Laman

Entri Populer

Tampilkan postingan dengan label pergaulan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pergaulan. Tampilkan semua postingan

Selasa, Mei 10, 2011

wahai saudaraku tinggalkanlah DUSTA !

Di antara sebab
terbanyak yang menjerumuskan anak Adam ke lembah kemaksiatan, adalah mereka
tidak menjaga dua hal yaitu lidah dan kemaluannya. Sehingga Rasulullah
shalallahu alaihi wa salam bersabda:
”Barangsiapa yang mampu menjaga
apa yang terdapat di antara dua
janggutnya dan apa yang ada di antara dua
kakinya, maka aku jamin akan masuk surga.” (Muttafaq alaih, dari Sahl bin
Sa’ ad). Kemaksiatan yang ditimbulkan dari kemaluan adalah zina, dan
kemaksiatan yang ditimbulkan oleh lisan adalah dusta. Terkadang dengan lisannya
seseorang mengucapkan kata- kata tanpa dipertimbangkan dan dipikirkan sebelumnya,
sehingga menimbulkan fitnah dan kemudharatan yang banyak bagi dirinya maupun
bagi orang lain.
Oleh karena itu jelaslah bahwa di antara keselamatan
seorang hamba adalah tergantung pada penjagaannya terhadap lisannya. Nabi
shalallahu alaihi wa salam sendiri pernah menasehati ‘ Uqbah bin Amir ketika dia
bertanya tentang keselamatan, lalu beliau bersabda:
”Peliharalah lidahmu, betahlah tinggal di rumahmu dan tangisilah dosa- dosamu.” (HR Tirmidzi, hadits hasan).
Termasuk penyimpangan yang nyata dan banyak
terjadi di masyarakat kita sekarang ini adalah melakukan dusta, baik dalam
ucapan maupun perbuatan, baik dalam menjual maupun membeli, dalam sumpah dan
perjanjian, bahkan menggunakan dusta sebagai bumbu dakwah dan menjatuhkan orang
karena kedengkian.
Manusia yang awam maupun yang ‘ alimnya banyak menganggap sepele masalah dusta, sehingga menjadi kebiasaan yang membudaya, yang
seolah sulit ditinggalkan. Yang lebih parah lagi adalah kebiasaan dusta ini
tidak dipedulikan lagi oleh yang awam maupun yang alim, mad’ u maupun da’ inya, terhadap bahaya yang ditimbulkan. Na’ udzubillah min dzalik.
Padahal urusan dusta adalah termasuk hal yang berbahaya,
karena termasuk urusan haram yang menyebabkan pelakunya terjerumus ke dalam
neraka. Rasulullah shalallahu alaihi
wa salam bersabda:
”Sesungguhnya dusta itu menuntun kepada kekejian dan kekejian itu menuntun ke dalam neraka.
Tidak henti-hentinya seseorang itu berdusta dan membiasakan diri dalam dusta,
sehingga dicatat di sisi Allah sebagai pendusta (muttafaqun
‘ alaih). Dusta mempunyai beberapa pengaruh buruk, yang seandainya hal ini
disadari oleh para pendusta pasti
mereka akan meninggalkan kebiasaan dustanya
dan akan kembali bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ ala. Sebagian
dari pengaruh buruk itu adalah: 1. Menyebarkan
keraguan kepada dan di antara manusia Keraguan artinya
bimbang dan resah. Ini berarti seorang pendusta selamanya menjadi sumber
keresahan dan keraguan, serta menjatuhkan ketenangan pada orang yang jujur.
Berkata Rasulullah shalallahu alaihi wa salam:
”Tinggalkanlah apa-apa yang membuatmu ragu dan ambil apa-apa yang tidak meragukanmu, karena
sesungguhnya kejujuran itu adalah ketenangan dan dusta itu adalah
keresahan.” (HR Tirmidzi, An Nasai, dan lainnya). 2. Terjerumusnya
seseorang ke dalam salah satu tanda munafik Rasulullah shalallahu
alaihi wa salam bersabda:
”Ada empat hal, barangsiapa yang memiliki
semuanya, maka dia munafik sejati. Dan barangsiapa memiliki salah satu di
antaranya, berarti dia mempunyai satu jenis sifat munafik hingga dia
meninggalkannya. Yaitu bila diberi amanat dia khianat, bila berkata dia dusta,
bila berjanji dia mengingkari, dan jika berselisih dia berkata kotor.” (Muttafaqun ‘ alaih). Sebagaimana diketahui, bahwa orang munafik akan
menempati kerak neraka yang paling bawah. Sebutan munafik adalah sebutan yang
amat berat, maka mengapa kita berani berdusta dan mempertahankannya padahal ia
hanya akan mengantarkan kita kepada kedudukan yang buruk lagi
menghinakan. 3. Hilangnya kepercayaan Sesungguhnya selama
dusta menyebar dalam kehidupan
masyarakat, maka hal itu akan menghilangkan
kepercayaan di kalangan kaum Muslimin, memutuskan jalinan kasih sayang di antara
mereka, sehingga menyebabkan tercegahnya kebaikan dan menjadi penghalang
sampainya kebaikan kepada orang yang berhak menerimanya. 4.
Memutarbalikkan kebenaran Di antara pengaruh buruk dusta adalah
memutarbalikkan kebenaran dan membawa berita yang berlainan dengan fakta,
lebih-lebih dilakukan dengan tanpa mencari kejelasan atau tabayyun yang
disyariatkan. Hal ini dilakukan karena para pendusta suka merubah kebatilan
menjadi kebenaran dan kebenaran menjadi kebatilan dalam pandangan manusia.
Sebagaimana para pendusta pun suka menghias-hiasi keburukan sehingga tampak baik
dan memburuk-burukkan yang baik sehingga berubah menjadi buruk. Dan itulah
perniagaan para pendusta yang terurai rapi dan mahal harganya menurut pandangan
mereka.
Dan apa saja yang mereka katakan tentang keburukan seseorang, dan
apapun pengaruhnya, maka hati- hatilah terhadap mereka, baik yang anda baca dari
mereka ataupun yang anda dengar. Pahami firman Allah
ta’ ala: ”… Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.” (QS Al Mukmin:
28) 5. Pengaruh dusta terhadap
anggota badan Dusta menjalar
dari hati ke lidah, maka rusaklah lidah itu, lalu menjalar ke anggota badan,
maka rusaklah amal perbuatannya sebagaimana rusaknya lidah dalam berbicara. Maka
jika Allah subhanahu wa ta’ ala tidak memberikan kesembuhan dalam kejujuran
kepada para pendusta itu. Sehingga semakin rusaklah mereka dan menjerumuskan
mereka ke arah kehancuran.
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam
bersabda:
”Sesungguhnya kejujuran itu menuntun kepada kebajikan, sedangkan
dusta menuntun kepada kedurhakaan.” (Muttafaq ‘ alaih) .
Itulah
sebagian kecil dari akibat buruk dusta yang semuanya merupakan akibat yang
terasa di dunia, dan di sisi Allah balasan bagi pendusta lebih dahsyat dan
mengerikan.
Jelaslah bahwa para pendusta akan berjalan di atas jalan yang
menuju neraka, karena dengan berdusta berarti ia akan membuka berbagai pintu
keburukan lainnya. Rasulullah shalallahu alaih wa salam
bersabda:
”Sesungguhnya dusta itu menuju kepada kekejian dan kekejian
menuntun ke neraka, seseorang terus menerus berdusta sehingga dicatat di sisi
Allah sebagai Pendusta.” (muttafaq ‘ alaih) Untuk itu agar kita semua
memperhatikan bahaya dusta sehingga takut untuk melakukannya. Adapun cara untuk
menghindar darinya antara lain: 1. Tidak bergaul dengan
para pendusta dan mencari teman yang shaleh lagi jujur.
2. Mempunyai
keyakinan yang mantap akan bahaya yang ditimbulkannya baik di dunia maupun di
akhirat.
3. Melatih hati dan lisan untuk selalu berkata dan berbuat
jujur.
4. Selalu aktif mengkaji Al- Qur’ an dan mengamalkannya. Semoga
Allah menganugerahkan kejujuran kepada kita semua dalam ucapan maupun
perbuatan.

