuskan dosa-dosa yang
tidak bisa dihapus dengan amalan
shalat dan puasa. Trus bekerja
yang bagaimana yang dimaksud? َﻻ ﺎﺑﻮﻧﺫ ِﺏْﻮُﻧُّﺬﻟﺍ َﻦِﻣ َّﻥِﺍ ُﺔَﻗَﺪَّﺼﻟﺍ َﻻ َﻭ ُﺓَﻼَّﺼﻟﺍ ﺎﻫﺮﻔﻜﻳ ُّﺞَﺤﻟْﺍ َﻻ َﻭ ، ُّﻢَﻬﻟْﺍ ﺎﻫﺮﻔﻜﻳ َﻭ ِﺔَﺸْﻴِﻌَﻤﻟْﺍ ِﺐَﻠَﻃ ﻰﻓ . ﻦﺑﺍ ﻰﻧﺍﺮﺒﻄﻟﺍ ﻭ ﻪﻳﻭﺎﺒﺑ Sesungguhnya diantara dosa-
dosa itu ada dosa-dosa yang
tidak bisa terhapus oleh shalat,
sedeqah dan hajji. Tetapi bisa
terhapus oleh lelahnya
seseorang dalam mencari ma‘ isyah. [HR. Ibnu Babawaih dan Thabrani] Bekerja dengan niat ibadah,
bekerja dengan ikhlas dan
bekerja yang tetap berpegang
kepada rambu-rambu keimanan.
Bekerja dengan niat lurus dan
kuat akan menimbulkan semangat dan kesungguhan yang
luar biasa. Sehingga nantinya
akan membuka pintu-pintu rizki
yang telah diberikan Allah untuk
dirinya. 1. Niat untuk Ibadah Inilah hal utama yang terkadang
terlupa. Karena sudah menjadi
rutinitas pokok sehingga menjadi
lupa untuk berniat bahkan
berdoa sebelum memulai
pekerjaan. Niat dan doa akan memberikan energi positip dalam
mengerjakan tahapan pekerjaan
dan usaha yang kita lakukan.
Sunnatullah memang berlaku,
usaha yang minim mendapat hasil
sedikit dan usaha yang rajin akan mendapatkan lebih besar.
Tapi ingatlah, Allah Maha Kaya
dan Kuasa, bukanlah hal yang
susah dan rumit ketika Dia akan
mencurahkan rizki yang banyak
dan barokah kepada siapapun. ﺹ ّﻲِﺒَّﻨﻟﺍ ِﻦَﻋ ِﺪْﻴِﻌَﺳ ﻰﺑﺍ ْﻦَﻋ َﻝﺎَﻗ : ُﻦْﻴِﻣَﻷْﺍ ُﻕْﻭُﺪَّﺼﻟﺍ ُﺮِﺟﺎَّﺘﻟﺍ َﻭ َﻦْﻴِﻘْﻳّﺪّﺼﻟﺍ َﻭ َﻦْﻴّﻴِﺒَّﻨﻟﺍ َﻊَﻣ ِﺀﺍَﺪَﻬُّﺸﻟﺍ Dari Abu Sa’ id (Al-Khudriy RA), dari Nabi SAW, beliau bersabda,
“Pedagang yang jujur lagi menjaga amanat akan bersama
Nabi-nabi, orang-orang yang
jujur dan orang-orang yang mati
syahid”. [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 341, no. 1227, dan ia berkata,
"Ini hadits hasan"] 2. Memakai Cara-cara yang
Halal Inilah yang krusial. Inilah yang
membuat status rizki yang
dihasilkan. Jika kita menimbang
dengan curang, menakar tidak
sesuai, melakukan kolusi dan
bahkan korupsi maka dipastikan hasilnya Haram. ْﻢُﺘْﻠِﻛ ﺍﺫﺍ َﻞْﻴَﻜﻟْﺍ ﺍﻮﻓﻭﺍ َﻭ ِﺱﺎَﻄْﺴِﻘﻟْﺎِﺑ ﺍﻮﻧﺯ َﻭ ِﻢْﻴِﻘَﺘْﺴُﻤﻟْﺍ ، َّﻭ ٌﺮْﻴَﺧ َﻚِﻟﺫ ًﻼْﻳِﻭْﺄَﺗ ُﻦَﺴْﺣَﺍ Dan sempurnakanlah takaran
apabila kamu menakar, dan
timbanglah dengan neraca yang
benar. Itulah yang lebih utama
(bagimu) dan lebih baik
akibatnya. [QS. Al-Israa' : 35] Jika mengejar keuntungan
dengan menyikut lawan,
memfitnah dan mendholimi orang
lain maka bisa dipastikan hasil
yang didapat jauh dari kehalalan. َﻝْﻮُﺳَﺭ َّﻥَﺍ َﺓَﺮْﻳَﺮُﻫ ﻰﺑﺍ ْﻦَﻋ ٍﻡﺎَﻌَﻃ ِﺓَﺮْﺒُﺻ ﻰﻠﻋ َّﺮَﻣ ﺹ ِﻪﻠﻟﺍ ْﺖَﻟﺎَﻨَﻓ ﺎﻬﻴﻓ ُﻩَﺪَﻳ َﻞَﺧْﺩَﺎَﻓ ًﻼَﻠَﺑ ُﻪُﻌِﺑﺎَﺻَﺍ ، َﻝﺎَﻘَﻓ : ﺎﻳ ﺍﺬﻫ ﺎﻣ َﻝﺎَﻗ ؟ِﻡﺎَﻌَّﻄﻟﺍ َﺐِﺣﺎَﺻ : ُﻪْﺘَﺑﺎَﺻَﺍ ِﻪﻠﻟﺍ َﻝْﻮُﺳَﺭ ﺎﻳ ُﺀﺎَﻤَّﺴﻟﺍ ، َﻝﺎَﻗ :ْﻲَﻛ ِﻡﺎَﻌَّﻄﻟﺍ َﻕْﻮَﻓ ُﻪَﺘْﻠَﻌَﺟ َﻼَﻓَﺍ ُﺱﺎَّﻨﻟﺍ ُﻩﺍَﺮَﻳ ، َﺲْﻴَﻠَﻓ َّﺶَﻏ ْﻦَﻣ ﻰﻨﻣ . ﻢﻠﺴﻣ Dari Abu Hurairah, bahwasanya
Rasulullah SAW pernah lewat
pada segundukan bahan
makanan, lalu beliau memasukkan
tangannya ke dalam gundukan
bahan makanan itu sehingga jari- jari beliau mendapati sesuatu
yang basah. Rasulullah SAW
bertanya, “Apa ini hai penjual bahan makanan ?”. Penjual itu menjawab, “Ya Rasulullah, itu karena hujan”. Beliau bersabda, “Mengapa tidak kamu letakkan di bagian atas agar orang-orang
(pembeli) mengetahuinya ?
Barangsiapa yang menipu, maka
bukan golonganku”. [HR. Muslim juz 1, hal. 99] 3. Manajemen Waktu Lagi asyik kerja, melayani
pelanggan atau client tiba-tiba
ada panggilan Adzan maka apa
yang anda lakukan?. Ibadah
Shalat paling baik dilakukan di
awal waktu. Seorang pekerja juga tidak akan korupsi waktu,
jika kesepakatan yang disetujui
adalah jam 8 to 5. Mustinya dia
berusaha untuk datang tidak
terlambat dan pulang sesuai
waktu yang telah ditentukan. Dengan manajemen waktu,
diharapkan bisa bekerja dengan
efektip dan hasil yang maksimal.
