Laman

Entri Populer

Tampilkan postingan dengan label nasehat untuk saudara ku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label nasehat untuk saudara ku. Tampilkan semua postingan

Kamis, April 19, 2012

bersyukur dengan yang sedikit

Alhamdulillah, puji syukur pada Allah pemberi berbagai macam nikmat. Shalawat dan salam senantiasa dipanjatkan pada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Setiap saat kita telah mendapatkan nikmat yang banyak dari Allah, namun kadang ini terus merasa kurang, merasa sedikit nikmat yang Allah beri.

Allah beri kesehatan yang jika dibayar amatlah mahal.
Allah beri umur panjang, yang kalau dibeli dengan seluruh harta kita pun tak akan sanggup membayarnya.

Namun demikianlah diri ini hanya menggap harta saja sebagai nikmat, harta saja yang dianggap sebagai rizki.

Padahal kesehatan, umur panjang, lebih dari itu adalah keimanan, semua adalah nikmat dari Allah yang luar biasa.

Syukuri yang Sedikit

Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ

“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 667).

Hadits ini benar sekali. Bagaimana mungkin seseorang dapat mensyukuri rizki yang banyak, rizki yang sedikit dan tetap terus Allah beri sulit untuk disyukuri? Bagaimana mau disyukuri?
Sadar akan nikmat tersebut saja mungkin tidak terbetik dalam hati.

Kita Selalu Lalai dari 3 Nikmat

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa nikmat itu ada 3 macam.

Pertama, adalah nikmat yang nampak di mata hamba.

Kedua, adalah nikmat yang diharapkan kehadirannya.

Ketiga, adalah nikmat yang tidak dirasakan.

Ibnul Qoyyim menceritakan bahwa ada seorang Arab menemui Amirul Mukminin Ar Rosyid. Orang itu berkata,

“Wahai Amirul Mukminin. Semoga Allah senantiasa memberikanmu nikmat dan mengokohkanmu untuk mensyukurinya. Semoga Allah juga memberikan nikmat yang engkau harap-harap dengan engkau berprasangka baik pada-Nya dan kontinu dalam melakukan ketaatan pada-Nya. Semoga Allah juga menampakkan nikmat yang ada padamu namun tidak engkau rasakan, semoga juga engkau mensyukurinya.” Ar Rosyid terkagum-kagum dengan ucapan orang ini. Lantas beliau berkata, “Sungguh bagus pembagian nikmat menurutmu tadi.” (Al Fawa’id, Ibnul Qayyim, terbitan, Darul ‘Aqidah, hal. 165-166).

Itulah nikmat yang sering kita lupakan.
Kita mungkin hanya tahu berbagai nikmat yang ada di hadapan kita, semisal rumah yang mewah, motor yang bagus, gaji yang wah, dsb.

Begitu juga kita senantiasa mengharapkan nikmat lainnya semacam berharap agar tetap istiqomah dalam agama ini, bahagia di masa mendatang, hidup berkecukupan nantinya, dsb.

Namun, ada pula nikmat yang mungkin tidak kita rasakan, padahal itu juga nikmat.

Kesehatan Juga Nikmat

Bayangan kita barangkali, nikmat hanyalah uang, makanan dan harta mewah.
Padahal kondisi sehat yang Allah beri dan waktu luang pun nikmat.

Bahkan untuk sehat jika kita bayar butuh biaya yang teramat mahal.
Namun demikianlah nikmat yang satu ini sering kita lalaikan.

Dua nikmat ini seringkali dilalaikan oleh manusia –termasuk pula hamba yang faqir ini-. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

”Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)

Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan,
”Seseorang tidaklah dikatakan memiliki waktu luang hingga badannya juga sehat. Barangsiapa yang memiliki dua nikmat ini (yaitu waktu senggang dan nikmat sehat), hendaklah ia bersemangat, jangan sampai ia tertipu dengan meninggalkan syukur pada Allah atas nikmat yang diberikan. Bersyukur adalah dengan melaksanakan setiap perintah dan menjauhi setiap larangan Allah. Barangsiapa yang luput dari syukur semacam ini, maka dialah yang tertipu.” (Dinukil dari Fathul Bari, 11/230)

Rizki Tidak Hanya Identik dengan Uang

Andai kita dan seluruh manusia bersatu padu membuat daftar nikmat Allah, niscaya kita akan mendapati kesulitan. Allah Ta’ala berfirman,

وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ( إبراهيم

“Dan Dia telah memberimu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat lalim dan banyak mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34).

