Laman

Entri Populer

Tampilkan postingan dengan label keluarga sakinah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label keluarga sakinah. Tampilkan semua postingan

Senin, Mei 09, 2011

seperti apa suami idaman itu ?

Tidak selalu tuntutan untuk berbuat baik dan bersikap baik ditujukan kepada istri dalam hubungan rumah tangga. menjadi istri idaman untuk suami adalah hal yang harus dipenuhi oleh setiap wanita. menjadi suri tauladan dan guru bagi anak-anaknya dan anak- anak suaminya. akan tetapi disamping itu, seorang istri juga miliki hak-hak yang harus dipenuhi oleh suami. Kewajiban yang harus ditunaikan juga mencakup tanggung jawab seorang suami atas seisi rumah. Islam telah membagi antara hak-hak istri dan hak-hak suami agar tidak terjadi kesalah pahaman antara keduanya. diantara hak istri yang harus dipenuhi oleh suami adalah sebagaimana yang difirmankan Allah : ِﺀﺎَﺴِّﻨﻟﺍ ﻰﻠﻋ َﻥﻮُﻣﺍَّﻮَﻗ ُﻝﺎَﺟِّﺮﻟﺍ ﻰﻠﻋ ْﻢُﻬَﻀْﻌَﺑ ُﻪَّﻠﻟﺍ َﻞَّﻀَﻓ ﺎﻤﺑ ْﻦِﻣ ﺍﻮﻘﻔﻧﺃ ﺎﻤﺑﻭ ٍﺾْﻌَﺑ ْﻢِﻬِﻟﺍَﻮْﻣَﺃ Artinya : "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki- laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (QS An- Nisa : 34) Menjadi pemimpin yang bertanggung jawab atas istri, atas segala kebutuhannya, baik itu kebutuhan lahir ataupun batin. perhatian terhadap dirinya, peduli dan menampakkan rasa simpati, berperilaku lemah lembut. tampakkan rasa kasih sayang terhadapnya. Seorang istri tetaplah manusia, yang tidak mungkin dibiarkan begitu saja tanpa perhatian. terkadang sebagian suami bersikap agak tidak peduli terhadap apa yang dilakukan istri. tanpa kata- kata mesra lagi, tanpa sentuhan lembut untuk meringankan bebannya karena dengan setia telah melayaninya. Setelah mempunyai dua atau tiga anak, seseorang telah merasa tua, dan merasa lebih dewasa. jika memang seseorang itu lebih tua akan lebih dewasa, seharusnya setiap orang yang berkeluarga bisa tampil lebih romantis terhadap pasangannya. lebih dekat, dan lebih mengerti setiap apa yang diperlukan pasangannya. bukan tambah renggang hubungannya, bukan pula seperti orang lain yang seperti tidak pernah kenal. Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- ketika telah berumur sekitar 50-an tahun. masih tetap romantis terhadap istrinya 'Aisyah -rodhiyallahu 'anha-. masih tetap perhatian dengan semua istri-istrinya. Dan siapakah suami terbaik? suami terbaik adalah yang sebagaimana disabdakan Rosulullah - sholallahu 'alaihi wasallam- : ِﻪِﻠْﻫَﺄِﻟ ْﻢُﻛُﺮْﻴَﺧ ْﻢُﻛُﺮْﻴَﺧ ، ﺎﻧﺃﻭ ﻲﻠﻫﺄﻟ ْﻢُﻛُﺮْﻴَﺧ Artinya : "sebaik-baik kalian
adalah yang paling baik terhadap keluarganya. dan saya adalah terbaik diantara kalian terhadap keluargaku." (HR Bukhori, Muslim dan lainnya) Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- telah mengatakan bahwa dialah orang terbaik diantara para sahabat-sahabatnya terhadap keluarga. ini berarti beliau adalah sebagai panutan bagi setiap
orang yang telah berkeluarga. agar meniru beliau dalam berumah tangga. Rosulullah - sholallahu 'alaihi wasallam- juga bersabda : ﺎﻧﺎﻤﻳﺇ َﻦﻴِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟﺍ ُﻞَﻤْﻛَﺃ ْﻢُﻛُﺭﺎَﻴِﺧَﻭ ﺎﻘﻠﺧ ْﻢُﻬُﻨَﺴْﺣَﺃ ﺎﻘﻠﺧ ْﻢِﻬِﺋﺎَﺴِﻨِﻟ ْﻢُﻛُﺭﺎَﻴِﺧ Artinya : "Paling sempurnanya iman diantara kalian adalah yang paling baik budi pekertinya. dan paling baik diantara kalian adalah yang paling baik budi pekertinya terhadap istrinya." (HR At-Tirmidzi)

