Laman

Entri Populer

Tampilkan postingan dengan label syirik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label syirik. Tampilkan semua postingan

Minggu, Mei 01, 2011

sudahkah anda memahami kalimat syahadat dengan benar ?

Setiap muslim seyogyanya
mengerti dan memiliki
kepedulian terhadap
perkara agamanya. Terlebih
tatkala dia hidup dimasa
kini yang jauh dari jaman kenabian Muhammad
Shalallahu ‘ Alaihi Wasallam dan semakin dekat dengan
hari kiamat. Dia hidup di
tengah kebodohan (ilmu
agama) yang telah
menyebar sedangkan ilmu
agama yang benar semakin pudar dengan meninggalnya
para ulama (satu demi
satu). Di antara perkara yang
harus dimengerti tersebut
adalah dua kalimat
syahadat, sebuah perkara
yang Allah dan rasul-Nya
jadikan sebagai rukun terpenting dari rukun-
rukun Islam, dinding
pembatas antara iman dan
kekufuran, halal atau
haramnya darah dan harta
seseorang untuk ditumpahkan dan diambil.
Bahkan sebagai faktor
penentu seseorang menjadi
penghuni Jannah (surga)
atau Naar (neraka). Allah Subhanahu Wa Ta’ ala berfirman: “Hanyalah orang-orang yang beriman itu adalah
orang-orang yang beriman
kepada Allah dan Rasul-
Nya.” (Al Hujuraat : 15). Rasulullah Shalallahu ‘ Alaihi Wasallam bersabda : “Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang benar
kecuali Allah dan Muhammad
itu adalah utusan Allah…” (H. R. Muslim). Beliau Shalallahu ‘ Alaihi Wasallam juga bersabda : “Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai
mereka bersaksi bahwa
tiada sesembahan yang
benar kecuali Allah dan
Muhammad adalah utusan
Allah, menegakkan shalat dan mengeluarkan zakat.
Apabila mereka telah
melakukannya maka mereka
telah menjaga darah dan
hartanya dariku kecuali
dengan haknya, sedangkan hisab mereka di sisi Allah.” (Muttafaqun ‘ Alaihi). Memang, dua kalimat
syahadat merupakan
sebuah persaksian seorang
muslim tentang hak Allah
dan rasul-Nya. Namun,
hendaklah dia ketahui bahwa persaksian itu
tidaklah cukup dengan
ucapan lisannya saja,
walaupun dia fasih dalam
mengucapkannya. Tetapi ia
juga sangat membutuhkan pengetahuan dan amalan
tentang makna dan
kandungannya. Allah Subhanahu Wa Ta’ ala sendiri banyak
menyebutkan tentang
makna dan kandungan
syahadat Laa Ilaaha Illallah
di dalam kitab-Nya yang
suci. Di antaranya Allah ceritakan tentang kisah
antara nabi Ibrahim ‘ Alaihi Salam dengan kaumnya : “Dan ketika Ibrahim berkata kepada bapak dan
kaumnya: “Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa
yang kalian sembah kecuali
Dzat yang telah
menciptakanku, Dialah yang
benar-benar menunjukiku,
dan Dia (Allah) yang telah menjadikan sikap berlepas
diri dan loyalitasnya
tersebut sebagai kalimat
yang selalu ada pada
keturunannya (Ibrahim)
agar mereka kembali kepada tauhid.” (Az Zukhruf : 26-28). Al Imam Ibnul Qayyim
rahimahullah mengatakan
tentang tafsir ayat
tersebut: “Yaitu Allah telah menjadikan sikap loyalitas
kepada-Nya dan berlepas
diri dari setiap sesembahan
selain-Nya sebagai kalimat
yang selalu ada pada
keturunannya (Ibrahim). Para nabi dan pengikut
mereka akan saling
mewarisi kalimat tersebut.
