Allah Subhanahu wa Ta’ ala menyinggung kata ini dalam firman-Nya dalam Surat Al-Ahzab: 33
Wanita adalah makhluk yang kerap menjadi korban komoditi dan mode. Beragam kosmetik, parfum bermerek, hingga model pakaian yang lagi tren, dengan mudah menjajah tubuh mereka.
Malangnya, dengan segala yang dikenakan itu, mereka tampil di jalan-jalan, mal-mal, atau ruang publik lainnya.
Alhasil, bukan pesona yang mereka tebar tapi justru fitnah.
Pernah dengar kata tabarruj?
Apa sih maknanya?
Allah Subhanahu wa Ta’ ala menyinggung kata ini dalam firmanNya
“Janganlah kalian (wahai istri- istri Nabi) bertabarruj sebagaimana tabarruj orang- orang jahiliah yang awal.” (Al- Ahzab: 33)
ُDan perempuan-perempuan tua yang terhenti dari haid dan mengandung, yang tidak memiliki keinginan untuk menikah lagi, maka tidak ada dosa bagi mereka untuk menanggalkan pakaian luar1 mereka dengan tidak bermaksud tabarruj dengan perhiasan yang dikenakan … .” (An-Nur: 60)
Az-Zajjaj Abu Ishaq Ibrahim bin As-Sirri2 rahimahullahu berkata:
“Tabarruj adalah menampakkan perhiasan dan segala yang dapat mengundang syahwat laki-laki.” Adapun jahiliah yang awal, ada yang mengatakan masanya dari mulai Nabi Adam ‘ alaihissalam sampai zaman Nuh ‘ alaihissalam.
Ada yang mengatakan dari zaman Nuh ‘ alaihissalam sampai zaman Idris ‘ alaihissalam.
Ada pula yang berpendapat dari zaman ‘ Isa ‘ alaihissalam sampai zaman Nabi Shallallahu ‘ alaihi wa sallam.
Pendapat yang lebih mendekati adalah dari zaman Isa ‘ alaihissalam sampai zamannya Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wa sallam, karena merekalah orang- orang jahiliah yang dikenal.
Disebut jahiliah yang awal, karena mereka telah ada lebih dahulu sebelum umat Muhammad Shallallahu ‘ alaihi wa sallam. (Ma’ anil Qur`an wa I’ rabuha, 4/171)
Al-Imam Ath-Thabari rahimahullahu juga menyebutkan hal ini dalam tafsirnya. (Jami’ ul Bayan fi Ta`wilil Qur`an, 10/294) Mujahid rahimahullahu berkata:
“Seorang wanita berjalan di hadapan orang-orang, itulah yang dinamakan tabarruj jahiliah.”
Qatadah rahimahullahu menambahkan bahwa wanita yang bertabarruj adalah wanita yang keluar rumah dengan berjalan lenggak-lenggok dan genit. (Tafsir Ath-Thabari, 10/294)
Al-Imam Majdudin Abus Sa’ adat Al-Mubarak bin Muhammad Al- Jazari atau yang lebih dikenal dengan Ibnul Atsir rahimahullahu menjelaskan makna tabarruj dari hadits
“Nabiyullah Shallallahu ‘ alaihi wa sallam membenci sepuluh perangai (perbuatan)… (kemudian disebutkan satu persatunya, di antaranya adalah:) tabarruj dengan perhiasan tidak pada tempatnya.” (HR. Abu Dawud no. 4222. Namun hadits ini mungkar3 kata Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Dha’ if Sunan Abi Dawud)
Ibnul Atsir rahimahullahu berkata:
“Tabarruj adalah menampakkan perhiasan kepada laki-laki yang bukan mahram (ajnabi).
Perbuatan seperti ini jelas tercela. Adapun menampakkan perhiasan kepada suami, tidaklah tercela. Inilah makna dari lafaz hadits, ‘ (menampakkan perhiasan) tidak pada tempatnya’ .” (An-Nihayah fi Gharibil Hadits)
Dengan keterangan di atas insya Allah menjadi jelas bagi kita apa yang dimaukan dengan tabarruj.
Hukumnya pun tampak bagi kita, yakni seorang muslimah dilarang keluar rumah dengan tabarruj.
Namun sangat disesalkan kenyataan yang kita dapatkan di
sekitar kita.