Jumat, Mei 06, 2011

BAHAYA ! DURHAKA KEPADA SUAMI

Tujuan suatu pernikahan
adalah untuk menciptakan
kecenderungan
(ketenangan), kasih
sayang, dan cinta. Sebab
seorang istri akan menjadi penyejuk mata, dan
penenang di kala timbul
problema. Namun, jika istri
itu durhaka lagi
membangkang kepada
suaminya, maka alamat kehancuran ada didepan
mata. Dia tidak lagi menjadi
penyejuk hati, tapi menjadi
musibah dan neraka bagi
suaminya. Allah Subhanahu wa Ta’ ala telah berfirman : “Dan diantara tanda-tanda
kekuasan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-
istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung
dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-
Nya di antaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya
yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-
tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ruum :21) Kedurhakaan seorang istri
kepada suaminya amat
banyak ragam dan
bentuknya, seperti
mencaci-maki suami,
mengangkat suara depan suami, membuat suami
jengkel, berwajah cemberut
depan suami, menolak
ajakan suami untuk jimak,
membenci keluarga suami,
tidak mensyukuri (mengingkari) kebaikan, dan
pemberian suami, tidak mau
mengurusi rumah tangga
suami, selingkuh,
berpacaran di belakang
suami, keluar rumah tanpa izin suami, dan sebagainya. Allah -Subhanahu wa Ta’ la- telah mengancam istri yang
durhaka kepada suaminya
melalui lisan Rasul-Nya
ketika Beliau -Shollallahu
‘ alaihi wasallam- bersabda, “Allah tidak akan melihat seorang istri yang tidak
mau berterima kasih atas
kebaikan suaminya padahal
ia selalu butuh kepada
suaminya” . [HR. An-Nasa'iy dalam Al-
Kubro (9135 & 9136), Al-
Bazzar dalam Al-Musnad
(2349), Al-Hakim dalam Al-
Mustadrok (2771), dan
lainnya. Hadits ini di-shohih- kan oleh Syaikh Al-Albaniy
dalam Ash-Shohihah (289)] Tipe wanita seperti ini
banyak disekitar kita.
Suami yang capek banting
tulang setiap hari untuk
menghidupi anak-anaknya,
dan memenuhi kebutuhannya, namun masih
saja tetap berkeluh kesah
dan tidak puas dengan
penghasilan suaminya. Ia
selalu membanding-
bandingkan suaminya dengan orang lain, sehingga
hal itu menjadi beban yang
berat bagi suaminya. Maka
tidak heran jika neraka
dipenuhi dengan wanita-
wanita seperti ini, sebagaimana sabda Nabi -
Shollallahu ‘ alaihi wasallam- “Telah diperlihatkan neraka kepadaku, kulihat
mayoritas penghuninya
adalah wanita, mereka
telah kufur (ingkar)!” Ada yang bertanya, “apakah mereka kufur (ingkar)
kepada Allah?” Rasullah - Shollallahu ‘ alaihi wasallam- menjawab, “Tidak, mereka mengingkari (kebaikan)
suami. Sekiranya kalian
senantiasa berbuat baik
kepada salah seorang dari
mereka sepanjang
hidupnya, lalu ia melihat sesuatu yang tidak
berkenan, ia (istri durhaka
itu) pasti berkata, “Saya sama sekali tidak pernah