Ia adalah Laa Ilaaha Illallah
yang telah diwariskan oleh
imam para Ahlut Tauhid yaitu Ibrahim kepada para
pengikutnya sampai hari
kiamat.” Penggalan (lafadz
syahadat) “Laa Ilaaha” yang mengandung arti
peniadaan (penolakan, red)
atas segala sesuatu
sebagai (yang boleh
dijadikan, red) sesembahan.
Sedangkan (lafadz syahadat) “Illallah” yang mengandung penetapan
bahwa Allah Subhanahu Wa
Ta’ ala adalah satu-satunya sesembahan yang berhak
untuk diibadahi. Kesimpulannya bahwa
makna sekaligus kandungan
yang sebenarnya tentang
syahadat “Laa Ilaaha Illallah” adalah tiada sesembahan yang berhak
untuk diibadahi melainkan
hanya Allah saja. Uniknya makna yang sah
dari tinjauan syar’ i maupun bahasa Arab tersebut
sangat dipahami dan
diketahui orang-orang
musyrikin di jaman
Rasulullah Shalallahu ‘ Alaihi Wasallam, akan tetapi sifat
sombong dan gengsi dengan
agama nenek moyang
mereka menjadi faktor
penghalang untuk menerima
seruan dakwah Laa Ilaaha Illallah. Allah Subhanahu Wa
Ta’ ala berfirman: “Sesungguhnya bila dikatakan kepada mereka
Laa Ilaaha Illallah, mereka
menyombongkan diri.” (Ash Shaffaat: 35). Kesalahan Sebagian Orang Dalam Memaknai Syahadat Berdasar tinjauan makna
dan kandungan Laa Ilaaha
Illallah yang sedemikian
rupa maka sangatlah tidak
tepat bila ada sebagian
orang yang memberikan makna syahadat tersebut
dengan berbagai makna
misalnya: “Tidak ada pencipta, pengatur, dan pemberi rizki
kecuali Allah.” “Tidak ada Tuhan kecuali Allah.” Atau yang lebih tragis lagi
bila seorang “cendekiawan muslim” memberikan makna yang nyeleneh: “Tidak ada tuhan kecuali Tuhan.” Subhanallah !! Semua
pendapat yang semata-
mata dari akal pikiran dan
jauh dari petunjuk Al
Qur’ an dan As Sunnah di atas, sesungguhnya masih
meninggalkan adanya
kemungkinan pengakuan
terhadap sesembahan selain
Allah. Tidaklah mengherankan
akibat kesalahan di dalam
memahami makna dan
kandungan syahadat Laa
Ilaaha Illallah, banyak di
antara kaum muslimin yang terjatuh ke dalam berbagai
bentuk kesyirikan yang
sebenarnya pernah, atau
bahkan belum pernah
dipraktekkan kaum
musyrikin jahiliyyah meskipun mereka
mengucapkan syahadat di
dalam dzikir, shalat dan
do’ a mereka. Wallahul Musta’ an. Syahadat Rasul Muhammadur- Rasulullah Para pembaca yang mulia,
manakala seseorang telah
mengerti dan meyakini
bahwasanya tidak ada
sesembahan yang benar
kecuali Allah saja maka dia tidak akan mampu
mengetahui cara dan
bentuk ibadah yang akan
dia persembahkan kepada-
Nya kecuali hanya dengan
petunjuk utusan-Nya yaitu Rasulullah Muhammad
Shalallahu ‘ Alaihi Wasallam. Di sinilah letak pentingnya
mengetahui makna dan
kandungan syahadat rasul
Muhammadur- rasulullah
terlebih dahulu sebelum
berbicara tentang syari’ at dan sunnah-sunnahnya.
