Laman

Entri Populer

Tampilkan postingan dengan label larangan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label larangan. Tampilkan semua postingan

Kamis, Februari 03, 2011

Larangan Duduk, Menembok dan Mencat Kuburan

Tidur di atas kuburan Meninggikan kuburan lebih
dari satu jengkal Sebagian kaum muslimin
meninggikan kubur melebihi dari
hal yang dibolehkan agama. Hal
ini mungkin disebabkan karena
mereka belum memahami
tuntunan agama atau karena ada unsur lain seperti ingin
menunjukkan bahwa orang
tersebut seorang yang mulia. “Dari Abu Hayyaaj al-Asady, ia berkata: Berkata kepadaku Ali
bin Abi Tholib radhiyallahu ‘ anhu: Maukah engkau aku utus untuk
melakukan sesuatu yang aku
juga diutus oleh Rasulullah
shallallahu ‘ alaihi wasallam untuk melakukannya? Jangan engkau tinggalkan sebuah
patung melainkan engkau
hancurkan. Dan tidak pula
kuburan yang ditinggikan
kecuali engkau
datarkan.” [HR.Muslim] “Dari Tsumamah bin Syufai, ia berkata: Aku pernah bersama
Fudholah bin Ubaid di negeri
Romawi ‘ Barudis’ . Lalu meninggal salah seorang teman kami. Maka
Fudholah menyuruh untuk
mendatarkan kuburannya.
Kemudian ia berkata: Aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘ alaihi wasallam menyuruh untuk
mendatarkannya.” [HR.Muslim] Menembok dan mencat
kuburan Di antara kebiasan buruk
yang bisa membawa kepada
sikap pengkultusan kuburan
adalah menembok dan mencat kuburan bahkan
ada yang mengkramik
atau dilapisi Marmer. Di samping hal tersebut
diharamkan dalam agama,
termasuk pula membuang
harta kepada sesuatu yang
tidak ada manfaatnya. Dan
yang lebih ditakutkan adalah akan terfitnahnya orang
awam dengan kuburan
tersebut. Sehingga mereka
menganggap kuburan
tersebut memiliki berkah dan
sakti. Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wasallam telah melarang
dengan tegas menembok dan
mencat kuburan dalam sabda
beliau (yang artinya): “Dari Jabir radhiyallahu ‘ anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wasallam melarang mencat kubur,
duduk diatasnya dan
membangun di
atasnya.” [HR.Muslim] Yang dimaksud dengan
membangun dalam hadits
tersebut adalah umum,
sekalipun hanya berbentuk
tembok saja. Apalagi
membuatkan rumah untuk kuburan dengan biaya
banyak sebagaimana telah
dilakukan sebagian orang-
orang yang jahil. Berkata Imam asy-Syafi’ i rahimahullah: “Aku melihat para ulama di Makkah
menyuruh menghancurkan
apa yang dibangun
tersebut.” Al-Manawy berkata: “Kebanyakan ulama Syafi’ iyyah berfatwa tentang wajibnya
menghancurkan segala
bangunan di Qorofah (tanah
pekuburan) sekali pun kubah
Imam kita sendiri Syafi’ i yang dibangun oleh sebagian
penguasa. Membangun rumah untuk
kuburan. Sebagian orang ada pula
yang mambangunkan rumah
untuk kuburan. Bahkan
kadang kala biayanya cukup
besar. Ini adalah salah satu
bentuk penyia-nyiaan dalam penggunaan harta. Mungkin
orang yang melakukan hal
tersebut berasumsi bahwa si
mayat mendapat naungan
dan nyaman dalam kuburnya.
Sesungguhnya tidak ada yang dapat memberikan
kenyamanan dalam kubur
kecuali amalan sendiri, walau
seindah apa pun kuburan
seseorang tersebut. “Ibnu Umar melihat sebuah tenda di atas kubur
Abdurrahman. Maka ia
berkata: “Bukalah tenda tersebut wahai Ghulam
(anak muda), maka
sesungguhnya yang
melindunginya hanyalah
amalannya.” Duduk dan makan di
kuburan. Bentuk lain yang merupakan
jalan membawa kepada
pengkultusan kuburan
adalah kebiasaan sebagian
orang mendatangi kuburan
pada momen-momen tertentu. Seperti mau masuk
bulan suci Ramadhan,
Lebaran atau masa setelah
panen. Mereka berbondong-
bondong ke kuburan dengan
membawa tikar dan makanan. Lalu sesampai di
kuburan membentangkan
tikar dan duduk bersama-
sama. Dilanjutkan dengan
rangkaian acara tahlilan dan
do’ a setelah itu ditutup acara makan bersama. Jika
hal tersebut kita timbang
dengan ajaran Islam yang
dibawa oleh Rasulullah
shallallahu ‘ alaihi wasallam, maka sungguh sangat
bertolak belakang sama
sekali. Jangankan untuk
tahlilan dan makan bersama,
duduk saja tidak
diperbolehkan. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wasallam berikut ini (yang artinya): “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘ anhu berkata: Telah bersabda Rasulullah
shallallahu ‘ alaihi wasallam: "Sungguh salah seorang
kalian duduk di atas
bara api lalu membakar
baju sehingga tembus
ke kulitnya lebih baik
daripada ia duduk di atas kuburan.” [HR.Muslim] Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari [seorang ulama besar
dari Banjarmasin, yang
bermazhab Syafi'i] dalam
kitabnya Sabilal Muhtadin, beliau mengatakan : "Makruh memutihkan kuburan
dengan kafur. Haram
membikin sesuatu
bangunan di atas kuburan
seperti kubah atau
bangunan seperti rumah atau pagar di atas
kuburan . [Sabilal Muhtadin, Bab Jenazah hal. 736-737] Imam Syafi'i dalam kitabnya Al Umm, berkata : "Saya menyukai bahwa tidak
ditambahkan pada
kuburan tanah yang lain.
Dan tiada mengapa bahwa
ada pada kuburan itu
tanah yang lain, apabila ditambahkan padanya
tanah yang lain, maka ia
tinggi sekali. Saya
menyukai bahwa
ditinggikan kuburan atas
permukaan bumi sejengkal atau kira-kira sejengkal.
Saya menyukai bahwa
tidak dibangun kuburan
dan tidak dikapurkan.
Karena yang demikian itu
menyerupai hiasan dan kebanggaan. Dan tidaklah
kematian itu tempat
salah satu dari keduanya.
Saya tidak melihat
kuburan orang-orang
Muhajirin dan Anshar itu dikapurkan." [Kitab Al Umm, bab "Apa Yang Akan Ada
Sesudah Dikuburkan", hal. 216] Wallahu a'lam