Bila semua yang ada pada kita, baik yang kita sadari atau tidak, adalah rizki Allah tentu semuanya harus kita syukuri.
Namun bagaimana mungkin kita dapat mensyukurinya bila ternyata mengakuinya sebagai nikmat atau rejeki saja tidak?

Saudaraku! kita pasti telah membaca dan memahami bahwa kunci utama langgengnya kenikmatan pada diri anda ialah sikap syukur nikmat.

Dalam ayat suci Al Qur’an yang barangkali kita pernah mendengarnya disebutkan,

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7).

Alih-alih mensyukuri nikmat, menyadarinya saja tidak.
Bahkan dalam banyak kesempatan bukan hanya tidak menyadarinya, akan tetapi malah mengingkari dan mencelanya.
Betapa sering kita mencela angin, panas matahari, hujan dan berbagai nikmat Allah lainnya?

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Al Fudhail bin ‘Iyadh mengisahkan:

“Pada suatu hari Nabi Dawud ‘alaihissalam berdoa kepada Allah: Ya Allah, bagaimana mungkin aku dapat mensyukuri nikmat-Mu, bila ternyata sikap syukur itu juga merupakan kenikmatan dari-Mu? Allah menjawab doa Nabi Dawud ‘alaihissalam dengan berfirman: “Sekarang engkau benar-benar telah mensyukuri nikmat-Mu, yaitu ketika engkau telah menyadari bahwa segala nikmat adalah milikku.” (Dinukil dari Tafsir Ibnu Katsir)

Imam As Syafii berkata,

“Segala puji hanya milik Allah yang satu saja dari nikmat-Nya tidak dapat disyukuri kecuali dengan menggunakan nikmat baru dari-Nya. Dengan demikian nikmat baru tersebutpun harus disyukuri kembali, dan demikianlah seterusnya.” (Ar Risalah oleh Imam As Syafii 2)

Wajar bila Allah Ta’ala menjuluki manusia dengan sebutan “sangat lalim dan banyak mengingkari nikmat, sebagaimana disebutkan pada ayat di atas dan juga pada ayat berikut,

وَهُوَ الَّذِي أَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ إِنَّ الْإِنسَانَ لَكَفُورٌ

“Dan Dialah Allah yang telah menghidupkanmu, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (lagi), sesungguhnya manusia itu, benar-benar sering mengingkari nikmat.” (QS. Al Hajj: 66)

Artinya di sini, rizki Allah amatlah banyak dan tidak selamanya identik dengan uang. Hujan itu pun rizki, anak pun rizki dan kesehatan pun rizki dari Allah.

Surga dan Neraka pun Rizki yang Kita Minta

Sebagian kita menyangka bahwa rizki hanyalah berputar pada harta dan makanan.
Setiap meminta dalam do’a mungkin saja kita berpikiran seperti itu.
Perlu kita ketahui bahwa rizki yang paling besar yang Allah berikan pada hamba-Nya adalah surga (jannah). Inilah yang Allah janjikan pada hamba-hamba-Nya yang sholeh.

Surga adalah nikmat dan rizki yang tidak pernah disaksikan oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah tergambarkan dalam benak pikiran.

Setiap rizki yang Allah sebutkan bagi hamba-hamba-Nya, maka umumnya yang dimaksudkan adalah surga itu sendiri.
Hal ini sebagaimana maksud dari firman Allah Ta’ala,

لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

“Supaya Allah memberi Balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. mereka itu adalah orang-orang yang baginya ampunan dan rezki yang mulia.” (QS. Saba’: 4)

وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا قَدْ أَحْسَنَ اللهُ لَهُ رِزْقًا

“Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezki yang baik kepadanya.” (QS. Ath Tholaq: 11)

Teruslah bersyukur atas nikmat dan rizki yang Allah beri, apa pun itu meskipun sedikit.
Yang namanya bersyukur adalah dengan meninggalkan saat dan selalu taat pada Allah. Abu Hazim mengatakan,

“Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah musibah.” Mukhollad bin Al Husain mengatakan, “Syukur adalah dengan meninggalkan maksiat.” (‘Iddatush Shobirin, hal. 49, Mawqi’ Al Waroq)