Panggilah ibadah atau panggilan
jihad tidak akan terganggu oleh
pekerjaan. InsyaAllah َﻊَﻓْﺮُﺗ ْﻥَﺃ ُﻪَّﻠﻟﺍ َﻥِﺫَﺃ ٍﺕﻮُﻴُﺑ ﻲﻓ ُﻪَﻟ ُﺢِّﺒَﺴُﻳ ُﻪُﻤْﺳﺍ ﺎﻬﻴﻓ َﺮَﻛْﺬُﻳَﻭ ِﻝﺎَﺻﻵﺍَﻭ ِّﻭُﺪُﻐْﻟﺎِﺑ ﺎﻬﻴﻓ ) ٣٦ ( ﻻﻭ ٌﺓَﺭﺎَﺠِﺗ ْﻢِﻬﻴِﻬْﻠُﺗ ﻻ ٌﻝﺎَﺟِﺭ ِﻡﺎَﻗِﺇَﻭ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﺮْﻛِﺫ ْﻦَﻋ ٌﻊْﻴَﺑ ِﺓﺎَﻛَّﺰﻟﺍ ِﺀﺎَﺘﻳِﺇَﻭ ِﺓﻼَّﺼﻟﺍ ِﻪﻴِﻓ ُﺐَّﻠَﻘَﺘَﺗ ﺎﻣﻮﻳ َﻥﻮُﻓﺎَﺨَﻳ ُﺭﺎَﺼْﺑﻷﺍَﻭ ُﺏﻮُﻠُﻘْﻟﺍ Bertasbih kepada Allah di masjid-
masjid yang telah diperintahkan
untuk dimuliakan dan disebut
nama-Nya di dalamnya, pada
waktu pagi dan waktu petang,
laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh
jual beli dari mengingati Allah,
dan (dari) mendirikan
sembahyang, dan (dari)
membayarkan zakat. mereka
takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan
menjadi goncang. (QS.An Nur :
36-37) 4. Pasrah Atas Hasil Sungguh indah manusia beriman,
jika mendapat rizki sedikit tetap
sabar dan jika memperoleh
melimpah atau sesuai harapan
pasti bersyukur. Rumus
pekerjaan telah dilakukan, waktu dan tenaga telah dimaksimalkan
maka kepasrahan kepada Allah
adalah kunci memperoleh hasil
yang barokah. Tidak ada
perasaan takut dan sedih ketika
mendapati hasilnya belum sesuai yang diharapkan. Bisa jadi itulah
yang terbaik, Allah yang paling
tahu dan mengerti akan
kecukupan kebutuhan hamba-
Nya َﻝﺎَﻗ ٍﺐْﻴَﻬُﺻ ْﻦَﻋ : ُﻝْﻮُﺳَﺭ َﻝﺎَﻗ ﺹ ِﻪﻠﻟﺍ : ﺎﺒﺠﻋ ِﺮْﻣَﻻِ ِﻦِﻣْﺆُﻤﻟْﺍ ، ٌﺮْﻴَﺧ ُﻪَّﻠُﻛ ُﻩَﺮْﻣَﺍ َّﻥِﺍ . َﺲْﻴَﻟ َﻭ َﻙﺍَﺫ ٍﺪَﺣَﻻِ ِﻦِﻣْﺆُﻤْﻠِﻟ َّﻻِﺍ . ْﻥِﺍ َﻥﺎَﻜَﻓ َﺮَﻜَﺷ ُﺀﺍَّﺮَﺳ ُﻪْﺘَﺑﺎَﺻَﺍ ُﻪَﻟ ﺍﺮﻴﺧ . ُﻪْﺘَﺑﺎَﺻَﺍ ْﻥِﺍ َﻭ َﺮَﺒَﺻ ُﺀﺍَّﺮَﺿ ، ُﻪَﻟ ﺍﺮﻴﺧ َﻥﺎَﻜَﻓ . ﻢﻠﺴﻣ Dari Shuhaib, ia berkata :
Rasulullah SAW bersabda,
“Mengagumkan sekali urusannya orang mukmin itu. Sesungguhnya
urusannya, semuanya menjadi
kebaikan baginya. Dan tidak ada
yang mendapatkan demikian itu
seseorangpun kecuali orang
mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, bersyukur. Maka
yang demikian itu adalah menjadi
kebaikan baginya. Dan apabila
ditimpa suatu mushibah,
bershabar. Maka yang demikian
itu menjadi kebaikan pula baginya”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2295] 5. Memberikan sebagian
Hasil. Salah satu bentuk syukur ketika
menerima rizki dari Allah adalah
menunaikan titipan harta yang
tercampur dalam rizki kita
kepada yang berhak. Zakat pada
dasarnya memang bukan milik kita, celakalah orang yang
menyembunyikannya atau
bahkan memakannya. Dan sikap
Kikir dan Boros adalah pekerjaan
Syetan. ِﻪِﻟﻮُﺳَﺭَﻭ ِﻪَّﻠﻟﺎِﺑ ﺍﻮﻨﻣﺁ ْﻢُﻜَﻠَﻌَﺟ ﺎﻤﻣ ﺍﻮﻘﻔﻧﺃﻭ ﺍﻮﻨﻣﺁ َﻦﻳِﺬَّﻟﺎَﻓ ِﻪﻴِﻓ َﻦﻴِﻔَﻠْﺨَﺘْﺴُﻣ ٌﺮﻴِﺒَﻛ ٌﺮْﺟَﺃ ْﻢُﻬَﻟ ﺍﻮﻘﻔﻧﺃﻭ ْﻢُﻜْﻨِﻣ Berimanlah kamu kepada Allah
dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah
sebagian dari hartamu yang Allah
telah menjadikan kamu
menguasainya. Maka orang-
orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan
(sebagian) dari hartanya
memperoleh pahala yang besar.
(QS.Al Hadid : 7) Bentuk syukur selanjutnya
adalah gemar berinfaq sedekah.
Hukum perdagangan yang dijamin
sangat besar labanya adalah
hanyalah melakukan jul-beli
dengan Allah. Allah Maha Melihat dan Maha benar janjinya, bukan
perkara yang sulit jika Allah
memberikan bonus rizki kepada
hambaNya yang beriman dan
beramal shaleh. 6. Menggunakan Hasil dalam
Kebaikan Melihat kembali hadist dalam
alinea pembuka. Rizki yang halal
tetap akan dituntut dibelanjakan
dengan cara dan peruntukan
yang halal pula. Bahkan Rasulullah
SAW-pun memberikan rambu- rambu, kalau beramal kebaikan
dengan rizki haram tidak akan
diterima. Pola pikir yang salah besar, bila
beranggapan jika sebagian hasil
korupsi dipakai menyumbang
anak yatim dan mesjid bisa
memberikan ampunan Allah atau
memutihkan hasil korupsi yang telah sengaja dilakukan. َﻝﺎَﻗ َﺓَﺮْﺠُﻋ ِﻦْﺑ ِﺐْﻌَﻛ ْﻦَﻋ : َﻝﺎَﻗ ﺹ َّﻲِﺒَّﻨﻟﺍ : َﺓَﺮْﺠُﻋ َﻦْﺑ ُﺐْﻌَﻛ ﺎﻳ ٌﻡَﺩ َﻭ ٌﻢْﺤَﻟ َﺔَّﻨَﺠﻟْﺍ ُﻞُﺧْﺪَﻳ َﻻ ُﻪَّﻧِﺍ ٍﺖْﺤُﺳ ﻰﻠﻋ ﺎﺘﺒﻧ ، ﻰﻟﻭﺍ ُﺭﺎَّﻨﻟَﺍ ِﻪِﺑ . َﺓَﺮْﺠُﻋ َﻦْﺑ ُﺐْﻌَﻛ ﺎﻳ ، ُﺱﺎَّﻨﻟَﺍ ِﻥﺎَﻳِﺩﺎَﻏ . ِﻪِﺴْﻔَﻧ ِﻙﺎَﻜِﻓ ﻰﻓ ٍﺩﺎَﻐَﻓﺎﻬﻘﺘﻌﻤﻓ ، ﺎﻬﻘﺑﻮﻣ ٍﺩﺎَﻏ َﻭ . ﺎﻳ َﺓَﺮْﺠُﻋ َﻦْﺑ ُﺐْﻌَﻛ ، ُﺓَﻼَّﺼﻟَﺍ َﻭ ٌﻥﺎَﻫْﺮُﺑ ُﺔَﻗَﺪَّﺼﻟﺍ َﻭ ٌﻥﺎَﺑْﺮُﻗ ٌﺔَّﻨُﺟ ُﻡْﻮَّﺼﻟﺍ ، ُﺔَﻗَﺪَّﺼﻟﺍ َﻭ ُﺐَﻫْﺬَﻳ ﺎﻤﻛ َﺔَﺌْﻴِﻄَﺨﻟْﺍ ُﺊِﻔْﻄُﺗ ﺎﻔﺼﻟﺍ ﻰﻠﻋ ُﺪْﻴِﻠَﺠﻟْﺍ Dari Ka‘ ab bin ‘ Ujrah, dia berkata : Nabi SAW bersabda,
“Hai Ka‘ ab bin ‘ Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk
surga daging dan darah yang
tumbuh dari barang yang haram,
neraka lebih pantas baginya. Hai
Ka‘ ab bin ‘ Ujrah, manusia itu memasuki waktu pagi ada dua
macam : pertama, orang yang
mampu menahan nafsunya, maka
dia membebaskannya (dari
neraka). Kedua, orang yang
membinasakan dirinya. Hai Ka‘ ab bin ‘ Ujrah, shalat itu pendekatan diri (kepada Allah),
shadaqah itu tanda bukti
keimanan, dan puasa itu perisai.
Shadaqah bisa menghapus
kesalahan sebagaimana
meluncurnya hujan es di atas batu licin“. [HR. Ibnu Hibban juz 12, hal. 378, no. 5567] 7. Tidak ada kamus Malas
dan Putus asa Unsur dari rumus menuju taqwa
adalah ujian dari Allah. Terkadang
ketika berburu rizki menemui
hal-hal yang tidak diinginkan dan
diluar rencana. Rugi besar
karena dibohongi orang, salah dalam perhitungan, dikhianati
partner kerja, difitnah oleh
kolega ataupun berbagai
kejadian yang sungguh tidak
mengenakkan. Nah, jiak tidak
sadar maka itulah yang terkadang membuat hati menjadi
putus asa. ﺍﻮﻓﺮﺳﺃ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ َﻱِﺩﺎَﺒِﻋ ﺎﻳ ْﻞُﻗ ْﻦِﻣ ﺍﻮﻄﻨﻘﺗ ﻻ ْﻢِﻬِﺴُﻔْﻧَﺃ ﻰﻠﻋ ُﺮِﻔْﻐَﻳ َﻪَّﻠﻟﺍ َّﻥِﺇ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﺔَﻤْﺣَﺭ َﻮُﻫ ُﻪَّﻧِﺇ ﺎﻌﻴﻤﺟ َﺏﻮُﻧُّﺬﻟﺍ ُﻢﻴِﺣَّﺮﻟﺍ ُﺭﻮُﻔَﻐْﻟﺍ Katakanlah: “Hai hamba-hamba- Ku yang malampaui batas
terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa
dari rahmat Allah. Sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS.Az Zumar : 53) Bolehlah kita kecewa sejenak,
tetapi jadikanlah itu sebagai
sarana untuk mengkoreksi diri
dan jika ada kesalahan lekas
bertaubat. Jangan berlama-lama
dalam kekecewaan dan lekaslah bangkit kembali. Tidak ada
kesuksesan tanpa kegagalan.