Berseliwerannya wanita dengan dandanan aduhai, ditambah wangi yang semerbak di jalan-jalan dan pusat keramaian, sudah dianggap sesuatu yang lazim di negeri ini.
Bahkan kita akan dianggap aneh ketika mengingkarinya.
Tidak usahlah kita membicarakan para wanita yang berpakaian “telanjang” di jalan-jalan, karena keadaan mereka sudah sangat parah, membuat orang yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ ala dan hari akhir bergidik dan terus beristighfar.
Cukup yang kita tuju para muslimah yang masih punya kesadaran berislam walaupun mungkin setipis kulit ari, hingga mereka menutup rambut mereka dengan kerudung dan membalut tubuh mereka dengan pakaian sampai mata kaki dengan berbagai model.
Sangat disesalkan para muslimah yang berkerudung ini ikut berlomba-lomba memperindah penampilannya di depan umum dengan model ‘ busana muslimah’ terkini dan kerudung ‘ gaul’ yang penuh pernak-pernik, pendek, dan transparan. Sehingga, berbusana yang sejatinya bertujuan menutup aurat dan keindahan seorang muslimah di hadapan lelaki selain mahramnya, malah justru menonjolkan keindahan.
Belum lagi wajah dan bibir yang dipoles warna-warni. Tangan yang dihiasi gelang, jari-jemari yang diperindah dengan cincin-cincin, dan parfum yang dioleskan ke tubuh dan pakaian.
Semuanya dipersembahkan di hadapan umum, seolah si wanita berkata,
“Lihatlah aku, pandangilah aku…” .
Wallahul musta’ an… Semua ini jelas merupakan perbuatan tabarruj yang dilarang dalam Al-Qur`anul Karim. Namun betapa jauhnya manusia dari bimbingan Al-Qur`an!!!
Allah Subhanahu wa Ta’ ala melarang para wanita bertabarruj. Namun mereka justru bangga melakukannya, mungkin karena ketidaktahuan atau memang tidak mau tahu.
Bisa jadi ada yang menganggap bahwa larangan tabarruj ini hanya ditujukan kepada istri-istri
Nabi Shallallahu ‘ alaihi wa sallam karena mereka yang menjadi sasaran pembicaraan dalam ayat 33 dari surat Al-Ahzab di atas.
Jawabannya sederhana saja. Bila wanita-wanita shalihah, wanita- wanita yang diberitakan nantinya akan tetap mendampingi Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wa sallam di surga, para Ummahatul Mukminin yang suci itu dilarang ber-tabarruj sementara mereka jauh sekali dari perbuatan demikian, apatah lagi wanita-wanita selain mereka yang hatinya dipenuhi syahwat dunia.
Siapakah yang lebih suci, istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wa sallam ataukah mereka?
Bila istri-istri Rasul Shallallahu ‘ alaihi wa sallam yang merupakan cerminan shalihah bagi wanita-wanita yang bertakwa itu diperintah untuk menjaga diri, jangan sampai jatuh ke dalam fitnah4 dan membuat fitnah, apalagi wanita-wanita yang lain…
Kalau ada yang menganggap larangan tabarruj itu hukumnya khusus bagi istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wa sallam karena mereka adalah pendamping manusia pilihan, kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ ala,
sementara wanita-wanita selain mereka tidak memiliki keistimewaan demikian,
maka kita tanyakan: Dari sisi mana penetapan hukum khusus tersebut, sementara alasan dilarangnya tabarruj karena akan menimbulkan fitnah bagi laki-laki?
5 Laki-laki yang memang diciptakan
punya ketertarikan terhadap wanita, tentunya akan tergoda melihat si wanita keluar dengan keindahannya. Bila tidak ada iman yang menahannya dari kenistaan, niscaya ia akan berpikir macam-macam yang pada akhirnya akan menyeretnya dan menyeret si wanita pada kekejian.
Bila tabarruj dilarang karena alasan seperti ini, lalu apa manfaatnya hukum larangan tersebut hanya khusus bagi para istri Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wa sallam?
Apakah bisa diterima kalau dikatakan para istri Nabi Shallallahu ‘ alaihi wa sallam dilarang tabarruj karena mereka wanita mulia yang harus dijaga, tidak boleh menimbulkan fitnah, sementara wanita selain mereka tidak perlu dijaga dan kalaupun bertabarruj tidak akan membuat fitnah???
Di manakah orang- orang yang katanya berakal itu meletakkan pikirannya?