melihat kebaikan pada
dirimu”. [HR. Bukhariy dalam Shohih-nya (29), dan Muslim
dalam Shohih-nya (907)] Hushain bin Mihshon telah
berkata, “Bibiku telah menceritakan kepadaku
seraya berkata,
“Saya mendatangi Rasulullah -Shollallahu
‘ alaihi wasallam- untuk suatu keperluan. Beliau
bertanya:”siapakah ini? Apakah sudah bersuami?.
“sudah!”, jawabku. “Bagaimana hubungan engkau dengannya?”, tanya Rasulullah. “Saya selalu mentaatinya sebatas
kemampuanku”. Rasulullah - Shollallahu ‘ alaihi wasallam- bersabda, “Perhatikanlah selalu bagaimana
hubunganmu dengannya,
sebab suamimu adalah
surgamu, dan nerakamu”. [HR. An-Nasa'iy dalam Al-
Kubro (8963), Ahmad dalam
Al-Musnad (4/341/no.
19025), dan lainnya. Hadits
ini di-shohih-kan oleh Al-
Albaniy dalam Ash-Shohihah (2612), dan Adab Az-Zifaf
(hal. 213)] Dari hadits ini, kita telah
mengetahui betapa besar
dan agungnya hak-hak
suami yang wajib dipenuhi
seorang istri sampai
Rasulullah -Shollallahu ‘ alaihi wasallam- pernah bersabda, “Sekiranya aku boleh memerintahkan seseorang
untuk sujud kepada lainnya,
niscaya akan kuperintahkan
seorang istri sujud kepada
suaminya” . [HR. At- Tirmidziy dalam As-Sunan
(1159), dan lainnya. Hadits
ini di-shohih-kan oleh
Syaikh Al-Albaniy dalam Al-
Irwa' (1998)] Jika seorang istri tidak
memenuhi hak-hak tersebut
atau durhaka kepada
suami, maka ia
mendapatkan ancaman dari
Allah -Ta’ ala- lewat lisan Nabi -Shallallahu ‘ alaihi wa sallam-, “Ada dua orang yang sholatnya tidak
melampaui kepalanya: budak
yang lari dari majikannya
sampai ia kembali, dan
wanita yang durhaka
kepada suaminya sampai ia mau rujuk (taubat)”. [HR. Ath-Thobroniy dalam
Ash-Shoghir (478), dan Al-
Hakim dalam Al-Mustadrok
(7330)] Nabi -Shallallahu ‘ alaihi wa sallam- bersabda, “Ada tiga orang yang sholatnya tidak melampaui
telinganya: Hamba yang lari
sampai ia mau kembali,
wanita yang bermalam
(tidur, red), sedang
suaminya masih marah kepadanya, dan seorang
pemimpin kaum, sedang
mereka benci kepadanya”. [HR. At-Tirmidziy (360).
Hadits ini di-hasan-kan oleh
Al-Albaniy dalam Takhrij Al-
Misykah (1122)] Ini merupakan ancaman
yang amat keras bagi para
wanita durhaka, karena
kedurhakaannya menjadi
sebab tertolaknya amal
sholatnya di sisi Allah. Dia sholat hanya sekedar
melaksanakan kewajiban di
hadapan Allah. Adapun
pahalanya, maka ia tak
akan mendapatkannya,
selain lelah dan capek saja. Wal’ iyadzu billahmin dzalik. Diantara bentuk
kedurhakaan seorang istri
kepada suaminya,
enggannya seorang istri
untuk memenuhi hajat
biologis suaminya. Keengganan seorang istri
dalam melayani suaminya,
lalu suami murka dan
jengkel merupakan sebab
para malaikat melaknat
istri yang durhaka seperti ini. Nabi -Shallallahu ‘ alaihi wa sallam- bersabda, “Jika seorang suami mengajak istrinya
(berjimak) ke tempat tidur,
lalu sang istri enggan, dan