Bangkrut, rugi atau gagal
hanyalah kesuksesan yang
tertunda. ّﻲِﺒَّﻨﻟﺍ ِﻦَﻋ ٍﻚِﻟﺎَﻣ ِﻦْﺑ ِﺲَﻧَﺍ ْﻦَﻋ َﻝﺎَﻗ ﺹ : ٌﺐِﺟﺍَﻭ ِﻝَﻼَﺤﻟْﺍ ُﺐَﻠَﻃ ٍﻢِﻠْﺴُﻣ ّﻞُﻛ ﻰﻠﻋ . ﻰﻓ ﻰﻧﺍﺮﺒﻄﻟﺍ ﻂﺳﻭﻻﺍ Dari Anas bin Maalik dari Nabi
SAW, beliau bersabda, “Mencari yang halal adalah wajib atas
setiap orang Islam”. [HR. Thabrani di dalam Al-Ausath]

syarat agar amal di terima d sisi allah

Beramal shalih memang
penting karena merupakan
konsekuensi dari keimanan
seseorang. Namun yang tak
kalah penting adalah
mengetahui persyaratan agar amal tersebut
diterima di sisi Allah. Jangan
sampai ibadah yang kita
lakukan menjadi sia-sia
karena tidak diterima Allah
Subhanahuwata’ ala, bahkan bisa jadi justru
membuat Allah murka
karena cara beramal kita
tidak memenuhi syarat
yang Allah dan Rasul-Nya
telah bimbing melalui Al Qur’ an dan As-Sunnah. Syarat Diterimanya Amal oleh Allah Subhanahuwata’ ala Pertama, amal harus
dilaksanakan dengan
keikhlasan semata-mata
mencari ridha Allah
Subhanahuwata’ ala. Allah Subhanahuwata’ ala berfirman; Dan tidaklah mereka
diperintahkan melainkan
agar menyembah Allah
dengan mengikhlaskan
baginya agama yang lurus”. (Al Bayyinah: 5) Rasulullah
Sholallohualaihiwasallam
bersabda: “Sesungguhnya amal-amal tergantung pada niat dan
setiap orang akan
mendapatkan sesuatu
sesuai dengan
niatnya.” (Shahih, HR Bukhari-Muslim) Kedua dalil ini sangat jelas
menunjukkan bahwa dasar
dan syarat pertama
diterimanya amal adalah
ikhlas, yaitu semata-mata
mencari wajah Allah Subhanahuwata’ ala. Amal tanpa disertai dengan
keikhlasan maka amal
tersebut tidak akan
diterima oleh Allah
Subhanahuwata’ ala. Kedua, amal tersebut
sesuai dengan sunnah
(petunjuk) Rasulullah
Sholallohualaihiwasallam. Beliau
Sholallohualaihiwasallam
bersabda: “Dan barang siapa yang melakukan satu amalan
yang tidak ada perintahnya
dari kami maka amalan
tersebut
tertolak.” (Shahih, HR Muslim dari ‘ Aisyah radhiallahu ‘ anha) Dari dalil-dalil di atas para
ulama sepakat bahwa
syarat amal yang akan
diterima oleh Allah
Subhanahuwata’ ala adalah ikhlas dan sesuai dengan
bimbingan Rasulullah
Sholallohualaihiwasallam.
Jika salah satu dari kedua
syarat tersebut tidak ada,
maka amalan itu tidak akan diterima oleh Allah
Subhanahuwata’ ala. Dari sini sangat jelas
kesalahan orang-orang
yang mengatakan “ Yang penting kan niatnya.” Yang benar, harus ada
kesesuaian amal tersebut
dengan ajaran Rasulullah
Sholallohualaihiwasallam.
Jika istilah “yang penting niat” itu benar niscaya kita akan membenarkan
segala perbuatan maksiat
(ingkar, red) kepada Allah
Subhanahuwata’ ala dengan alasan ‘ yang penting niatnya’ . Orang seperti mereka akan
mengatakan para pencuri,
penzina, pemabuk, pemakan
riba’ , pemakan harta anak yatim, perampok, penjudi,
penipu, pelaku bid’ ah (yaitu cara-cara baru
dalam beribadah mengada-
ada, yang tidak ada
contohnya dari Rasululah
Sholallohualaihiwasallam)
dan bahkan perbuatan syirik tidak bisa kita
salahkan, karena beralasan
kita tidak mengetahui
bagaimana niatnya (karena
bisa jadi niatnya baik
menurut pandangan mereka). Demikian juga
dengan seseorang yang
mencuri dengan niat
memberikan nafkah kepada
anak dan isterinya. Apakah seseorang
melakukan bid’ ah (cara beribadah yang sesat)
dengan niat beribadah
kepada Allah
Subhanahuwata’ ala adalah perbuatan yang
dibenarkan? Apakah orang
yang meminta petunjuk
kepada kuburan-kuburan /
makam wali dengan niat
memuliakan wali itu adalah perbuatan yang
dibenarkan? Tentu
jawabannya adalah tidak. Dari pembahasan di atas
sangat jelas kedudukan dua
syarat tersebut dalam
sebuah amalan dan sebagai
penentu diterimanya. Oleh
karena itu, sebelum melangkah untuk beramal
hendaklah bertanya pada
diri kita: Untuk siapa saya
beramal? Dan bagaimana
caranya? Maka jawabannya
adalah dengan kedua syarat di atas. Masalah berikutnya, juga
bukan sekedar
memperbanyak amal, akan
tetapi benar atau tidaknya
amalan tersebut.
Allah Subhanahuwata’ ala berfirman: “Dia Allah yang telah menciptakan mati dan hidup
untuk menguji kalian
siapakah yang paling bagus
amalannya.” (Al Mulk: 2) Jadi dari ayat ini Allah
Subhanahuwata’ ala mengatakan yang paling
baik amalnya dan bukan
yang paling banyak
amalnya, yaitu amal yang
dilaksanakan dengan ikhlas
dan sesuai dengan ajaran Rasulullah
Sholallohualaihiwasallam. Wallahu a’ lam.

wahai saudaraku tinggalkanlah DUSTA !

Di antara sebab
terbanyak yang menjerumuskan anak Adam ke lembah kemaksiatan, adalah mereka
tidak menjaga dua hal yaitu lidah dan kemaluannya. Sehingga Rasulullah
shalallahu alaihi wa salam bersabda:
”Barangsiapa yang mampu menjaga
apa yang terdapat di antara dua
janggutnya dan apa yang ada di antara dua
kakinya, maka aku jamin akan masuk surga.” (Muttafaq alaih, dari Sahl bin
Sa’ ad). Kemaksiatan yang ditimbulkan dari kemaluan adalah zina, dan
kemaksiatan yang ditimbulkan oleh lisan adalah dusta. Terkadang dengan lisannya
seseorang mengucapkan kata- kata tanpa dipertimbangkan dan dipikirkan sebelumnya,
sehingga menimbulkan fitnah dan kemudharatan yang banyak bagi dirinya maupun
bagi orang lain.
Oleh karena itu jelaslah bahwa di antara keselamatan
seorang hamba adalah tergantung pada penjagaannya terhadap lisannya. Nabi
shalallahu alaihi wa salam sendiri pernah menasehati ‘ Uqbah bin Amir ketika dia
bertanya tentang keselamatan, lalu beliau bersabda:
”Peliharalah lidahmu, betahlah tinggal di rumahmu dan tangisilah dosa- dosamu.” (HR Tirmidzi, hadits hasan).
Termasuk penyimpangan yang nyata dan banyak
terjadi di masyarakat kita sekarang ini adalah melakukan dusta, baik dalam
ucapan maupun perbuatan, baik dalam menjual maupun membeli, dalam sumpah dan
perjanjian, bahkan menggunakan dusta sebagai bumbu dakwah dan menjatuhkan orang
karena kedengkian.
Manusia yang awam maupun yang ‘ alimnya banyak menganggap sepele masalah dusta, sehingga menjadi kebiasaan yang membudaya, yang
seolah sulit ditinggalkan. Yang lebih parah lagi adalah kebiasaan dusta ini
tidak dipedulikan lagi oleh yang awam maupun yang alim, mad’ u maupun da’ inya, terhadap bahaya yang ditimbulkan. Na’ udzubillah min dzalik.
Padahal urusan dusta adalah termasuk hal yang berbahaya,
karena termasuk urusan haram yang menyebabkan pelakunya terjerumus ke dalam
neraka. Rasulullah shalallahu alaihi
wa salam bersabda:
”Sesungguhnya dusta itu menuntun kepada kekejian dan kekejian itu menuntun ke dalam neraka.