Minggu, Mei 01, 2011

NASEHAT UNTUK REMAJA MUSLIM

Kami persembahkan nasehat
ini untuk saudara-saudara
kami terkhusus para
pemuda dan remaja muslim.
Mudah-mudahan nasehat ini
dapat membuka mata hati mereka sehingga mereka
lebih tahu tentang siapa
dirinya sebenarnya, apa
kewajiban yang harus
mereka tunaikan sebagai
seorang muslim, agar mereka merasa bahwa masa
muda ini tidak sepantasnya
untuk diisi dengan perkara
yang bisa melalaikan
mereka dari mengingat
Allah subhanahu wata’ ala sebagai penciptanya, agar
mereka tidak terus-
menerus bergelimang ke
dalam kehidupan dunia yang
fana dan lupa akan negeri
akhirat yang kekal abadi. Wahai para pemuda muslim,
tidakkah kalian
menginginkan kehidupan
yang bahagia selamanya?
Tidakkah kalian
menginginkan jannah (surga) Allah subhanahu
wata’ ala yang luasnya seluas langit dan bumi? Ketahuilah, jannah Allah
subhanahu wata’ ala itu diraih dengan usaha yang
sungguh-sungguh dalam
beramal. Jannah itu
disediakan untuk orang-
orang yang bertaqwa yang
mereka tahu bahwa hidup di dunia ini hanyalah
sementara, mereka merasa
bahwa gemerlapnya
kehidupan dunia ini akan
menipu umat manusia dan
menyeret mereka kepada kehidupan yang sengsara di
negeri akhirat selamanya. Allah subhanahu wata’ ala berfirman (artinya) : “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan
yang menipu.” (Ali ‘ Imran: 185) Untuk Apa Kita Hidup di Dunia? Wahai para pemuda,
ketahuilah, sungguh Allah
subhanahu wata’ ala telah menciptakan kita bukan
tanpa adanya tujuan. Bukan
pula memberikan kita
kesempatan untuk
bersenang-senang saja,
tetapi untuk meraih sebuah tujuan mulia. Allah
subhanahu wata’ ala berfirman (artinya) : “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan
agar mereka beribadah
kepada-Ku.” (Adz Dzariyat: 56) Beribadah kepada Allah
subhanahu wata’ ala dengan menjalankan segala
perintah-Nya dan menjauhi
semua larangan-Nya. Itulah
tugas utama yang harus
dijalankan oleh setiap
hamba Allah. Dalam beribadah, kita
dituntut untuk ikhlas dalam
menjalankannya. Yaitu
dengan beribadah semata-
mata hanya mengharapkan
ridha dan pahala dari Allah subhanahu wata’ ala. Jangan beribadah karena
terpaksa, atau karena
gengsi terhadap orang-
orang di sekitar kita.
Apalagi beribadah dalam
rangka agar dikatakan bahwa kita adalah orang-
orang yang alim, kita
adalah orang-orang shalih
atau bentuk pujian dan
sanjungan yang lain. Umurmu Tidak Akan Lama Lagi Wahai para pemuda, jangan
sekali-kali terlintas di
benak kalian: beribadah
nanti saja kalau sudah tua,
atau mumpung masih muda,
gunakan untuk foya-foya. Ketahuilah, itu semua
merupakan rayuan setan
yang mengajak kita untuk
menjadi teman mereka di An
Nar (neraka). Tahukah kalian, kapan
kalian akan dipanggil oleh
Allah subhanahu wata’ ala, berapa lama lagi kalian
akan hidup di dunia ini?
Jawabannya adalah
sebagaimana firman Allah
subhanahu wata’ ala (artinya): “Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa
yang akan dilakukannya
besok. Dan tiada
seorangpun yang dapat
mengetahui di bumi mana
dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (Luqman: 34) Wahai para pemuda,
bertaqwalah kalian kepada
Allah subhanahu wata’ ala. Mungkin hari ini kalian
sedang berada di tengah-
tengah orang-orang yang
sedang tertawa, berpesta,
dan hura-hura menyambut
tahun baru dengan berbagai bentuk maksiat
kepada Allah subhanahu
wata’ ala, tetapi keesokan harinya kalian sudah
berada di tengah-tengah
orang-orang yang sedang
menangis menyaksikan
jasad-jasad kalian
dimasukkan ke liang lahad (kubur) yang sempit dan
menyesakkan. Betapa celaka dan ruginya
kita, apabila kita belum
sempat beramal shalih.
Padahal, pada saat itu
amalan diri kita sajalah
yang akan menjadi pendamping kita ketika
menghadap Allah subhanahu
wata’ ala. Nabi shallallahu ‘ alaihi wasallam bersabda: “Yang mengiringi jenazah itu ada tiga: keluarganya,
hartanya, dan amalannya.
Dua dari tiga hal tersebut
akan kembali dan tinggal
satu saja (yang
mengiringinya), keluarga dan hartanya akan kembali,
dan tinggal amalannya
(yang akan mengiringinya)
.” (Muttafaqun ‘ Alaihi) Wahai para pemuda,
takutlah kalian kepada
adzab Allah subhanahu
wata’ ala. Sudah siapkah kalian dengan timbangan
amal yang pasti akan kalian