Wallahul musta’ an.
Al-Imam Abu Bakr Ahmad bin ‘ Ali Ar-Razi Al-Jashshash rahimahullahu menyatakan bahwa beberapa perkara yang disebutkan dalam ayat ini (Al- Ahzab: 33) dan ayat-ayat sebelumnya merupakan pengajaran adab dari Allah Subhanahu wa Ta’ ala terhadap istri-istri Nabi Shallallahu ‘ alaihi wa sallam sebagai penjagaan terhadap mereka dan seluruh wanitanya kaum mukminin juga dituju oleh ayat-ayat ini7. (Ahkamul Qur`an, 3/471)
Surat An-Nur ayat 60 juga menunjukkan bahwa larangan tabarruj tidak hanya khusus bagi
ummahatul mukminin, namun berlaku umum bagi seluruh mukminah.
Bila wanita yang sudah tua dan sudah mengalami menopause saja dilarang tabarruj sebagaimana dalam ayat:
“Dengan tidak bermaksud tabarruj dengan perhiasan yang dikenakan…” (An-Nur: 60)
tentunya larangan kepada wanita yang masih muda lebih utama lagi. Wanita yang keluar rumah dengan tabarruj hendaknya berhati-hati dengan ancaman yang dinyatakan
Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wa sallam dalam sabdanya berikut ini:
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang keduanya
belum pernah aku lihat, pertama: satu kaum yang memiliki cemeti- cemeti seperti ekor sapi yang dengannya mereka memukul manusia. Kedua: para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka menyimpangkan lagi menyelewengkan orang dari kebenaran. Kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang miring/condong. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium wanginya surga padahal wanginya surga sudah tercium dari jarak perjalanan sejauh ini dan itu.” (HR. Muslim no. 5547)
Kata Asy-Syaikh Ibnu ‘ Utsaimin rahimahullahu: “Nabi Shallallahu ‘ alaihi wa sallam mencirikan wanita ahlun nar itu dengan maksudnya mereka mengenakan pakaian, akan tetapi mereka itu “telanjang”, karena pakaian yang mereka kenakan tidaklah menutupi aurat mereka dengan semestinya.
Bisa jadi karena pakaian itu tipis, ketat, atau pendek. Mereka itu menyimpang dari jalan yang benar. menyimpangkan orang lain dari kebenaran karena fitnah yang dimunculkan dari mereka. َ“rambut/kepala mereka seperti punuk unta yang miring”, karena rambut mereka ditinggikan hingga menyerupai punuk unta yang miring.” (Taujihat lil Mu`minat Haulat Tabarruj was Sufur, hal. 18)
Kedua golongan di atas belum ada di zaman Nabi Shallallahu ‘ alaihi wa sallam, namun sekarang telah kita dapatkan.
Hal ini termasuk mukjizat Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wa sallam, di mana apa yang beliau kabarkan pasti terjadi. (Al- Minhaj, 14/336)
Yang perlu diingat, tidaklah satu dosa diancam dengan keras melainkan menunjukkan bahwa dosa tersebut termasuk dosa besar.
Sementara wanita yang keluar rumah dengan berpakaian namun hakikatnya telanjang, yang bertabarruj, berjalan berlenggak lenggok di hadapan kaum lelaki hingga menjatuhkan mereka ke dalam fitnah, dinyatakan tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium bau surga.
Nah, tersisalah pertanyaan: apakah dosa yang diancam seperti ini bisa dianggap remeh?
Maka berhati-hatilah!!!
catatan kaki:
1 Maksudnya pakaian luar yang kalau dibuka tidak menampakkan aurat.
2 Wafat tahun 311 H.
3 Hadits mungkar termasuk dalam hadits yang lemah.
4 Yang dimaksud dengan fitnah di sini adalah sesuatu yang membawa kepada ujian, bala, dan
adzab.
5 Terlebih lagi ada hadits yang berbunyi:
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
6 Wafat tahun 370 H.
7 Yakni ayat ini tidak berlaku secara khusus bagi istri-istri Nabi Shallallahu ‘ alaihi wa sallam namun juga berlaku bagi wanita muslimah lainnya.
Walaupun konteks pembicaraannya memang ditujukan kepada istri- istri Nabi Shallallahu ‘ alaihi wa sallam, namun hukum yang disebutkan di dalam ayat berlaku umum.