Tidak henti-hentinya seseorang itu berdusta dan membiasakan diri dalam dusta,
sehingga dicatat di sisi Allah sebagai pendusta (muttafaqun
‘ alaih). Dusta mempunyai beberapa pengaruh buruk, yang seandainya hal ini
disadari oleh para pendusta pasti
mereka akan meninggalkan kebiasaan dustanya
dan akan kembali bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ ala. Sebagian
dari pengaruh buruk itu adalah: 1. Menyebarkan
keraguan kepada dan di antara manusia Keraguan artinya
bimbang dan resah. Ini berarti seorang pendusta selamanya menjadi sumber
keresahan dan keraguan, serta menjatuhkan ketenangan pada orang yang jujur.
Berkata Rasulullah shalallahu alaihi wa salam:
”Tinggalkanlah apa-apa yang membuatmu ragu dan ambil apa-apa yang tidak meragukanmu, karena
sesungguhnya kejujuran itu adalah ketenangan dan dusta itu adalah
keresahan.” (HR Tirmidzi, An Nasai, dan lainnya). 2. Terjerumusnya
seseorang ke dalam salah satu tanda munafik Rasulullah shalallahu
alaihi wa salam bersabda:
”Ada empat hal, barangsiapa yang memiliki
semuanya, maka dia munafik sejati. Dan barangsiapa memiliki salah satu di
antaranya, berarti dia mempunyai satu jenis sifat munafik hingga dia
meninggalkannya. Yaitu bila diberi amanat dia khianat, bila berkata dia dusta,
bila berjanji dia mengingkari, dan jika berselisih dia berkata kotor.” (Muttafaqun ‘ alaih). Sebagaimana diketahui, bahwa orang munafik akan
menempati kerak neraka yang paling bawah. Sebutan munafik adalah sebutan yang
amat berat, maka mengapa kita berani berdusta dan mempertahankannya padahal ia
hanya akan mengantarkan kita kepada kedudukan yang buruk lagi
menghinakan. 3. Hilangnya kepercayaan Sesungguhnya selama
dusta menyebar dalam kehidupan
masyarakat, maka hal itu akan menghilangkan
kepercayaan di kalangan kaum Muslimin, memutuskan jalinan kasih sayang di antara
mereka, sehingga menyebabkan tercegahnya kebaikan dan menjadi penghalang
sampainya kebaikan kepada orang yang berhak menerimanya. 4.
Memutarbalikkan kebenaran Di antara pengaruh buruk dusta adalah
memutarbalikkan kebenaran dan membawa berita yang berlainan dengan fakta,
lebih-lebih dilakukan dengan tanpa mencari kejelasan atau tabayyun yang
disyariatkan. Hal ini dilakukan karena para pendusta suka merubah kebatilan
menjadi kebenaran dan kebenaran menjadi kebatilan dalam pandangan manusia.
Sebagaimana para pendusta pun suka menghias-hiasi keburukan sehingga tampak baik
dan memburuk-burukkan yang baik sehingga berubah menjadi buruk. Dan itulah
perniagaan para pendusta yang terurai rapi dan mahal harganya menurut pandangan
mereka.
Dan apa saja yang mereka katakan tentang keburukan seseorang, dan
apapun pengaruhnya, maka hati- hatilah terhadap mereka, baik yang anda baca dari
mereka ataupun yang anda dengar. Pahami firman Allah
ta’ ala: ”… Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.” (QS Al Mukmin:
28) 5. Pengaruh dusta terhadap
anggota badan Dusta menjalar
dari hati ke lidah, maka rusaklah lidah itu, lalu menjalar ke anggota badan,
maka rusaklah amal perbuatannya sebagaimana rusaknya lidah dalam berbicara. Maka
jika Allah subhanahu wa ta’ ala tidak memberikan kesembuhan dalam kejujuran
kepada para pendusta itu. Sehingga semakin rusaklah mereka dan menjerumuskan
mereka ke arah kehancuran.
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam
bersabda:
”Sesungguhnya kejujuran itu menuntun kepada kebajikan, sedangkan
dusta menuntun kepada kedurhakaan.” (Muttafaq ‘ alaih) .
Itulah
sebagian kecil dari akibat buruk dusta yang semuanya merupakan akibat yang
terasa di dunia, dan di sisi Allah balasan bagi pendusta lebih dahsyat dan
mengerikan.
Jelaslah bahwa para pendusta akan berjalan di atas jalan yang
menuju neraka, karena dengan berdusta berarti ia akan membuka berbagai pintu
keburukan lainnya. Rasulullah shalallahu alaih wa salam
bersabda:
”Sesungguhnya dusta itu menuju kepada kekejian dan kekejian
menuntun ke neraka, seseorang terus menerus berdusta sehingga dicatat di sisi
Allah sebagai Pendusta.” (muttafaq ‘ alaih) Untuk itu agar kita semua
memperhatikan bahaya dusta sehingga takut untuk melakukannya. Adapun cara untuk
menghindar darinya antara lain: 1. Tidak bergaul dengan
para pendusta dan mencari teman yang shaleh lagi jujur.
2. Mempunyai
keyakinan yang mantap akan bahaya yang ditimbulkannya baik di dunia maupun di
akhirat.
3. Melatih hati dan lisan untuk selalu berkata dan berbuat
jujur.
4. Selalu aktif mengkaji Al- Qur’ an dan mengamalkannya. Semoga
Allah menganugerahkan kejujuran kepada kita semua dalam ucapan maupun
perbuatan.

Senin, Mei 09, 2011

seperti apa suami idaman itu ?

Tidak selalu tuntutan untuk berbuat baik dan bersikap baik ditujukan kepada istri dalam hubungan rumah tangga. menjadi istri idaman untuk suami adalah hal yang harus dipenuhi oleh setiap wanita. menjadi suri tauladan dan guru bagi anak-anaknya dan anak- anak suaminya. akan tetapi disamping itu, seorang istri juga miliki hak-hak yang harus dipenuhi oleh suami. Kewajiban yang harus ditunaikan juga mencakup tanggung jawab seorang suami atas seisi rumah. Islam telah membagi antara hak-hak istri dan hak-hak suami agar tidak terjadi kesalah pahaman antara keduanya. diantara hak istri yang harus dipenuhi oleh suami adalah sebagaimana yang difirmankan Allah : ِﺀﺎَﺴِّﻨﻟﺍ ﻰﻠﻋ َﻥﻮُﻣﺍَّﻮَﻗ ُﻝﺎَﺟِّﺮﻟﺍ ﻰﻠﻋ ْﻢُﻬَﻀْﻌَﺑ ُﻪَّﻠﻟﺍ َﻞَّﻀَﻓ ﺎﻤﺑ ْﻦِﻣ ﺍﻮﻘﻔﻧﺃ ﺎﻤﺑﻭ ٍﺾْﻌَﺑ ْﻢِﻬِﻟﺍَﻮْﻣَﺃ Artinya : "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki- laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (QS An- Nisa : 34) Menjadi pemimpin yang bertanggung jawab atas istri, atas segala kebutuhannya, baik itu kebutuhan lahir ataupun batin. perhatian terhadap dirinya, peduli dan menampakkan rasa simpati, berperilaku lemah lembut. tampakkan rasa kasih sayang terhadapnya. Seorang istri tetaplah manusia, yang tidak mungkin dibiarkan begitu saja tanpa perhatian. terkadang sebagian suami bersikap agak tidak peduli terhadap apa yang dilakukan istri. tanpa kata- kata mesra lagi, tanpa sentuhan lembut untuk meringankan bebannya karena dengan setia telah melayaninya. Setelah mempunyai dua atau tiga anak, seseorang telah merasa tua, dan merasa lebih dewasa. jika memang seseorang itu lebih tua akan lebih dewasa, seharusnya setiap orang yang berkeluarga bisa tampil lebih romantis terhadap pasangannya. lebih dekat, dan lebih mengerti setiap apa yang diperlukan pasangannya. bukan tambah renggang hubungannya, bukan pula seperti orang lain yang seperti tidak pernah kenal. Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- ketika telah berumur sekitar 50-an tahun. masih tetap romantis terhadap istrinya 'Aisyah -rodhiyallahu 'anha-. masih tetap perhatian dengan semua istri-istrinya. Dan siapakah suami terbaik? suami terbaik adalah yang sebagaimana disabdakan Rosulullah - sholallahu 'alaihi wasallam- : ِﻪِﻠْﻫَﺄِﻟ ْﻢُﻛُﺮْﻴَﺧ ْﻢُﻛُﺮْﻴَﺧ ، ﺎﻧﺃﻭ ﻲﻠﻫﺄﻟ ْﻢُﻛُﺮْﻴَﺧ Artinya : "sebaik-baik kalian
adalah yang paling baik terhadap keluarganya. dan saya adalah terbaik diantara kalian terhadap keluargaku." (HR Bukhori, Muslim dan lainnya) Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- telah mengatakan bahwa dialah orang terbaik diantara para sahabat-sahabatnya terhadap keluarga. ini berarti beliau adalah sebagai panutan bagi setiap
orang yang telah berkeluarga. agar meniru beliau dalam berumah tangga. Rosulullah - sholallahu 'alaihi wasallam- juga bersabda : ﺎﻧﺎﻤﻳﺇ َﻦﻴِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟﺍ ُﻞَﻤْﻛَﺃ ْﻢُﻛُﺭﺎَﻴِﺧَﻭ ﺎﻘﻠﺧ ْﻢُﻬُﻨَﺴْﺣَﺃ ﺎﻘﻠﺧ ْﻢِﻬِﺋﺎَﺴِﻨِﻟ ْﻢُﻛُﺭﺎَﻴِﺧ Artinya : "Paling sempurnanya iman diantara kalian adalah yang paling baik budi pekertinya. dan paling baik diantara kalian adalah yang paling baik budi pekertinya terhadap istrinya." (HR At-Tirmidzi)

Jumat, Mei 06, 2011

BAHAYA ! DURHAKA KEPADA SUAMI

Tujuan suatu pernikahan
adalah untuk menciptakan
kecenderungan
(ketenangan), kasih
sayang, dan cinta. Sebab
seorang istri akan menjadi penyejuk mata, dan
penenang di kala timbul
problema. Namun, jika istri
itu durhaka lagi
membangkang kepada
suaminya, maka alamat kehancuran ada didepan
mata. Dia tidak lagi menjadi
penyejuk hati, tapi menjadi
musibah dan neraka bagi
suaminya. Allah Subhanahu wa Ta’ ala telah berfirman : “Dan diantara tanda-tanda
kekuasan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-
istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung
dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-
Nya di antaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya
yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-
tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ruum :21) Kedurhakaan seorang istri
kepada suaminya amat
banyak ragam dan
bentuknya, seperti
mencaci-maki suami,
mengangkat suara depan suami, membuat suami
jengkel, berwajah cemberut
depan suami, menolak
ajakan suami untuk jimak,
membenci keluarga suami,
tidak mensyukuri (mengingkari) kebaikan, dan
pemberian suami, tidak mau
mengurusi rumah tangga
suami, selingkuh,
berpacaran di belakang
suami, keluar rumah tanpa izin suami, dan sebagainya. Allah -Subhanahu wa Ta’ la- telah mengancam istri yang
durhaka kepada suaminya
melalui lisan Rasul-Nya
ketika Beliau -Shollallahu
‘ alaihi wasallam- bersabda, “Allah tidak akan melihat seorang istri yang tidak
mau berterima kasih atas
kebaikan suaminya padahal
ia selalu butuh kepada
suaminya” . [HR. An-Nasa'iy dalam Al-
Kubro (9135 & 9136), Al-
Bazzar dalam Al-Musnad
(2349), Al-Hakim dalam Al-
Mustadrok (2771), dan
lainnya. Hadits ini di-shohih- kan oleh Syaikh Al-Albaniy
dalam Ash-Shohihah (289)] Tipe wanita seperti ini
banyak disekitar kita.