suami bermalam dalam
keadaan marah kepadanya,
maka para malaikat akan melaknat sang istri sampai
pagi”. [HR. Al-Bukhoriy Kitab Bad'il Kholq (3237),
dan Muslim dalam Kitab An-
Nikah (1436)] Seorang suami saat ia
butuh pelayanan biologis
(jimak) dari istrinya, maka
seorang istri tak boleh
menolak hajat suaminya,
bahkan ia harus berusaha sebisa mungkin memenuhi
hajatnya, walaupun ia
capek atau sibuk dengan
suatu urusan. Nabi -
Shallallahu ‘ alaihi wa sallam- bersabda, “Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad ada di Tangan-
Nya, seorang istri tak akan
memenuhi hak Robb-nya
sampai ia mau memenuhi
hak suaminya. Walaupun
suaminya meminta dirinya (untuk berjimak), sedang ia
berada dalam sekedup,
maka ia (istri) tak boleh
menghalanginya”. [HR. Ibnu Majah dalam Kitab
An-Nikah (1853). Hadits ini
dikuatkan oleh Al-Albaniy
dalam Adab Az-Zifaf (hal.
211)] Perhatikan hadits ini, Nabi -
Shallallahu ‘ alaihi wa sallam- memberikan
bimbingan kepada para
wanita yang bersuami agar
memperhatikan suaminya
saat-saat ia dibutuhkan
oleh suaminya. Sebab kebanyakan problema
rumah tangga timbul dan
berawal dari masalah
kurangnya perhatian istri
atau suami kepada
kebutuhan biologis pasangannya, sehingga
“solusinya” (baca: akibatnya) munculllah
kemarahan, dan
ketidakharmonisan rumah
tangga. Syaikh Al-Albaniy-
rahimahullah- berkata
dalam Adab Az-Zifaf (hal.
210), “Jika wajib bagi seorang istri untuk
mentaati suaminya dalam
hal pemenuhan biologis
(jimak), maka tentunya
lebih wajib lagi baginya
untuk mentaati suami dalam perkara yang lebih penting
dari itu, seperti mendidik
anak, memperbaiki
(mengurusi) rumah tangga,
dan sejenisnya diantara
hak dan kewajibannya”. Seorang wanita yang
durhaka kepada suaminya,
akan selalu dibenci oleh
suaminya, bahkan ia akan
dibenci oleh istri suaminya
dari kalangan bidadari di surga. Istri bidadari ini
akan marah. Saking
marahnya, ia mendoakan
kejelekan bagi wanita yang
durhaka kepada suaminya.. Nabi -Shallallahu ‘ alaihi wa sallam- bersabda, “Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di
dunia, melainkan istrinya
dari kalangan bidadari akan
berkata, “Janganlah engkau menyakitinya.
Semoga Allah memusuhimu.
Dia (sang suami) hanyalah
tamu di sisimu; hampir saja
ia akan meninggalkanmu
menuju kepada kami”. [HR. At-Tirmidziy Kitab Ar-
Rodho' (1174), dan Ibnu
Majah dalam Kitab An-Nikah
(2014). Hadits ini di-shohih-
kan oleh Al-Albaniy dalam
Adab Az-Zifaf (hal. 212)] Demikianlah bahayanya
seorang wanita melakukan
kedurhakaan kepada
suaminya, yakni tak mau
taat kepada suami dalam
perkara-perkara yang ma’ ruf (boleh) menurut syari’ at. Semoga wanita- wanita yang durhaka
kepada suaminya mau
kembali berbakti, dan
bertaubat sebelum ajal
menjemput. Pada hari itulah
penyesalan tak lagi bermanfaat baginya.