hadapi nanti. Sudah
cukupkah amal yang kalian
lakukan selama ini untuk
menambah berat timbangan amal kebaikan. Betapa sengsaranya kita,
ketika ternyata bobot
timbangan kebaikan kita
lebih ringan daripada
timbangan kejelekan.
Ingatlah akan firman Allah subhanahu wata’ ala (artinya) : “Dan adapun orang-orang yang berat timbangan
(kebaikan)nya, maka dia
berada dalam kehidupan
yang memuaskan. Dan
adapun orang-orang yang
ringan timbangan (kebaikan)nya, maka
tempat kembalinya adalah
neraka Hawiyah. Tahukah
kamu apakah neraka
Hawiyah itu? (Yaitu) api
yang sangat panas.” (Al Qari’ ah: 6-11) Bersegeralah dalam Beramal Wahai para pemuda,
bersegeralah untuk beramal
kebajikan, dirikanlah shalat
dengan sungguh-sungguh,
ikhlas dan sesuai tuntunan
Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wasallam. Karena shalat
adalah yang pertama kali
akan dihisab nanti pada
hari kiamat, sebagaimana
sabdanya: “Sesungguhnya amalan yang pertama kali manusia
dihisab dengannya di hari
kiamat adalah shalat.” (HR. At Tirmidzi, An Nasa`i, Abu
Dawud, Ibnu Majah dan
Ahmad. Lafazh hadits
riwayat Abu Dawud no.733) Bagi laki-laki, hendaknya
dengan berjama’ ah di masjid. Banyaklah berdzikir
dan mengingat Allah
subhanahu wata’ ala. Bacalah Al Qur’ an, karena sesungguhnya ia akan
memberikan syafaat bagi
pembacanya pada hari
kiamat nanti. Banyaklah bertaubat
kepada Allah subhanahu
wata’ ala. Betapa banyak dosa dan kemaksiatan yang
telah kalian lakukan selama
ini. Mudah-mudahan dengan
bertaubat, Allah subhanahu
wata’ ala akan mengampuni dosa-dosa kalian dan
memberi pahala yang
dengannya kalian akan
memperoleh kebahagiaan
dunia dan akhirat. Wahai para pemuda,
banyak-banyaklah beramal
shalih, pasti Allah
subhanahu wata’ ala akan memberi kalian kehidupan
yang bahagia, dunia dan
akhirat. Allah subhanahu
wata’ ala berfirman (artinya) : “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih,
baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan
beriman, maka
sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (An Nahl: 97) Engkau Habiskan untuk Apa Masa Mudamu? Pertanyaan inilah yang
akan diajukan kepada
setiap hamba Allah
subhanahu wata’ ala pada hari kiamat nanti.
Sebagaimana yang
diberitakan oleh Rasulullah
shallallahu ‘ alaihi wasallam dalam salah satu haditsnya: “Tidak akan bergeser kaki anak Adam (manusia) pada
hari kiamat nanti di
hadapan Rabbnya sampai
ditanya tentang lima
perkara: umurnya untuk
apa dihabiskan, masa mudanya untuk apa
dihabiskan, hartanya dari
mana dia dapatkan dan
dibelanjakan untuk apa
harta tersebut, dan
sudahkah beramal terhadap ilmu yang telah ia
ketahui.” (HR. At Tirmidzi no. 2340) Sekarang cobalah
mengoreksi diri kalian
sendiri, sudahkah kalian
mengisi masa muda kalian
untuk hal-hal yang
bermanfaat yang mendatangkan keridhaan
Allah subhanahu wata’ ala? Ataukah kalian isi masa
muda kalian dengan
perbuatan maksiat yang
mendatangkan kemurkaan-
Nya? Kalau kalian masih saja
mengisi waktu muda kalian
untuk bersenang-senang
dan lupa kepada Allah
subhanahu wata’ ala, maka jawaban apa yang bisa
kalian ucapkan di hadapan
Allah subhanahu wata’ ala Sang Penguasa Hari
Pembalasan? Tidakkah
kalian takut akan ancaman
Allah subhanahu wata’ ala terhadap orang yang
banyak berbuat dosa dan
maksiat? Padahal Allah
subhanahu wata’ ala telah mengancam pelaku
kejahatan dalam firman-Nya
(artinya): “Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan,
niscaya akan diberi
pembalasan dengan
kejahatan itu dan ia tidak
mendapat pelindung dan
tidak (pula) penolong baginya selain dari
Allah.” (An Nisa’ : 123) Bukanlah masa tua yang
akan ditanyakan oleh Allah
subhanahu wata’ ala. Oleh karena itu, pergunakanlah
kesempatan di masa muda
kalian ini untuk kebaikan. Ingat-ingatlah selalu bahwa
setiap amal yang kalian
lakukan akan
dipertanggungjawabkan
kelak di hadapan Allah
subhanahu wata’ ala. Jauhi Perbuatan Maksiat Apa yang menyebabkan
Adam dan Hawwa
dikeluarkan dari Al Jannah
(surga)? Tidak lain adalah
kemaksiatan mereka berdua
kepada Allah subhanahu wata’ ala. Mereka melanggar larangan Allah
subhanahu wata’ ala karena mendekati sebuah pohon di
Al Jannah, mereka terbujuk
oleh rayuan iblis yang
mengajak mereka untuk
bermaksiat kepada Allah