Suami yang capek banting
tulang setiap hari untuk
menghidupi anak-anaknya,
dan memenuhi kebutuhannya, namun masih
saja tetap berkeluh kesah
dan tidak puas dengan
penghasilan suaminya. Ia
selalu membanding-
bandingkan suaminya dengan orang lain, sehingga
hal itu menjadi beban yang
berat bagi suaminya. Maka
tidak heran jika neraka
dipenuhi dengan wanita-
wanita seperti ini, sebagaimana sabda Nabi -
Shollallahu ‘ alaihi wasallam- “Telah diperlihatkan neraka kepadaku, kulihat
mayoritas penghuninya
adalah wanita, mereka
telah kufur (ingkar)!” Ada yang bertanya, “apakah mereka kufur (ingkar)
kepada Allah?” Rasullah - Shollallahu ‘ alaihi wasallam- menjawab, “Tidak, mereka mengingkari (kebaikan)
suami. Sekiranya kalian
senantiasa berbuat baik
kepada salah seorang dari
mereka sepanjang
hidupnya, lalu ia melihat sesuatu yang tidak
berkenan, ia (istri durhaka
itu) pasti berkata, “Saya sama sekali tidak pernah
melihat kebaikan pada
dirimu”. [HR. Bukhariy dalam Shohih-nya (29), dan Muslim
dalam Shohih-nya (907)] Hushain bin Mihshon telah
berkata, “Bibiku telah menceritakan kepadaku
seraya berkata,
“Saya mendatangi Rasulullah -Shollallahu
‘ alaihi wasallam- untuk suatu keperluan. Beliau
bertanya:”siapakah ini? Apakah sudah bersuami?.
“sudah!”, jawabku. “Bagaimana hubungan engkau dengannya?”, tanya Rasulullah. “Saya selalu mentaatinya sebatas
kemampuanku”. Rasulullah - Shollallahu ‘ alaihi wasallam- bersabda, “Perhatikanlah selalu bagaimana
hubunganmu dengannya,
sebab suamimu adalah
surgamu, dan nerakamu”. [HR. An-Nasa'iy dalam Al-
Kubro (8963), Ahmad dalam
Al-Musnad (4/341/no.
19025), dan lainnya. Hadits
ini di-shohih-kan oleh Al-
Albaniy dalam Ash-Shohihah (2612), dan Adab Az-Zifaf
(hal. 213)] Dari hadits ini, kita telah
mengetahui betapa besar
dan agungnya hak-hak
suami yang wajib dipenuhi
seorang istri sampai
Rasulullah -Shollallahu ‘ alaihi wasallam- pernah bersabda, “Sekiranya aku boleh memerintahkan seseorang
untuk sujud kepada lainnya,
niscaya akan kuperintahkan
seorang istri sujud kepada
suaminya” . [HR. At- Tirmidziy dalam As-Sunan
(1159), dan lainnya. Hadits
ini di-shohih-kan oleh
Syaikh Al-Albaniy dalam Al-
Irwa' (1998)] Jika seorang istri tidak
memenuhi hak-hak tersebut
atau durhaka kepada
suami, maka ia
mendapatkan ancaman dari
Allah -Ta’ ala- lewat lisan Nabi -Shallallahu ‘ alaihi wa sallam-, “Ada dua orang yang sholatnya tidak
melampaui kepalanya: budak
yang lari dari majikannya
sampai ia kembali, dan
wanita yang durhaka
kepada suaminya sampai ia mau rujuk (taubat)”. [HR. Ath-Thobroniy dalam
Ash-Shoghir (478), dan Al-
Hakim dalam Al-Mustadrok
(7330)] Nabi -Shallallahu ‘ alaihi wa sallam- bersabda, “Ada tiga orang yang sholatnya tidak melampaui
telinganya: Hamba yang lari
sampai ia mau kembali,
wanita yang bermalam
(tidur, red), sedang
suaminya masih marah kepadanya, dan seorang
pemimpin kaum, sedang
mereka benci kepadanya”. [HR. At-Tirmidziy (360).
Hadits ini di-hasan-kan oleh
Al-Albaniy dalam Takhrij Al-
Misykah (1122)] Ini merupakan ancaman
yang amat keras bagi para
wanita durhaka, karena
kedurhakaannya menjadi
sebab tertolaknya amal
sholatnya di sisi Allah. Dia sholat hanya sekedar
melaksanakan kewajiban di
hadapan Allah. Adapun
pahalanya, maka ia tak
akan mendapatkannya,
selain lelah dan capek saja. Wal’ iyadzu billahmin dzalik. Diantara bentuk
kedurhakaan seorang istri
kepada suaminya,
enggannya seorang istri
untuk memenuhi hajat
biologis suaminya. Keengganan seorang istri
dalam melayani suaminya,
lalu suami murka dan
jengkel merupakan sebab
para malaikat melaknat
istri yang durhaka seperti ini. Nabi -Shallallahu ‘ alaihi wa sallam- bersabda, “Jika seorang suami mengajak istrinya
(berjimak) ke tempat tidur,
lalu sang istri enggan, dan
suami bermalam dalam
keadaan marah kepadanya,
maka para malaikat akan melaknat sang istri sampai
pagi”. [HR. Al-Bukhoriy Kitab Bad'il Kholq (3237),
dan Muslim dalam Kitab An-
Nikah (1436)] Seorang suami saat ia
butuh pelayanan biologis
(jimak) dari istrinya, maka
seorang istri tak boleh
menolak hajat suaminya,
bahkan ia harus berusaha sebisa mungkin memenuhi
hajatnya, walaupun ia
capek atau sibuk dengan
suatu urusan. Nabi -
Shallallahu ‘ alaihi wa sallam- bersabda, “Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad ada di Tangan-
Nya, seorang istri tak akan
memenuhi hak Robb-nya
sampai ia mau memenuhi
hak suaminya. Walaupun
suaminya meminta dirinya (untuk berjimak), sedang ia
berada dalam sekedup,
maka ia (istri) tak boleh
menghalanginya”. [HR. Ibnu Majah dalam Kitab
An-Nikah (1853). Hadits ini
dikuatkan oleh Al-Albaniy
dalam Adab Az-Zifaf (hal.
211)] Perhatikan hadits ini, Nabi -
Shallallahu ‘ alaihi wa sallam- memberikan
bimbingan kepada para
wanita yang bersuami agar
memperhatikan suaminya
saat-saat ia dibutuhkan
oleh suaminya. Sebab kebanyakan problema
rumah tangga timbul dan
berawal dari masalah
kurangnya perhatian istri
atau suami kepada
kebutuhan biologis pasangannya, sehingga
“solusinya” (baca: akibatnya) munculllah
kemarahan, dan
ketidakharmonisan rumah
tangga. Syaikh Al-Albaniy-
rahimahullah- berkata
dalam Adab Az-Zifaf (hal.