Tidaklah sah dan diterima
syahadat Laa Ilaaha Illallah
tanpa adanya syahadat ini. Sangatlah banyak dalil-dalil
baik dari Al Qur’ an dan As Sunnah yang menunjukkan
makna syahadat ini yang
pada akhirnya para ulama
menyebutkannya secara
ringkas sebagai berikut: 1. Mentaati Rasul Shalallahu
‘ Alaihi Wasallam dalam apa yang beliau perintahkan. 2. Membenarkan segala apa
yang beliau beritakan. 3. Menjauhi apa yang beliau
larang. 4. Tidaklah Allah diibadahi
melainkan dengan apa yang
Rasul Shalallahu ‘ Alaihi Wasallam tersebut ajarkan. 5. Bahwa Muhammad
Shalallahu ‘ Alaihi Wasallam adalah seorang rasul yang
tidak boleh didustai
sekaligus sebagai seorang
hamba yang tidak boleh
diibadahi. Oleh karena itu seseorang
yang mengaku cinta dan
sebagai pengikut Rasul
Shalallahu ‘ Alaihi Wasallam tidaklah pantas untuk
mendahulukan (=lebih
membenarkan, red) ucapan
seorang guru, ustadz
ataupun kyainya daripada
ucapan Rasul tersebut. Tidaklah layak seorang
yang telah bersyahadat
bahwa Muhammad adalah
utusan Allah untuk menolak
atau ragu terhadap sebuah
hadits karena – menurut anggapan dia – tidak sesuai dengan perkembangan
jaman, penelitian para
ilmuwan atau akal
pikirannya. Dan masih
banyak lagi bentuk-bentuk
pelanggaran terhadap hak Rasul Shalallahu ‘ Alaihi Wasallam atau syahadat
Muhamadurrasulullah. Syarat-syarat Agar Seorang Muslim Mampu Memahami Syahadat Kedua syahadat ini
sebagaimana rukun Islam
yang lainnya memiliki
beberapa syarat yang
seseorang tidak akan
mendapatkan manfaat dengan persaksiannya
kecuali menyempurnakan
dan berpegang teguh
dengan syarat-syaratnya. Alhamdulillah, Allah telah
mudahkan kita untuk
mengetahuinya melalui para
ulama – semoga Allah merahmati kita dan mereka
semuanya. Mereka (para
ulama) telah kumpulkan
beberapa syarat yakni: 1. Al Ilmu, yaitu mengetahui tentang kandungan dan
konsekuensi dua kalimat
syahadat dengan ilmu yang
benar. Allah Subhanahu Wa
Ta’ ala berfirman (artinya): “Kecuali orang-orang yang bersaksi kebenaran (Laa
Ilaaha Illallah) dalam
keadaan mereka berilmu.” (Az Zukhruf : 86). 2. Al Yaqin, yaitu keyakinan yang mantap tentang
konsekuensi dari dua
kalimat syahadat tersebut.
Allah Subhanahu Wa Ta’ ala berfirman (artinya): “Hanyalah orang-orang yang beriman itu adalah
orang-orang yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya
kemudian tidak ragu
(dengan keimanannya).” (Al Hujuraat : 15). 3. Al Qabul, yaitu menerima kandungan dua kalimat
syahadat dengan hati dan
mengikrarkan dengan
lisannya. Dalilnya adalah
setiap firman Allah
Subhanahu Wa Ta’ ala yang memberitakan tentang
keselamatan dan
keutamaan bagi siapa saja
yang menerima Laa Ilaaha
Illallah. Sebaliknya
kecelakaan dan adzab bagi siapa saja yang menolak
kalimat agung tersebut. 4. Al Inqiyad, yakni tunduk terhadap kandungan dan
makna dua kalimat
syahadat. Allah Subhanahu
Wa Ta’ ala berfirman (artinya): “Dan barangsiapa yang menundukkan
wajahnya kepada Allah dan
berbuat baik maka dia
telah berpegang teguh
dengan tali yang kuat (Laa
Ilaaha Illallah).” (Luqman : 22). 5. Ash Shidq, adalah jujur di dalam mengikrarkannya