Minggu, Mei 01, 2011

10 nasehat untuk para istri

Berikut ini sepuluh wasiat
untuk wanita, untuk istri,
untuk ibu rumah tangga
dan ibunya anak-anak yang
ingin menjadikan rumahnya
sebagai pondok yang tenang dan tempat nan aman yang dipenuhi cinta dan kasih sayang,
ketenangan dan kelembutan.

Wahai wanita mukminah! Sepuluh wasiat ini aku persembahkan untukmu, yang dengannya engkau
membuat ridla Tuhanmu,
engkau dapat membahagiakan suamimu dan engkau dapat menjaga
tahtamu.

Wasiat Pertama:

Takwa kepada Allah dan menjauhi
maksiat Sesungguhnya kemaksiatan
menghancurkan negeri dan
menggoncangkan kerajaan,
dan sudah tentu dapat
meng goncangkan rumahmu.
Wahai hamba Allah…
Jagalah Allah niscaya
Dia akan menjagamu dan menjaga
untukmu suamimu dan
rumahmu.
Sesungguhnya ketaatan akan
mengumpulkan hati dan mempersatukannya,
sedangkan kemaksiatan
akan mengoyak hati dan
mencerai-beraikan keutuhannya. Maka hati-hatilah wahai saudariku muslimah dari berbuat
maksiat,
antara lain :
- Meninggalkan shalat atau
mengakhirkannya atau
menunaikannya dengan cara
yang tidak benar.
- Duduk di majlis ghibah dan namimah,berbuat riya’ dan sum’ ah. - Menjelekkan dan
mengejek orang lain.

Allah berfirman:

“Wahai orang- orang yang beriman,
janganlah suatu kaum
mengolok-olokkan kaum
yang lain(karena) boleh jadi
mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-
olokkan) dan janganlah wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain(karena) boleh jadi wanita-
wanita (yang diperolok- olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan).” (Al Hujuraat: 11)

- Keluar menuju pasar
tanpa kepentingan yang
sangat mendesak dan tanpa
didampingi mahram.

Nabi shallallahu ‘ alaihi wasallam bersabda:

“Negeri yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan negeri
yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasarnya.”

- Mendidik anak dengan
pendidikan barat atau menyerahkan pendidikan anak kepada para
pembantu dan pendidik-
pendidik yang kafir.

- Meniru wanita-wanita kafir.

Nabi shallallahu ‘ alaihi wasallam bersabda:

“Siapa yang menyerupai suatu
kaum maka ia termasuk
golongan mereka.”

- Membiarkan suami dalam
kemaksiatannya.

(3) - Bersahabat dengan
wanita-wantia fajir dan
fasik.

Nabi shallallahu ‘ alaihi wasallam bersabda: “Seseorang itu menurut agama temannya.” – Tabarruj (pamer kecantikan) dan sufur
(membuka wajah)

Wasiat kedua: Berupaya
mengenal dan memahami
suami Hendaknya seorang istri
berupaya memahami
suaminya.
Ia tahu apa yang
disukai suami maka ia berusaha memenuhinya.
Dan ia tahu apa yang dibenci suami maka ia berupaya untuk menjauhinya, dengan
catatan selama tidak dalam
perkara maksiat kepada
Allah, karena tidak ada
ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al
Khaliq (Allah Ta`ala).

Wasiat ketiga: Ketaatan
yang nyata kepada suami
dan bergaul dengan baik Sesungguhnya hak suami
atas istrinya itu besar.

Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wasallam bersabda:

“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang
untuk sujud kepada orang
lain niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.

” Hak suami yang pertama
adalah ditaati dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah dan
baik dalam bergaul dengannya serta tidak mendurhakainya.

Bersabda Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wasallam:

“Dua golongan yang shalatnya tidak akan melewati kepalanya, yaitu
budak yang lari darituannya hingga ia kembali dan istri yang durhaka kepada suaminya hingga ia kembali.”
Karena itulah Aisyah Ummul Mukminin berkata dalam
memberi nasehat kepada
para wanita:

“Wahai sekalian wanita, seandainya
kalian mengetahui hak
suami-suami kalian atas diri
kalian niscaya akan ada
seorang wanita di antara
kalian yang mengusap debu dari kedua kaki suaminya
dengan pipinya.