210), “Jika wajib bagi seorang istri untuk
mentaati suaminya dalam
hal pemenuhan biologis
(jimak), maka tentunya
lebih wajib lagi baginya
untuk mentaati suami dalam perkara yang lebih penting
dari itu, seperti mendidik
anak, memperbaiki
(mengurusi) rumah tangga,
dan sejenisnya diantara
hak dan kewajibannya”. Seorang wanita yang
durhaka kepada suaminya,
akan selalu dibenci oleh
suaminya, bahkan ia akan
dibenci oleh istri suaminya
dari kalangan bidadari di surga. Istri bidadari ini
akan marah. Saking
marahnya, ia mendoakan
kejelekan bagi wanita yang
durhaka kepada suaminya.. Nabi -Shallallahu ‘ alaihi wa sallam- bersabda, “Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di
dunia, melainkan istrinya
dari kalangan bidadari akan
berkata, “Janganlah engkau menyakitinya.
Semoga Allah memusuhimu.
Dia (sang suami) hanyalah
tamu di sisimu; hampir saja
ia akan meninggalkanmu
menuju kepada kami”. [HR. At-Tirmidziy Kitab Ar-
Rodho' (1174), dan Ibnu
Majah dalam Kitab An-Nikah
(2014). Hadits ini di-shohih-
kan oleh Al-Albaniy dalam
Adab Az-Zifaf (hal. 212)] Demikianlah bahayanya
seorang wanita melakukan
kedurhakaan kepada
suaminya, yakni tak mau
taat kepada suami dalam
perkara-perkara yang ma’ ruf (boleh) menurut syari’ at. Semoga wanita- wanita yang durhaka
kepada suaminya mau
kembali berbakti, dan
bertaubat sebelum ajal
menjemput. Pada hari itulah
penyesalan tak lagi bermanfaat baginya.

Minggu, Mei 01, 2011

Anak-anakku.., Hari ini akan menjadi satu
di antara hari-hari yang
paling bersejarah di dalam
kehidupan kalian berdua.
Sebentar lagi kalian akan
menjadi sepasang suami- isteri, yang darinya kelak
akan lahir anak-anak yang
sholeh dan sholehah, dan
kalian akan menjadi
seorang bapak dan seorang
ibu, untuk kemudian menjadi seorang kakek dan
seorang nenek, …… insya Allah. Rentang perjalanan hidup
manusia yang begitu
panjang … sesungguhnya singkat saja. Begitu pula… liku-liku dan pernik-pernik
kerumitan hidup
sesungguhnya jugalah
sederhana. Kita semua..
diciptakan ALLAH
Subhaanahu wa ta’ alaa tidak lain untuk beribadah
kepada NYA. Maka, jika kita
semua berharap kelak
dapat berjumpa dengan
ALLAH Subhaanahu wa
ta’ alaa … dalam keadaan IA ridlo kepada kita,
hendaklah kita jadikan
segala tindakan kita
semata-mata di dalam
rangka mencari keridlo’ an- NYA dan menyelaraskan diri
kepada Sunnah Nabi-NYA
Yang Mulia -Shallallahu
alaihi wa sallam- “Maka barangsiapa merindukan akan
perjumpaannya dengan
robb-nya, hendaknya ia
beramal dengan amalan
yang sholeh, serta tidak
menyekutukan dengan sesuatu apapun di dalam
peribadatahan kepada
robb-nya.” Begitu pula pernikahan ini,
ijab-qabulnya, adanya wali
dan dua orang saksi,
termasuk hadirnya kita
semua memenuhi undangan
ini… adalah ibadah, yang tidak luput dari keharusan
untuk sesuai dengan
syari’ at ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa. Oleh karena itu… , kepada calon suami anakku… Saya ingatkan, bahwa
wanita itu dinikahi karena
empat alasan, sebagaimana
sabda Nabi -Shallallahu
alaihi wa sallam: “Wanita dinikahi karena empat alasan. Hartanya,
keturunannya,
kecantikannya,atau
agamanya. Pilihlah karena
agamanya, niscaya
selamatlah engkau.” (HR:Muslim) Maka ambilah nanti putriku
sebagai isteri sekaligus
sebagai amanah yang kelak
kamu dituntut bertanggung
jawab atasnya. Dengannya
dan bersamanya lah kamu beribadah kepada ALLAH
Subhaanahu wa ta’ alaa, di dalam suka… di dalam duka. Gaulilah ia secara baik,
sesuai dengan yang
diharuskan menurut
syari’ at ALLAH. Terimalah ia sepenuh hati, kelebihan dan
kekurangannya, karena
ALLAH Subhaanahu wa
ta’ alaa telah memerintahkan demikian: “Dan gaulilah isteri-isterimu dengan cara yang ma’ ruf. Maka seandainya kalian
membenci mereka, karena
boleh jadi ada sesuatu yang
kalian tidak sukai dari
mereka, sedangkan ALLAH
menjadikan padanya banyak kebaikan.” (An-Nisaa’ :19) Dan ingatlah pula wasiat
Nabi -Shallallahu alaihi wa
sallam-: “Pergaulilah isteri-isteri dengan baik. Karena
sesungguhnya mereka itu
mitra hidup kalian” Dan perlakuanmu terhadap
isterimu ini menjadi cermin
kadar keimananmu,
sebagaimana Sabda Nabi -
Shallallahu alaihi wa sallam-; “Mu’ min yang paling sempurna imannya adalah
yang paling baik akhlaqnya.
Dan sebaik-baik kalian
adalah yang paling baik
terhadap isterinya” “Dan kamu sebagai laki-laki adalah pemimpin di dalam
rumah tangga”. “Lelaki itu pemimpin bagi wanita disebabkan ALLAH
telah melebihkan yang satu
dari yang lainnya dan
disebabkan para lelaki yang
memberi nafkah dengan
hartanya.” (An-Nisaa’ : 34) Maka agar kamu dapat
memimpin rumah tanggamu,
penuhilah syarat-
syaratnya, berupa
kemampuan untuk
menafkahi, mengajari, dan mengayomi. Raihlah
kewibawaan agar isterimu
patuh di bawah pimpinanmu.
Jadilah suami yang
bertanggungjawab, arif dan
lemah lembut , sehingga isterimu merasa hangat dan
tentram di sisimu.
Berusahalah sekuat tenaga
menjadi teladan yang baik
baginya, sehingga ia bangga
bersuamikan kamu. Ya, inilah sa’ atnya untuk membuktikan bahwa kamu
laki-laki sejati, laki-laki
yang bukan hanya lahirnya. Kepada putriku… Saya ingatkan kepadamu
akan sabda Nabi -
Shallallahu alaihi wa
sallam- : “Jika datang kepadamu (- wahai para orang tua anak
gadis-) seorang pemuda
yang kau sukai akhlaq dan
agamanya, maka
nikahkanlah ia. Jika tidak,
maka akan terjadi fitnah dan menyebarnya
kerusakan di muka
bumi.” (HR: Ibnu Majah) Dan semoga -tentunya-
calon suamimu datang dan
diterima karena agama dan
akhlaqnya, bukan karena
yang lain. Maka hendaknya
kau luruskan pula niatmu. Sambutlah dia sebagai
suami sekaligus pemimpinmu.
Jadikanlah perkawinanmu ini
sebagai wasilah ibadahmu
kepada ALLAH Subhaanahu
wa ta’ alaa. Camkanlah sabda Nabi -Shallallahu
alaihi wa sallam-: “Seandainya aku boleh memerintahkan manusia
untuk sujud kepada
sesamanya, sungguh sudah
aku perintahkan sang isteri
sujud kepada suaminya.” Karenanya sekali lagi saya
nasihatkan , wahai putriku… Terima dan sambutlah
suamimu ini dengan sepenuh
cinta dan ketaatan. Layani ia dengan
kehangatanmu… Manjakan ia dengan
kelincahan dan
kecerdasanmu… Bantulah ia dengan
kesabaran dan doamu… Hiburlah ia dengan nasihat-
nasihatmu… Bangkitkan ia dengan
keceriaan dan
kelembutanmu… Tutuplah kekurangannya
dengan mulianya akhlaqmu… Manakala telah kamu
lakukan itu semua, tak ada
gelar yang lebih tepat
disandangkan padamu selain
Al Mar’ atush-Shalihah, yaitu sebaik-baik perhiasan
dunia. Sebagaimana Sabda
Nabi -Shallallahu alaihi wa
sallam-: “Dunia tak lain adalah perhiasan. Dan sebaik-baik
perhiasan dunia adalah
wanita yang sholihah.” Inilah satu kebahagiaan
hakiki -bukan khayali- yang
diidam-idamkan oleh setiap
wanita beriman. Maka
bersyukurlah, sekali lagi
bersyukurlah kamu untuk semua itu, karena tidak
semua wanita memperoleh
kesempatan sedemikian
berharga. Kesempatan
menjadi seorang isteri,
menjadi seorang ibu. Terlebih lagi, adanya
kesempatan, diundang
masuk ke dalam surga dari
pintu mana saja yang kamu
kehendaki. Yang demikian ini mungkin
bagimu selagi kamu
melaksanakan sholat wajib
lima waktu -cukup yang
lima waktu-, puasa -juga
cukup yang wajib- di bulan Ramadhan, menjaga
kemaluan -termasuk
menutup aurat- , dan ta’ at kepada suami. Cukup, cukup
itu. Sebagaimana sabda Nabi
-Shallallahu alaihi wa
sallam-: “Jika seorang isteri telah sholat yang lima, puasa di
bulan Ramadhan, menjaga
kemaluannya, dan ta’ at kepada suaminya. Dikatakan
kapadanya: Silahkan masuk
ke dalam Surga dari pintu
mana saja yang engkau
mau.” Anak-anakku… , Melalui rangkaian ayat-ayat
suci Al Qur’ an dan Hadits- Hadits Nabi Yang Mulia, kami
semua yang hadir di sini
mengantarkan kalian
berdua memasuki gerbang
kehidupan yang baru,
bersiap-siap meninggalkan ruang tunggu, dan
mengakhiri masa penantian
kalian yang lama. Kami
semua hanya dapat
mengantar kalian hingga di
dermaga. Untuk selanjutnya, bahtera
rumah-tangga kalian akan
mengarungi samudra
kehidupan, yang tentunya
tak sepi dari ombak,
bahkan mungkin badai. Karena itu, jangan
tinggalkan jalan ketaqwaan.