subhanahu wata’ ala. Wahai para pemuda,
senantiasa iblis, setan, dan
bala tentaranya berupaya
untuk mengajak umat
manusia seluruhnya agar
mereka bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ ala, mereka mengajak umat
manusia seluruhnya untuk
menjadi temannya di
neraka. Sebagaimana yang
Allah subhanahu wata’ ala jelaskan dalam firman-Nya
(yang artinya): “Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka
jadikanlah ia musuh(mu),
karena sesungguhnya
setan-setan itu mengajak
golongannya supaya mereka
menjadi penghuni neraka yang menyala-
nyala.” (Fathir: 6) Setiap amalan kejelekan
dan maksiat yang engkau
lakukan, walaupun kecil
pasti akan dicatat dan
diperhitungkan di sisi Allah
subhanahu wata’ ala. Pasti engkau akan melihat akibat
buruk dari apa yang telah
engkau lakukan itu. Allah
subhanahu wata’ ala berfirman (yang artinya): “Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
sekecil apapun, niscaya dia
akan melihat (balasan)
nya.” (Az Zalzalah: Setan juga menghendaki
dengan kemaksiatan ini,
umat manusia menjadi
terpecah belah dan saling
bermusuhan. Jangan dikira
bahwa ketika engkau bersama teman-temanmu
melakukan kemaksiatan
kepada Allah subhanahu
wata’ ala, itu merupakan wujud solidaritas dan
kekompakan di antara
kalian. Sekali-kali tidak,
justru cepat atau lambat,
teman yang engkau cintai
menjadi musuh yang paling engkau benci. Allah
subhanahu wata’ ala berfirman (artinya) : “Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan
dan kebencian di antara
kamu karena (meminum)
khamr dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat,
maka berhentilah kamu
(dari mengerjakan
perbuatan itu).” (Al Maidah: 91) Demikianlah setan
menjadikan perbuatan
maksiat yang dilakukan
manusia sebagai sarana
untuk memecah belah dan
menimbulkan permusuhan di antara mereka. Ibadah yang Benar Dibangun di atas Ilmu Wahai para pemuda, setelah
kalian mengetahui bahwa
tugas utama kalian hidup di
dunia ini adalah untuk
beribadah kepada Allah
subhanahu wata’ ala semata, maka sekarang
ketahuilah bahwa Allah subhanahu wata’ ala hanya menerima amalan ibadah
yang dikerjakan dengan
benar. Untuk itulah wajib
atas kalian untuk belajar
dan menuntut ilmu agama,
mengenal Allah subhanahu wata’ ala, mengenal Rasul- Nya shallallahu ‘ alaihi wasallam, dan mengenal
agama Islam ini, mengenal
mana yang halal dan mana
yang haram, mana yang haq
(benar) dan mana yang
bathil (salah), serta mana yang sunnah dan mana
yang bid’ ah. Dengan ilmu agama, kalian
akan terbimbing dalam
beribadah kepada Allah
subhanahu wata’ ala, sehingga ibadah yang kalian
lakukan benar-benar
diterima di sisi Allah
subhanahu wata’ ala. Betapa banyak orang yang
beramal kebajikan tetapi
ternyata amalannya tidak
diterima di sisi Allah
subhanahu wata’ ala, karena amalannya tidak
dibangun di atas ilmu agama
yang benar. Oleh karena itu, wahai para
pemuda muslim, pada
kesempatan ini, kami juga
menasehatkan kepada
kalian untuk banyak
mempelajari ilmu agama, duduk di majelis-majelis
ilmu, mendengarkan Al
Qur’ an dan hadits serta nasehat dan penjelasan
para ulama. Jangan
sibukkan diri kalian dengan
hal-hal yang kurang
bermanfaat bagi diri kalian,
terlebih lagi hal-hal yang mendatangkan murka Allah
subhanahu wata’ ala. Ketahuilah, menuntut ilmu
agama merupakan
kewajiban bagi setiap
muslim, maka barangsiapa
yang meninggalkannya dia
akan mendapatkan dosa, dan setiap dosa pasti akan
menyebabkan kecelakaan
bagi pelakunya. “Menuntut ilmu agama itu merupakan kewajiban bagi
setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah no.224) Akhir Kata Semoga nasehat yang
sedikit ini bisa memberikan
manfaat yang banyak
kepada kita semua.
Sesungguhnya nasehat itu
merupakan perkara yang sangat penting dalam
agama ini, bahkan saling
memberikan nasehat
merupakan salah satu sifat
orang-orang yang
dijauhkan dari kerugian, sebagaimana yang Allah
subhanahu wata’ ala firmankan dalam surat Al
‘ Ashr (artinya): “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar
dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal
shalih dan nasehat-
menasehati dalam kebenaran dan nasehat-
menasehati supaya
menetapi kesabaran.” (Al ‘ Ashr: 1-3) Wallahu ta‘ ala a’ lam bishshowab.