” Engkau termasuk sebaik-
baik wanita!! Dengan ketaatanmu kepada suamimu dan baiknya
pergaulanmu terhadapnya,
engkau akan menjadi
sebaik-baik wanita, dengan
izin Allah.

Pernah ada yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wasallam: “Wanita bagaimanakah yang terbaik?”
Beliau menjawab: “Yang menyenangkan suami ketika dipandang, taat kepada suami jika
diperintah dan ia tidak
menyalahi pada dirinya dan
hartanya dengan yang tidak disukai suaminya.” (Isnadnya hasan)

Ketahuilah, engkau
termasuk penduduk surga
dengan izin Allah, jika
engkau bertakwa kepada
Allah dan taat kepada
suamimu, berdasarkan
sabda Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wasallam:

“Bila seorang wanita shalat lima waktu, puasa pada bulan Ramadlan, menjaga kemaluannya dan taat
kepada suaminya, ia akan
masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.”

Wasiat keempat: Bersikap
qana’ ah (merasa cukup)

Kami menginginkan wanita
muslimah ridla dengan apa
yang diberikan (suami) untuknya baik itu sedikit ataupun banyak. Maka janganlah ia menuntut di luar kesanggupan suaminya
atau meminta sesuatu yang
tidak perlu.

Dalam riwayat disebutkan

“Wanita yang paling besar barokahnya.”
Wahai siapa gerangan
wanita itu?!
Apakah dia yang menghambur-
hamburkan harta menuruti
selera syahwatnya dan mengenyangkan keinginannya? Ataukah dia yang biasa mengenakan
pakaian termahal walau
suaminya harus berhutang
kepada teman-temannya
untuk membayar harganya?!

Sekali-kalitidak… demi Allah, namun (mereka adalah):

“Wanita yang paling besar barokahnya adalah yang
paling ringan maharnya.”

Renungkanlah wahai
suadariku muslimah adabnya
wanita salaf radliallahu
‘ anhunna…

Salah seorang dari mereka bila suaminya hendak keluar rumah ia
mewasiatkan satu wasiat
padanya. Apa wasiatnya?
Ia berkata kepada sang suami:

“Hati-hatilah engkau wahai suamiku dari penghasilan yang haram, karena kami bisa bersabar dari rasa
lapar namun kami tidak bisa
sabar dari api neraka…”

Wasiat kelima:

Baik dalam mengatur urusan rumah,
seperti mendidik anak-anak
dan tidak menyerahkannya
pada pembantu, menjaga
kebersihan rumah dan menatanya dengan baik dan
menyiapkan makan pada
waktunya.
Termasuk pengaturan yang
baik adalah istri.membelanjakan harta suaminya pada tempatnya
(dengan baik), maka ia
tidak berlebih-lebihan dalam perhiasan dan alat-alat
kecantikan.

Wasiat keenam:
Baik dalam bergaul dengan keluarga
suami dan kerabat- kerabatnya, khususnya dengan ibu suami sebagai orang yang paling dekat dengannya.

Wajib bagimu untuk
menampakkan kecintaan
kepadanya, bersikap lembut, menunjukkan rasa hormat, bersabar atas kekeliruannya dan engkau melaksanakan semua perintahnya selama tidak bermaksiat kepada Allah semampumu.

Berapa banyak rumah
tangga yang masuk padanya pertikaian dan perselisihan disebabkan buruknya sikap istri
terhadap ibu suaminya dan
tidak adanya perhatian
akan haknya..

Ingatlah wahai hamba Allah,
sesungguhnya yang bergadang dan memelihara pria yang sekarang menjadi suamimu adalah ibu ini,
maka jagalah dia atas kesungguhannya dan
hargailah apa yang telah
dilakukannya.

Semoga Allah menjaga dan memeliharamu.
Maka adakah balasan bagi
kebaikan selain kebaikan?

Wasiat ketujuh:
Menyertai suami dalam perasaannya
dan turut merasakan duka
cita dan kesedihannya.