baik dengan lisan maupun
hatinya. Rasulullah
Shalallahu ‘ Alaihi Wasallam bersabda: “Tidaklah seseorang yang bersaksi
Laa Ilaaha Illallah wa anna
Muhammadar-rasulullah
dengan jujur dari hatinya
kecuali Allah haramkan Naar
baginya.” (Muttafaqun ‘ Alaihi). 6. Al Ikhlas, maknanya membersihkan amalan
dengan niat yang benar
dan bersih dari noda-noda
kesyirikan. Rasulullah
Shalallahu ‘ Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan (Naar)
bagi seseorang yang
mengucapkan Laa Ilaaha
Illallah dalam keadaan dia
mengharap wajah Allah
‘ Azza Wa Jalla (ikhlas) .” (Muttafaqun ‘ Alaihi). 7. Al Mahabbah, artinya mencintai dua kalimat
syahadat ini, kandungannya
dan orang-orang yang
berpegang teguh dengan
dua kalimat syahadat
tersebut. Sebaliknya membenci terhadap siapa
saja yang menentang dan
menolak dua kalimat
syahadat. Rasulullah
Shalallahu ‘ Alaihi Wasallam bersabda: “Tiga perkara yang barangsiapa
memilikinya maka dia akan
mendapatkan manisnya
iman: Allah dan Rasul-Nya
lebih dia cintai daripada
selain keduanya, mencintai seseorang tidaklah dia
mencintainya kecuali karena
Allah, dan benci untuk
kembali kepada kekufuran
setelah Allah selamatkan
darinya sebagaimana ia benci apabila dilemparkan
ke dalam api.” (Muttafaqun ‘ Alaihi). Wallahu A’ lam Bish Shawab. TAMBAHAN (Tanya – Jawab) Tanya: Apakah cukup bagi seseorang mengucapkan
dua kalimat syahadat tanpa
mengamalkan
kandungannya ? Jawab: Asy Syaikh Shalih Al Fauzan Hafizhahullah di
dalam Al Muntaqa 1/9
memberikan jawaban
tentang pertanyaan yang
hampir mirip dengan
pertanyaan tersebut: - Barangsiapa yang
mengucapkan syahadat Laa
Ilaaha Illallah wa Anna
Muhammadar Rasulullah
maka ia dihukumi sebagai
muslim terlebih dahulu, dan dijaga darahnya. - Bila dia mengamalkan
kandungan dan
konsekuensinya baik secara
dhohir maupun batin maka
dia adalah muslim yang
sebenar-benarnya. Baginya kabar gembira di kehidupan
dunia dan akhirat. - Jika dia beramal secara
dhohir saja maka dia
dihukumi sebagai muslim
secara dhohir saja dan
diajak bergaul sebagaimana
pergaulan antara sesama muslimin. Adapun secara
batin dia adalah seorang
munafiq yang Allah saja
yang berhak terhadap
hisabnya. - Adapun bila dia tidak
beramal dengan kandungan
Laa Ilaaha Illallah, sekedar
mengucapkannya atau
justru beramal dengan
lawan syahadat tersebut maka dia dihukumi sebagai
murtad. Dia diperlakukan
sebagaimana orang-orang
murtad (tentunya setelah
disampaikan kepadanya
keterangan, hujjah dan dalil tentang perkara tersebut
[pen]). - Namun bila dia
mengamalkan salah satu
dari konsekuensi syahadat
tersebut tanpa konsekuensi
yang lainnya maka dia perlu
dirinci. Jika dia meninggalkan sesuatu yang
memang mengakibatkan
dirinya murtad maka dia
dihukumi sebagai murtad
seperti meninggalkan shalat
secara sengaja atau memberikan sebuah ibadah
kepada selain Allah. Akan
tetapi kalau dia
meninggalkan sesuatu yang
tidak menyebabkan murtad
maka dia dianggap sebagai mukmin yang kurang
imannya sesuai apa yang
dia tinggalkan, seperti
halnya pelaku dosa besar di
bawah kesyirikan.”