Selasa, April 19, 2011

Tanamkan dalam dirimu rasa malu ! wahai muslimah

Tak sedikit wanita di masa ini yang telah menanggalkan rasa malunya. Dari caranya berbusana, bergaul, dan gaya hidup ‘ modern’ lainnya, setidaknya memberikan gambaran fenomena dimaksud. Padahal, Islam telah menjadikan sifat malu ini sebagai sifat mulia, bahkan merupakan salah satu cabang keimanan. Sifat malu memang identik dengan wanita karena merekalah
yang dominan memilikinya. Namun sebenarnya sifat ini bukan hanya milik kaum hawa. Laki-laki pun disukai bila memiliki sifat malu. Bahkan sifat mulia ini termasuk salah satu cabang keimanan dan menjadi salah satu faktor kebahagiaan seorang insan. Karena dengan sifat ini, hanya kebaikanlah yang bakal diraupnya, sebagaimana beritanya tercatat dalam lembaran sunnah Rasul shallallahu ‘ alaihi wasallam: ٍﺮْﻴَﺨِﺑ َّﻻِﺇ ﻲﺗﺄﻳ َﻻ ُﺀﺎَﻴَﺤْﻟﺍ “Malu itu tidaklah datang kecuali dengan kebaikan.” Dalam satu riwayat: ُﻪُّﻠُﻛ ٌﺮْﻴَﺧ ُﺀﺎَﻴَﺤْﻟﺍ “Malu itu baik seluruhnya.” (Shahih, HR. Al- Bukhari dan Muslim) Saudariku muslimah… Adanya sifat malu pada diri seseorang akan mendorongnya kepada kebaikan dan mencegahnya dari kejelekan. Bila malu ini hilang dari diri seseorang, ia akan jatuh dalam perbuatan maksiat dan dosa, ketika sendirian maupun di hadapan kerabat dan tetangga. Karena itulah bersabda Rasul shallallahu ‘ alaihi wasallam: ِﻡَﻼَﻛ ْﻦِﻣ ُﺱﺎَّﻨﻟﺍ َﻙَﺭْﺩَﺃ ﺎﻤﻣ َّﻥِﺇ ﻰﻟﻭﻷﺍ ِﺓَّﻮُﺒُّﻨﻟﺍ : ِﺢَﺘْﺴَﺗ ْﻢَﻟ ﺍﺫﺇ َﺖْﺌِﺷ ﺎﻣ ْﻞَﻌْﻓﺎَﻓ “Termasuk yang diperoleh manusia dari ucapan kenabian yang pertama adalah: jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu.” (Shahih, HR. Al- Bukhari) Adalah Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wasallam sangat pemalu sehingga shahabat yang mulia Abu Sa’ id Al-Khudri radhiallahu ‘ anhu berkata: َﻥﺎَﻛ ُﻝْﻮُﺳَﺭ ﻪﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ُﻪﻠﻟﺍ ِﻪْﻴَﻠَﻋ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ًﺀﺎَﻴَﺣ ُّﺪَﺷَﺃ ﻲِﻓ ِﺀﺍَﺭَﺬُﻌْﻟﺍ َﻦِﻣ ﺎَﻫِﺭْﺪِﺧ “Adalah Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wasallam sangat pemalu dibandingkan dengan gadis perawan yang berada dalam pingitannya.” (Shahih, HR. Al- Bukhari dan Muslim) Semoga Allah merahmati Abu Sa’ id Al-Khudri, di mana beliau membuat permisalan untuk kita dengan gadis perawan. Lalu apa gerangan yang akan beliau katakan bila melihat pada hari ini gadis perawan itu telah menanggalkan rasa malunya dan meninggalkan tempat pingitannya? Ia pergi keluar rumahnya dengan hanya ditemani sopir pribadi. Ia pergi ke pasar, berbincang-bincang akrab dengan para pedagang dan penjahit, dan sebagainya. Demikian kenyataan pahit yang ada. Sebagian kaum muslimin juga membiarkan putri-putri mereka bercampur baur dengan laki-laki di sekolah-sekolah dan di tempat kerja. Karena telah tercabut dari
mereka rasa malu dan sedikit ghirah (kecemburuan) yang tertinggal. Bila malu ini telah hilang dari diri seorang insan, ia akan melangkah dari satu kejelekan kepada yang lebih jelek lagi, dari satu kerendahan kepada yang lebih rendah lagi. Karena malu pada hakekatnya adalah menjauhkan diri dari hal-hal yang Allah ta`ala haramkan dan menjaga anggota tubuh agar tidak digunakan untuk bermaksiat kepada-Nya. Apakah pantas seseorang disifati malu sementara matanya digunakan untuk melihat perkara yang Allah haramkan? Apakah pantas dikatakan malu, bila lidah masih digunakan untuk ghibah, mengadu domba, dusta, mencerca, dan mengumpat? Apakah pantas digelari malu, bila nikmat berupa pendengaran digunakan untuk menikmati musik
dan nyanyian? Saudariku muslimah… wajib bagi kita untuk terus merasakan pengawasan Allah dan malu kepada-Nya di setiap waktu dan tempat. Kala dikau sendiri dalam kegelapan Sedang jiwa mengajakmu tuk berbuat nista Maka malulah dikau dari pandangan Al-Ilah Dan katakan pada jiwamu: Dzat yang menciptakan kegelapan ini senantiasa melihatku Seorang muslim yang jujur dalam keimanannya akan merasa malu kepada Allah jika melanggar kehormatan orang lain dan mengambil harta yang tidak halal baginya. Sementara orang yang telah dicabik tirai malu dari wajahnya, ia akan berani kepada Allah dan berani melanggar larangan-Nya. Saudariku muslimah… bila engkau telah mengetahui pentingnya sifat malu, maka berupayalah untuk menumbuhkannya di hati keluarga dan anak-anak. Karena ketika malu ini masih ada, maka akan terasa betapa besar dan jelek perbuatan yang mungkar, sementara kebaikan senantiasa mereka agungkan. Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wasallam pernah melewati seseorang yang tengah mencela saudaranya karena sifat malunya, maka beliau bersabda: ِﻥﺎَﻤْﻳِﻹﺍ َﻦِﻣ َﺀﺎَﻴَﺤْﻟﺍ َّﻥِﺈَﻓ ُﻪْﻋَﺩ “Biarkan dia, karena malu itu termasuk keimanan.” (HR. Al- Jama`ah) Saudariku muslimah… perlu engkau ketahui bahwa Allah tidaklah malu dari kebenaran. Maka bukan termasuk sifat malu bila engkau diam ketika melihat kebatilan, engkau enggan menolong orang yang terzalimi, dan berat untuk mengingkari kemungkaran. Dan bukan pula termasuk sifat malu bila engkau tidak mau bertanya tentang perkara agama yang samar bagimu, karena Allah ta`ala berfirman: ﺍﻮﻟﺄﺴﻓ ْﻢُﺘْﻨُﻛ ْﻥِﺇ ِﺮْﻛِّﺬﻟﺍ َﻞْﻫَﺃ َﻥْﻮُﻤَﻠْﻌَﺗ َﻻ “Maka tanyakanlah kepada ahlu dzikr (orang yang memiliki ilmu), jika kalian tidak mengetahui.” (An-Nahl: 43) Ummu Sulaim radhiallahu ‘ anha pernah datang kepada Nabi shallallahu ‘ alaihi wasallam. Ia berkata ketika itu: “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dari kebenaran. Apakah wajib bagi wanita untuk mandi bila ia ihtilam (mimpi bersetubuh)?” Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wasallam menjawab: ْﻢَﻌَﻧ , َﺀﺎَﻤْﻟﺍ ِﺕَﺃَﺭ ﺍﺫﺇ “Ya, jika ia melihat keluarnya air mani.” (Shahih, HR. Al-Bukhari) Apakah tidak sepantasnya Ummu Sulaim menjadi contoh bagi para wanita dalam bertanya tentang perkara agamanya? Terkadang pemahaman ini menjadi terbalik. Wanita malu untuk bertanya hal- hal yang berkaitan dengan agamanya, akan tetapi ia tidak malu untuk berdua-duaan dengan sopir dan berbincang- bincang dengan pedagang, ataupun memperlihatkan auratnya di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya. Ketahuilah wahai saudariku… tidak sepantasnya kita malu dari suatu
perkara yang bisa membawa kepada kebaikan. Anas bin Malik radhiallahu ‘ anhu menceritakan: “Datang seorang wanita menemui Nabi shallallahu ‘ alaihi wasallam guna menawarkan dirinya kepada beliau agar diperistri oleh
beliau. Wanita itu berkata: “Apakah engkau, wahai Rasulullah, punya keinginan terhadap diriku?” Seorang putri Anas, ketika mendengar kisah ini, berkomentar tentang wanita itu: “Alangkah sedikit rasa malunya!” Anas berkata: “Wanita itu lebih baik darimu, dia menawarkan diri kepada orang yang paling mulia dan paling baik (Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wasallam) .” (Shahih, HR. Al-Bukhari secara makna) Semoga Allah senantiasa menganugerahkan kepada kita sifat malu yang membawa kita untuk selalu berbuat baik dan mencegah dari kejahatan dan kerendahan akhlak. Amin…! Wallahu ta`ala a`lam bish-shawab