Karena hanya dengan
ketaqwaan saja ALLAH
Subhaanahu wa ta’ alaa akan mudahkan segala
urusan kalian,
mengeluarkan kalian dari
kesulitan-kesulitan, bahkan
mengaruniai kalian rizki. “Dan barang siapa yang bertaqwa kepada ALLAH,
niscaya ALLAH akan berikan
bagi nya jalan keluar dan
mengaruniai rizki dari sisi
yang tak terduga.” “Dan barang siapa yang bertaqwa kepada ALLAH,
niscaya ALLAH akan
mudahkan urusannya.” Bersyukurlah kalian berdua
akan ni’ mat ini semua. ALLAH Subhaanahu wa
ta’ alaa telah mengkaruniakan kalian
separuh dari agama ini,
ALLAH Subhaanahu wa
ta’ alaa telah mengkaruniakan kalian
kesempatan untuk
menjalankan syari’ at-NYA yang mulia, ALLAH
Subhaanahu wa ta’ alaa juga telah mengkaruniakan
kalian kesempatan untuk
mencintai dan dicintai
dengan jalan yang suci dan
terhormat. Ketahuilah, bahwa
pernikahan ini menyebabkan
kalian harus lebih berbagi.
Orang tua kalian
bertambah, saudara kalian
bertambah, bahkan sahabat-sahabat kalian pun
bertambah, yang kesemua
itu tentu memperpanjang
tali silaturahmi,
memperlebar tempat
berpijak, memperluas pandangan, dan
memperjauh daya
pendengaran. Bukan saja
semakin banyak yang perlu
kalian atur dan perhatikan,
sebaliknya semakin banyak pula yang akan ikut
mengatur dan
memperhatikan kalian.
Maka, barang siapa yang
tidak kokoh sebagai pribadi
dia akan semakin gamang menghadapi kehidupannya
yang baru. Ketahuilah, bahwa anak-
anak yang sholeh dan
sholehah yang kalian idam-
idamkan itu sulit lahir dan
tumbuh kecuali di dalam
rumah tangga yang sakinah penuh cinta dan kasih
sayang. Dan tentunya tak
akan tercipta rumah-
tangga yang sakinah,
kecuali dibangun oleh suami
yang sholeh dan isteri yang sholehah. Akan tetapi, wahai anak-
anakku, jangan takut
menatap masa depan dan
memikul tanggung jawab ini
semua. Jangan bersedih dan
berkecil hati jika kalian menganggap bekal yang
kalian miliki sekarang ini
masih sangat kurang. ALLAH
Subhaanahu wa ta’ alaa berfirman: (Artinya): “Dan janganlah berkecil hati juga jangan
bersedih. Padahal kalian
adalah orang-orang yang
mulia seandainya sungguh-
sungguh beriman.” (Ali Imran: 139) Ya, selama masih ada iman
di dalam dada segalanya
akan menjadi mudah bagi
kalian. Bukankah dengan
pernikahan ini kalian bisa
saling tolong-menolong di dalam kebajikan dan taqwa.
Bukankah dengan
pernikahan ini kalian bisa
saling menutupi kelemahan
dan kekurangan masing-
masing. Bersungguh- sungguhlah untuk itu,
untuk meraih segala
kebaikan yang ALLAH
Subhaanahu wa ta’ alaa sediakan melalui pernikahan
ini. Jangan lupa untuk
senantiasa memohon
pertolongan kepada ALLAH.
kemudian jangan merasa
tak mampu atau pesimis. Jangan, jangan kalian awali
kehidupan rumah tangga ini
dengan perasaan lemah ! “Bersungguh-sungguhlah kepada yang bermanfa’ at bagimu, mohonlah
pertolongan kepada ALLAH,
dan jangan merasa
lemah!” (HR: Ibnu Majah) Terakhir, ingatlah bahwa
nikah merupakan Sunnah
Nabi -Shallallahu alaihi wa
sallam-, sebagaimana
sabdanya: “Nikah itu merupakan bagian dari Sunnahku. Maka
barang siapa berpaling dari
Sunnahku, ia bukanlah
bagian dari umatku.” Maka janganlah justru
melalui pernikahan ini atau
setelah aqad ini kalian
justru meninggalkan Sunnah
untuk kemudian
bergelimang di dalam berbagai bid’ ah dan kema’ shiyatan. Kepada besanku… Terimalah masing-masing
mereka sebagai tambahan
anak bagi kita. Ma’ lumilah kekurangan-
kekurangannya, karena
mereka memang masih
muda. Bimbinglah mereka,
karena inilah saatnya
mereka memasuki kehidupan yang sesungguhnya. Wajar, sebagaimana
seorang anak bayi yang
sedang belajar berdiri dan
berjalan, tentu pernah
mengalami jatuh untuk
kemudian bangkit dan mencoba kembali. Maka
bantulah mereka sampai
benar-benar kokoh untuk
berdiri dan berjalan sendiri. Bantu dan bimbing mereka,
tetapi jangan mengatur.
Biarkan.., Karena
sepenuhnya diri mereka dan
keturunan yang kelak lahir
dari perkawinan mereka adalah tanggung-jawab
mereka sendiri di hadapan
ALLAH Subhaanahu wa
ta’ alaa. Hargailah harapan dan cita-cita yang mereka
bangun di atas ilmu yang
telah sampai pada mereka. Keterlibatan kita yang
terlalu jauh dan tidak pada
tempatnya di dalam
persoalan rumah tangga
mereka bukannya akan
membantu. Bahkan sebaliknya, membuat
mereka tak akan pernah
kokoh. Sementara mereka
dituntut untuk menjadi
sebenar-benar bapak dan
sebenar-benar ibu di hadapan… dan bagi anak- anak mereka sendiri. Ketahuilah, bahwa bukan
mereka saja yang sedang
memasuki kehidupannya
yang baru, sebagai suami
isteri. Kita pun, para orang
tua, sedang memasuki kehidupan kita yang baru,
yakni kehidupan calon
seorang kakek atau nenek
– insya Allah. Maka hendaknya umur dan
pengalaman ini membuat
kita,… para orang tua, menjadi lebih arif dan
sabar, bukannya semakin
pandir dan dikuasai
perasaan. Pengalaman hidup
kita memang bisa jadi
pelajaran, tetapi belum tentu harus jadi acuan bagi
mereka. Jika kelak -dari pernikahan
ini- lahir cucu-cucu bagi
kita. Sayangilah mereka
tanpa harus melecehkan
dan menjatuhkan wibawa
orang tuanya. Berapa banyak cerita di mana
kakek atau nenek merebut
superioritas ayah dan ibu.
Sehingga anak-anak lebih
ta’ at kepada kakek atau neneknya ketimbang
kepada kedua orang
tuanya. Sungguh, akankah
kelak cucu-cucu kita
menjadi anak-anak yang
ta’ at kepada orang tuanya atau tidak, sedikit banyak
dipengaruhi oleh cara kita
memanjakan mereka. Kepada semua, baik yang
pernah mengalami peristiwa
semacam ini, maupun yang
sedang menanti-nanti
gilirannya, marilah kita
do’ akan mereka dengan do’ a yang telah diajarkan oleh Nabi -Shallallahu alaihi
wa sallam.