Jika engkau ingin hidup
dalam hati suamimu maka
sertailah dia dalam duka cita dan kesedihannya.
Aku ingin mengingatkan engkau
dengan seorang wanita yang terus hidup dalam hati suaminya sampaipun ia telah meninggal dunia.

Tahun-tahun yang terus
berganti tidak dapat
mengikis kecintaan sang suami padanya dan panjangnya masa tidak
dapat menghapus kenangan
bersamanya di hati suami.
Bahkan ia terus mengenangnya dan bertutur tentang andilnya
dalam ujian,
kesulitan dan musibah yang dihadapi.

Wasiat kedelapan:
Bersyukur (berterimankasih) kepada suami atas kebaikannya dan tidak
melupakan keutamaannya.

Siapa yang tidak tahu
berterimakasih kepada
manusia, ia tidak akan
dapat bersyukur kepada
Allah.

Maka janganlah
meniru wanita yang jika suaminya berbuat kebaikan
padanya sepanjang masa
(tahun), kemudian ia
melihat sedikit kesalahan
dari suaminya, ia berkata:

“Aku sama sekali tidak melihat kebaikan darimu…”

Nabi shallallahu ‘ alaihi wasallam telah bersabda:

“Wahai sekalian wanita bersedekahlah karena aku
melihat mayoritas penduduk
nereka adalah kalian.” Maka mereka (para wanita)
berkata: “Ya Rasulullah kepada demikian?” Beliau menjawab: “Karena kalian banyak melaknat dan
mengkufuri kebaikan
suami.” Mengkufuri kebaikan suami
adalah menentang
keutamaan suami dan tidak
menunaikan haknya. Wahai istri yang mulia! Rasa
terima kasih pada suami
dapat engkau tunjukkan
dengan senyuman manis di
wajahmu yang menimbulkan
kesan di hatinya, hingga terasa ringan baginya
kesulitan yang dijumpai
dalam pekerjaannya. Atau
engkau ungkapkan dengan
kata-kata cinta yang
memikat yang dapat menyegarkan kembali
cintamu dalam hatinya. Atau
memaafkan kesalahan dan
kekurangannya dalam
menunaikan hakmu. Namun
di mana bandingan kesalahan itu dengan
lautan keutamaan dan
kebaikannya padamu. Nabi shallallahu ‘ alaihi wasallam bersabda: “Allah tidak akan melihat kepada istri yang tidak
tahu bersyukur kepada
suaminya dan ia tidak
merasa cukup darinya.” Wasiat kesembilan:
Menyimpan rahasia suami
dan menutupi
kekurangannya (aibnya). Istri adalah tempat rahasia
suami dan orang yang
paling dekat dengannya
serta paling tahu
kekhususannya (yang paling
pribadi dari diri suami). Bila menyebarkan rahasia
merupakan sifat yang
tercela untuk dilakukan
oleh siapa pun maka dari
sisi istri lebih besar dan
lebih jelek lagi. Sesungguhnya majelis (dan
pergaulan, red) sebagian
wanita tidak luput dari
membuka dan menyebarkan
aib-aib suami atau sebagian
rahasianya. Ini merupakan bahaya besar dan dosa
yang besar. Karena itulah
ketika salah seorang istri
Nabi shallallahu ‘ alaihi wasallam menyebarkan satu
rahasia beliau, datang
hukuman keras, Rasulullah
shallallahu ‘ alaihi wasallam bersumpah untuk tidak
mendekati istri tersebut
selama satu bulan penuh.
Allah Azza wa Jalla
menurunkan ayat-Nya
berkenaan dengan peristiwa tersebut. “Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara
rahasia kepada salah
seorang dari isteri-
isterinya suatu peristiwa.
Maka tatkala si istri
menceritakan peristiwa itu (kepada yang lain), dan
Allah memberitahukan hal
itu kepada Muhammad lalu
Muhammad memberitahukan
sebagian (yang diberitakan