Senin, April 18, 2011

Mengenal Tentang Tabarruj?

Allah Subhanahu wa Ta’ ala menyinggung kata ini dalam firman-Nya dalam Surat Al-Ahzab: 33

Wanita adalah makhluk yang kerap menjadi korban komoditi dan mode. Beragam kosmetik, parfum bermerek, hingga model pakaian yang lagi tren, dengan mudah menjajah tubuh mereka.

Malangnya, dengan segala yang dikenakan itu, mereka tampil di jalan-jalan, mal-mal, atau ruang publik lainnya.

Alhasil, bukan pesona yang mereka tebar tapi justru fitnah.

Pernah dengar kata tabarruj?
Apa sih maknanya?

Allah Subhanahu wa Ta’ ala menyinggung kata ini dalam firmanNya

“Janganlah kalian (wahai istri- istri Nabi) bertabarruj sebagaimana tabarruj orang- orang jahiliah yang awal.” (Al- Ahzab: 33)

ُDan perempuan-perempuan tua yang terhenti dari haid dan mengandung, yang tidak memiliki keinginan untuk menikah lagi, maka tidak ada dosa bagi mereka untuk menanggalkan pakaian luar1 mereka dengan tidak bermaksud tabarruj dengan perhiasan yang dikenakan … .” (An-Nur: 60)

Az-Zajjaj Abu Ishaq Ibrahim bin As-Sirri2 rahimahullahu berkata:

“Tabarruj adalah menampakkan perhiasan dan segala yang dapat mengundang syahwat laki-laki.” Adapun jahiliah yang awal, ada yang mengatakan masanya dari mulai Nabi Adam ‘ alaihissalam sampai zaman Nuh ‘ alaihissalam.