surat untuk saudara ku

Saudaraku .. Tulisan ini kutujukan
kepadamu, ya .. kepadamu
yang mengharapkan Ridho
Allah dan kenikmatan yang
kekal di sisiNya, serta
takut kepada siksa dan azab yang Allah Ta’ ala siapkan untuk orang-orang
yang bermaksiat dan kafir. Kepadamu saudaraku, yang
pernah merasakan manisnya
keimanan dan nikmatnya
berjalan diatas jalan yang
lurus serta indahnya
mendekatkan diri kepada Allah. Kepadamu saudaraku, yang
dulu bersemangat dan
berpacu menuntut ilmu
serta mengajak kepada
kebaikan. Kepadamu saudaraku yang
dulu sering kulihat berzikir,
membaca dan menghapalkan
Al Qur’ an. Apa yang terjadi pada
dirimu? Kenapa engkau kini
mulai menjauh dari teman-
temanmu yang rajin sholat
berjama’ ah, cinta kepada ilmu agama, gemar
mempelajari Al Qur’ an dan Hadits serta membaca
buku-buku yang
bermanfaat? Kenapa aku melihat
semangatmu memudar,
penampilanmu juga
berobah ..tidak lagi seperti
dulu yang berusaha
mengikuti sunnah-sunnah Nabi shollallahu ‘ alaihi wa sallam? ingatkah engkau, ketika itu
engkau berhenti dari
tempatmu bekerja,
kenapa?! Ketika itu engkau
mengatakan, karena tidak
bisa sholat berjama’ ah ke mesjid! Karena engkau takut fitnah
syahwat yang slalu
menggoda! Karena engkau ingin
meninggalkan nyanyian dan
menggantikannya dengan
mendengarkan Al Qur’ an! Karena engkau ingin
menjaga ‘ iffah dirimu! Karena engkau ingin
menjaga Dinmu!! Saudaraku .. kenapa aku
lihat syahwat mulai
mengalahkanmu, hasrat pun
membelenggumu..wajahmu
tidak pernah lagi kulihat di
majelis-majelis ilmu! Apakah engkau telah
menyimpulkan bahwa iltizam
dan keistiqomahanmu serta
keta’ atanmu kepada Robbmu selama ini sebuah
kesalahan, lalu engkau
memilih jalan lain; jalan
yang menyimpang, maksiat
dan kelalaian – agar engkau bisa sampai ke surga
Firdaus?! Ataukah engkau mengira
jalan yang telah engkau
tempuh selama ini terasa
terlalu panjang dan berat,
lalu engkau tidak sabar dan
memilih jalan orang-orang lali dan lengah yang
diperbudak hawa nafsu
mereka, yang keinginan
mereka hanyalah sebatas
diri mereka sendiri, tidak
peduli kepada Dinullah dan Dakwah Rasulullah
shollallahu ‘ alaihi wa sallama. Ataukah engkau telah
melupakan kematian dan
sakarat-nya … Melupakan kuburan dan
kegelapannya … Hari kiamat dan
kedahsyatannya … Neraka dan keras azabnya
… Semoga Allah melindungimu
dari itu semua Dan semoga Allah tidak
menjadikanmu termasuk
orang-orang yang
dikatakanNya, “Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang
telah Kami berikan
kepadanya ayat-ayat Kami
(pengetahuan tentang isi Al
Kitab), kemudian Dia
melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu Dia
diikuti oleh syaitan (sampai
Dia tergoda), Maka jadilah
Dia Termasuk orang-orang
yang sesat.” (Al A’ rof : 175) Kuharap dadamu lapang dan
maafkan aku karena
kerasnya kata-kataku
kepadamu. Akan tetapi
kecintaanku kepadamu yang
kusimpan di dalam dadaku, dan kekhawatiran su-ul
khotimah atas dirimu .. hal
itulah yang telah membakar
hatiku. Setiap kali aku
melihat kondisimu yang
membuat gembira musuhmu (Syetan beserta
pengikutnya) serta
membuat sedih teman-
teman dan orang-orang
yang mencintaimu. Saudaraku, akankah engkau
kembali sebelum kematian
mendatangi?. Kapankah
engkau kembali kepada
taman keta’ atan dan telaga taubat serta
istiqomah yang penuh
rahmah dan berkah dari
Allah?? “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan
perbuatan keji atau
Menganiaya diri sendiri,
mereka ingat akan Allah,
lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain
dari pada Allah? dan
mereka tidak meneruskan
perbuatan kejinya itu,
sedang mereka mengetahui”.(Ali Imron : 135) Tumbuhkanlah harapanmu,
bangunlah asamu,
sesungguhnya engkau
memiliki Robb yang maha
luas ampunanNya,
membentangkan TanganNya siang dan malam untuk
mengampuni orang-orang
yang berdosa. Mohonlah hidayah kepada
Allah Ta’ ala dengan tulus dari hatimu. Lihatlah Nabimu
yang engkau cintai
shollallahu ‘ alaihi wa sallama meminta hidayah
kepada Robbnya, beliau
berdo’ a, “Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadaMu
petunjuk, ketakwaan,
kesucian dan kekayaan”. (HR. Muslim, At-Tirmidzi dan
Al Baihaqy dari Ibnu
Mas’ ud, dan sanadnya shohih, lihat, Shohih Al
Jami’ no. 1275) Beliau shollallahu ‘ alaihi wa sallama mengajarkan itu
sebagaimana beliau
mengajarkan cucunya Al
Hasan bin Ali rodhiyallahu
‘ anhuma agar di dalam qunut mengucapkan, “Ya Allah berilah aku petunjuk sebagaimana
orang-orang yang engkau
tunjuki”. (HR. Abu Dawud, An Nasa-I dan lain-lainnya,
dari Abul Hawro’ , dan sanadnya shohih, lihat :
Misykatul Mashobiih no.
1273) Nabi shollallahu ‘ alaihi wa sallama juga berlindung
kepada Allah dari kesesatan
setelah petunjuk, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan
kemuliaanMu dari Engkau
sesatkan, tidak ada Ilah
yang diibadati dengan hak
melainkan Engkau”. (Muttafaqun ‘ alaihi dari Ibnu Abbas) Dalam do’ a safar beliau mengucapkan, “Dan aku berlindung kepadaMu dari Al Haur
setelah Al Kaur ”. (HR. Muslim) Maksud Al Haur setelah Al
Kaur yaitu; kerusakan
setelah kebaikan,
kesesatan setelah
petunjuk. Akuilah dosamu .. tangisilah
kesalahan dan kelalaianmu.
Mintalah kepada Allah, agar
Ia tidak menghinakanmu di
hari pembalasan, serta
agar Ia memutihkan wajahmu ketika dihitamkan
wajah-wajah pelaku maksiat
dan orang-orang kafir. Mulailah lembaran baru
yang putih bersama Allah
Ta’ ala dengan keta’ atan dan taubat nashuhah. “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan
orang-orang yang menyeru
Tuhannya di pagi dan senja
hari dengan mengharap
keridhaan-Nya; dan
janganlah kedua matamu berpaling dari mereka
(karena) mengharapkan
perhiasan dunia ini; dan
janganlah kamu mengikuti
orang yang hatinya telah
Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta
menuruti hawa nafsunya
dan adalah keadaannya itu
melewati batas.” (Al Kahfi : 28) Palingkanlah wajahmu dari
teman-teman yang tidak
baik, dari orang-orang
yang tidak peduli apakah
engkau nanti di sorga atau
di neraka. Bahkan lebih dari itu, kelak mereka di hari
kiamat meminta kepada
Allah Ta’ ala supaya Allah menambahkan azab yang
berlipat untuk teman-
teman mereka. “mereka berkata (lagi): “Ya Tuhan kami; barang siapa
yang menjerumuskan Kami
ke dalam azab ini Maka
tambahkanlah azab
kepadanya dengan berlipat
ganda di dalam neraka”. (Shod : 61) Bersihkan dari dirimu debu-
debu dosa dan kelengahan.
Bergabunglah dengan
kafilah yang berjalan
menuju Allah Ta’ ala. Kembalilah
saudaraku ..kepada Allah
Ta’ ala, agar engkau kembali menjadi telaga
kebaikan yang selalu
mengalirkan manfaat untuk
umatmu. Saudaraku, berikut ini
sebagian kiat dan asbab
yang akan membantumu
untuk tetap teguh dan
istiqomah dengan izin Allah
Ta’ ala : 1. Do’ a yang tulus, berdo’ alah, “Hai Yang Membolak- balikkan hati, teguhkanlah
hatiku di atas din-Mu”. 2. Carilah teman yang baik
dan sholeh, yang akan
membantumu untuk ta’ at kepada Allah. 3. Jauhkan dirimu dari
teman-teman yang tidak
baik. 4. Jagalah Kitabullah,
dengan membaca,
menghapal dan mempelajari
makna-makna serta hukum-hukumnya,
ketahuilah Al Qur’ an adalah obat hati yang sakit. 5. Jagalah ibadah-ibadah
fardhu dan ibadah-ibadah
nafilah yang mengiringinya. 6. Menuntut ilmu sya’ ri dan menghadiri majelis-majelis
ilmu. 7. Takut kepada dosa dan
akibatnya, karena dosa
adalah penyebab su-ul
khotimah. 8. Membaca buku-buku yang
bermanfa’ at, mengikuti daurah-daurah ilmiyah dan
dakwiyah. 9. Ghoddul Bashor (menahan
pandangan dari penyebab
maksiat), percayalah
dengan ghoddul bashor
hatimu akan lebih tenang
dan terasa manisnya keimanan. 10. Ingatlah permusuhan
syetan terhadapmu dalam
setiap detik. Dan
bahwasanya ia senantiasa
mengintai kelengahanmu
serta menggunakannya untuk menyeretmu menjadi
temannya di neraka kelak. Terakhir saudaraku,
kalimat-kalimat ini mungkin
keras dan tajam, akan
tetapi ia memancar dari
cinta yang tulus, hatiku
lebih dahulu mengatakannya sebelum penaku
menorehkannya, karena
kasihan kepadamu
saudaraku tercinta. Tidak
ada yang kuinginkan
melainkan kebaikan untukmu. Semoga Allah
Ta’ ala melimpahkan rahmatNya untuk kita … Dan sampai bertemu di atas
jalan kebaikan dengan izin
Allah Ta’ ala, semoga Allah menjagamu saudaraku.