Allah kepada beliau) dan menyembunyikan sebagian
yang lain.” (At Tahriim: 3) Oleh karena itu, wahai
saudariku muslimah,
simpanlah rahasia-rahasia
suamimu, tutuplah aibnya
dan jangan engkau
tampakkan kecuali karena maslahat yang syar’ i seperti mengadukan
perbuatan dhalim kepada
Hakim atau Mufti (ahli
fatwa) atau orang yang
engkau harapkan
nasehatnya. Sebagimana yang dilakukan Hindun
radliallahu ‘ anha di sisi Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wasallam. Hindun berkata:
“Abu Sufyan adalah pria yang kikir, ia tidak
memberiku apa yang
mencukupiku dan anak-
anakku. Apakah boleh aku
mengambil dari hartanya
tanpa izinnya?!” Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wasallam bersabda: “Ambillah yang mencukupimu dan anakmu
dengan cara yang ma`ruf.” Cukup bagimu wahai
saudariku muslimah sabda
Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wasallam: “Sesungguhnya termasuk sejelek-jelek kedudukan
manusia pada hari kiamat di
sisi Allah adalah pria yang
bersetubuh dengan istrinya
dan istri yang bersetubuh
dengan suaminya, kemudian salah seorang dari
keduanya menyebarkan
rahasia pasangannya.” Wasiat terakhir: Kecerdasan
dan kecerdikan serta
berhati-hati dari
kesalahan-kesalahan. - Termasuk kesalahan
adalah: Seorang istri
menceritakan dan
menggambarkan kecantikan
sebagian wanita yang
dikenalnya kepada suaminya, padahal
Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wasallam telah melarang
yang demikian itu dengan
sabdanya: “Janganlah seorang wanita bergaul dengan wanita lain
lalu ia mensifatkan wanita
itu kepada suaminya
sehingga seakan-akan
suaminya melihatnya.” Hikmah dari larangan itu
adalah kekhawatiran
kagumnya orang yang
diceritakan terhadap
wanita yang sedang
digambarkan, maka hatinya tergantung dengannya
(menerawang
membayangkannya)
sehingga ia jatuh kedalam
fitnah. Terkadang yang
menceritakan itu adalah istrinya -sebagaimana
dalam hadits dia atas-
maka bisa jadi hal itu
mengantarkan pada
perceraiannya.
Menceritakan kebagusan wanita lain kepada suami
mengandung kerusakan-
kerusakan yang tidak
terpuji akibatnya. - Termasuk kesalahan
adalah apa yang dilakukan
sebagian besar istri ketika
suaminya baru kembali dari
bekerja. Belum lagi si suami
duduk dengan enak, ia sudah mengingatkannya
tentang kebutuhan rumah,
tagihan, tunggakan-
tunggakan dan uang jajan
anak-anak. Dan biasanya
suami tidak menolak pembicaraan seperti ini,
akan tetapi seharusnyalah
seorang istri memilih waktu
yang tepat untuk
menyampaikannya. - Termasuk kesalahan
adalah memakai pakaian
yang paling bagus dan
berhias dengan hiasan yang
paling bagus ketika keluar
rumah. Adapun di hadapan suami, tidak ada kecantikan
dan tidak ada perhiasan. Dan masih banyak lagi
kesalahan lain yang menjadi
batu sandungan
(penghalang) bagi suami
untuk menikmati
kesenangan dengan istrinya. Istri yang cerdas
adalah yang menjauhi
semua kesalahan itu. Diringkas /disadur dengan
merujuk pada : ﻞﻛﺎﺸﻣ ﻼﺑ ﺓﺮﺳﻷﺍ karya Mazin bin Abdul Karim Al
Farih. Edisi Indonesia: Rumah
Tangga Tanpa Problema; bab
Sepuluh Wasiat untuk Istri yang
Mendambakan “Keluarga Bahagia tanpa Problema”, hal. 59-82. Penerjemah: Ummu Ishâq Zulfâ
bintu Husein.