Ada yang mengatakan dari zaman Nuh ‘ alaihissalam sampai zaman Idris ‘ alaihissalam.
Ada pula yang berpendapat dari zaman ‘ Isa ‘ alaihissalam sampai zaman Nabi Shallallahu ‘ alaihi wa sallam.

Pendapat yang lebih mendekati adalah dari zaman Isa ‘ alaihissalam sampai zamannya Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wa sallam, karena merekalah orang- orang jahiliah yang dikenal.

Disebut jahiliah yang awal, karena mereka telah ada lebih dahulu sebelum umat Muhammad Shallallahu ‘ alaihi wa sallam. (Ma’ anil Qur`an wa I’ rabuha, 4/171)

Al-Imam Ath-Thabari rahimahullahu juga menyebutkan hal ini dalam tafsirnya. (Jami’ ul Bayan fi Ta`wilil Qur`an, 10/294) Mujahid rahimahullahu berkata:

“Seorang wanita berjalan di hadapan orang-orang, itulah yang dinamakan tabarruj jahiliah.”

Qatadah rahimahullahu menambahkan bahwa wanita yang bertabarruj adalah wanita yang keluar rumah dengan berjalan lenggak-lenggok dan genit. (Tafsir Ath-Thabari, 10/294)

Al-Imam Majdudin Abus Sa’ adat Al-Mubarak bin Muhammad Al- Jazari atau yang lebih dikenal dengan Ibnul Atsir rahimahullahu menjelaskan makna tabarruj dari hadits

“Nabiyullah Shallallahu ‘ alaihi wa sallam membenci sepuluh perangai (perbuatan)… (kemudian disebutkan satu persatunya, di antaranya adalah:) tabarruj dengan perhiasan tidak pada tempatnya.” (HR. Abu Dawud no. 4222. Namun hadits ini mungkar3 kata Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Dha’ if Sunan Abi Dawud)

Ibnul Atsir rahimahullahu berkata:

“Tabarruj adalah menampakkan perhiasan kepada laki-laki yang bukan mahram (ajnabi).

Perbuatan seperti ini jelas tercela. Adapun menampakkan perhiasan kepada suami, tidaklah tercela. Inilah makna dari lafaz hadits, ‘ (menampakkan perhiasan) tidak pada tempatnya’ .” (An-Nihayah fi Gharibil Hadits)

Dengan keterangan di atas insya Allah menjadi jelas bagi kita apa yang dimaukan dengan tabarruj.
Hukumnya pun tampak bagi kita, yakni seorang muslimah dilarang keluar rumah dengan tabarruj.

Namun sangat disesalkan kenyataan yang kita dapatkan di
sekitar kita.
Berseliwerannya wanita dengan dandanan aduhai, ditambah wangi yang semerbak di jalan-jalan dan pusat keramaian, sudah dianggap sesuatu yang lazim di negeri ini.

Bahkan kita akan dianggap aneh ketika mengingkarinya.

Tidak usahlah kita membicarakan para wanita yang berpakaian “telanjang” di jalan-jalan, karena keadaan mereka sudah sangat parah, membuat orang yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ ala dan hari akhir bergidik dan terus beristighfar.

Cukup yang kita tuju para muslimah yang masih punya kesadaran berislam walaupun mungkin setipis kulit ari, hingga mereka menutup rambut mereka dengan kerudung dan membalut tubuh mereka dengan pakaian sampai mata kaki dengan berbagai model.

Sangat disesalkan para muslimah yang berkerudung ini ikut berlomba-lomba memperindah penampilannya di depan umum dengan model ‘ busana muslimah’ terkini dan kerudung ‘ gaul’ yang penuh pernak-pernik, pendek, dan transparan. Sehingga, berbusana yang sejatinya bertujuan menutup aurat dan keindahan seorang muslimah di hadapan lelaki selain mahramnya, malah justru menonjolkan keindahan.

Belum lagi wajah dan bibir yang dipoles warna-warni. Tangan yang dihiasi gelang, jari-jemari yang diperindah dengan cincin-cincin, dan parfum yang dioleskan ke tubuh dan pakaian.

Semuanya dipersembahkan di hadapan umum, seolah si wanita berkata,

“Lihatlah aku, pandangilah aku…” .

Wallahul musta’ an… Semua ini jelas merupakan perbuatan tabarruj yang dilarang dalam Al-Qur`anul Karim. Namun betapa jauhnya manusia dari bimbingan Al-Qur`an!!!

Allah Subhanahu wa Ta’ ala melarang para wanita bertabarruj. Namun mereka justru bangga melakukannya, mungkin karena ketidaktahuan atau memang tidak mau tahu.

Bisa jadi ada yang menganggap bahwa larangan tabarruj ini hanya ditujukan kepada istri-istri
Nabi Shallallahu ‘ alaihi wa sallam karena mereka yang menjadi sasaran pembicaraan dalam ayat 33 dari surat Al-Ahzab di atas.

Jawabannya sederhana saja. Bila wanita-wanita shalihah, wanita- wanita yang diberitakan nantinya akan tetap mendampingi Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wa sallam di surga, para Ummahatul Mukminin yang suci itu dilarang ber-tabarruj sementara mereka jauh sekali dari perbuatan demikian, apatah lagi wanita-wanita selain mereka yang hatinya dipenuhi syahwat dunia.

Siapakah yang lebih suci, istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wa sallam ataukah mereka?

Bila istri-istri Rasul Shallallahu ‘ alaihi wa sallam yang merupakan cerminan shalihah bagi wanita-wanita yang bertakwa itu diperintah untuk menjaga diri, jangan sampai jatuh ke dalam fitnah4 dan membuat fitnah, apalagi wanita-wanita yang lain…

Kalau ada yang menganggap larangan tabarruj itu hukumnya khusus bagi istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wa sallam karena mereka adalah pendamping manusia pilihan, kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ ala,
sementara wanita-wanita selain mereka tidak memiliki keistimewaan demikian,
maka kita tanyakan: Dari sisi mana penetapan hukum khusus tersebut, sementara alasan dilarangnya tabarruj karena akan menimbulkan fitnah bagi laki-laki?

5 Laki-laki yang memang diciptakan
punya ketertarikan terhadap wanita, tentunya akan tergoda melihat si wanita keluar dengan keindahannya. Bila tidak ada iman yang menahannya dari kenistaan, niscaya ia akan berpikir macam-macam yang pada akhirnya akan menyeretnya dan menyeret si wanita pada kekejian.

Bila tabarruj dilarang karena alasan seperti ini, lalu apa manfaatnya hukum larangan tersebut hanya khusus bagi para istri Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wa sallam?

Apakah bisa diterima kalau dikatakan para istri Nabi Shallallahu ‘ alaihi wa sallam dilarang tabarruj karena mereka wanita mulia yang harus dijaga, tidak boleh menimbulkan fitnah, sementara wanita selain mereka tidak perlu dijaga dan kalaupun bertabarruj tidak akan membuat fitnah???

Di manakah orang- orang yang katanya berakal itu meletakkan pikirannya?
Wallahul musta’ an.
Al-Imam Abu Bakr Ahmad bin ‘ Ali Ar-Razi Al-Jashshash rahimahullahu menyatakan bahwa beberapa perkara yang disebutkan dalam ayat ini (Al- Ahzab: 33) dan ayat-ayat sebelumnya merupakan pengajaran adab dari Allah Subhanahu wa Ta’ ala terhadap istri-istri Nabi Shallallahu ‘ alaihi wa sallam sebagai penjagaan terhadap mereka dan seluruh wanitanya kaum mukminin juga dituju oleh ayat-ayat ini7. (Ahkamul Qur`an, 3/471)

Surat An-Nur ayat 60 juga menunjukkan bahwa larangan tabarruj tidak hanya khusus bagi
ummahatul mukminin, namun berlaku umum bagi seluruh mukminah.

Bila wanita yang sudah tua dan sudah mengalami menopause saja dilarang tabarruj sebagaimana dalam ayat:

“Dengan tidak bermaksud tabarruj dengan perhiasan yang dikenakan…” (An-Nur: 60)

tentunya larangan kepada wanita yang masih muda lebih utama lagi. Wanita yang keluar rumah dengan tabarruj hendaknya berhati-hati dengan ancaman yang dinyatakan

Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wa sallam dalam sabdanya berikut ini:

  “Ada dua golongan dari penduduk neraka yang keduanya
belum pernah aku lihat, pertama: satu kaum yang memiliki cemeti- cemeti seperti ekor sapi yang dengannya mereka memukul manusia. Kedua: para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka menyimpangkan lagi menyelewengkan orang dari kebenaran. Kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang miring/condong. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium wanginya surga padahal wanginya surga sudah tercium dari jarak perjalanan sejauh ini dan itu.” (HR. Muslim no. 5547)

Kata Asy-Syaikh Ibnu ‘ Utsaimin rahimahullahu: “Nabi Shallallahu ‘ alaihi wa sallam mencirikan wanita ahlun nar itu dengan  maksudnya mereka mengenakan pakaian, akan tetapi mereka itu  “telanjang”, karena pakaian yang mereka kenakan tidaklah menutupi aurat mereka dengan semestinya.

Bisa jadi karena pakaian itu tipis, ketat, atau pendek. Mereka itu  menyimpang dari jalan yang benar. menyimpangkan orang lain dari kebenaran karena fitnah yang dimunculkan dari mereka. َ“rambut/kepala mereka seperti punuk unta yang miring”, karena rambut mereka ditinggikan hingga menyerupai punuk unta yang miring.” (Taujihat lil Mu`minat Haulat Tabarruj was Sufur, hal. 18)

Kedua golongan di atas belum ada di zaman Nabi Shallallahu ‘ alaihi wa sallam, namun sekarang telah kita dapatkan.

Hal ini termasuk mukjizat Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wa sallam, di mana apa yang beliau kabarkan pasti terjadi. (Al- Minhaj, 14/336)

Yang perlu diingat, tidaklah satu dosa diancam dengan keras melainkan menunjukkan bahwa dosa tersebut termasuk dosa besar.

Sementara wanita yang keluar rumah dengan berpakaian namun hakikatnya telanjang, yang bertabarruj, berjalan berlenggak lenggok di hadapan kaum lelaki hingga menjatuhkan mereka ke dalam fitnah, dinyatakan tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium bau surga.

Nah, tersisalah pertanyaan: apakah dosa yang diancam seperti ini bisa dianggap remeh?

Maka berhati-hatilah!!!
catatan kaki:

1 Maksudnya pakaian luar yang kalau dibuka tidak menampakkan aurat.

2 Wafat tahun 311 H.

3 Hadits mungkar termasuk dalam hadits yang lemah.

4 Yang dimaksud dengan fitnah di sini adalah sesuatu yang membawa kepada ujian, bala, dan
adzab.

5 Terlebih lagi ada hadits yang berbunyi:
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

6 Wafat tahun 370 H.

7 Yakni ayat ini tidak berlaku secara khusus bagi istri-istri Nabi Shallallahu ‘ alaihi wa sallam namun juga berlaku bagi wanita muslimah lainnya.
Walaupun konteks pembicaraannya memang ditujukan kepada istri- istri Nabi Shallallahu ‘ alaihi wa sallam, namun hukum yang disebutkan di dalam ayat berlaku umum.