Wallahu waliyyut taufiq

Minggu, Mei 01, 2011

surat untuk saudara ku

Saudaraku .. Tulisan ini kutujukan
kepadamu, ya .. kepadamu
yang mengharapkan Ridho
Allah dan kenikmatan yang
kekal di sisiNya, serta
takut kepada siksa dan azab yang Allah Ta’ ala siapkan untuk orang-orang
yang bermaksiat dan kafir. Kepadamu saudaraku, yang
pernah merasakan manisnya
keimanan dan nikmatnya
berjalan diatas jalan yang
lurus serta indahnya
mendekatkan diri kepada Allah. Kepadamu saudaraku, yang
dulu bersemangat dan
berpacu menuntut ilmu
serta mengajak kepada
kebaikan. Kepadamu saudaraku yang
dulu sering kulihat berzikir,
membaca dan menghapalkan
Al Qur’ an. Apa yang terjadi pada
dirimu? Kenapa engkau kini
mulai menjauh dari teman-
temanmu yang rajin sholat
berjama’ ah, cinta kepada ilmu agama, gemar
mempelajari Al Qur’ an dan Hadits serta membaca
buku-buku yang
bermanfaat? Kenapa aku melihat
semangatmu memudar,
penampilanmu juga
berobah ..tidak lagi seperti
dulu yang berusaha
mengikuti sunnah-sunnah Nabi shollallahu ‘ alaihi wa sallam? ingatkah engkau, ketika itu
engkau berhenti dari
tempatmu bekerja,
kenapa?! Ketika itu engkau
mengatakan, karena tidak
bisa sholat berjama’ ah ke mesjid! Karena engkau takut fitnah
syahwat yang slalu
menggoda! Karena engkau ingin
meninggalkan nyanyian dan
menggantikannya dengan
mendengarkan Al Qur’ an! Karena engkau ingin
menjaga ‘ iffah dirimu! Karena engkau ingin
menjaga Dinmu!! Saudaraku .. kenapa aku
lihat syahwat mulai
mengalahkanmu, hasrat pun
membelenggumu..wajahmu
tidak pernah lagi kulihat di
majelis-majelis ilmu! Apakah engkau telah
menyimpulkan bahwa iltizam
dan keistiqomahanmu serta
keta’ atanmu kepada Robbmu selama ini sebuah
kesalahan, lalu engkau
memilih jalan lain; jalan
yang menyimpang, maksiat
dan kelalaian – agar engkau bisa sampai ke surga
Firdaus?! Ataukah engkau mengira
jalan yang telah engkau
tempuh selama ini terasa
terlalu panjang dan berat,
lalu engkau tidak sabar dan
memilih jalan orang-orang lali dan lengah yang
diperbudak hawa nafsu
mereka, yang keinginan
mereka hanyalah sebatas
diri mereka sendiri, tidak
peduli kepada Dinullah dan Dakwah Rasulullah
shollallahu ‘ alaihi wa sallama. Ataukah engkau telah
melupakan kematian dan
sakarat-nya … Melupakan kuburan dan
kegelapannya … Hari kiamat dan
kedahsyatannya … Neraka dan keras azabnya
… Semoga Allah melindungimu
dari itu semua Dan semoga Allah tidak
menjadikanmu termasuk
orang-orang yang
dikatakanNya, “Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang
telah Kami berikan
kepadanya ayat-ayat Kami
(pengetahuan tentang isi Al
Kitab), kemudian Dia
melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu Dia
diikuti oleh syaitan (sampai
Dia tergoda), Maka jadilah
Dia Termasuk orang-orang
yang sesat.” (Al A’ rof : 175) Kuharap dadamu lapang dan
maafkan aku karena
kerasnya kata-kataku
kepadamu. Akan tetapi
kecintaanku kepadamu yang
kusimpan di dalam dadaku, dan kekhawatiran su-ul
khotimah atas dirimu .. hal
itulah yang telah membakar
hatiku. Setiap kali aku
melihat kondisimu yang
membuat gembira musuhmu (Syetan beserta
pengikutnya) serta
membuat sedih teman-
teman dan orang-orang
yang mencintaimu. Saudaraku, akankah engkau
kembali sebelum kematian
mendatangi?. Kapankah
engkau kembali kepada
taman keta’ atan dan telaga taubat serta
istiqomah yang penuh
rahmah dan berkah dari
Allah?? “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan
perbuatan keji atau
Menganiaya diri sendiri,
mereka ingat akan Allah,
lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain
dari pada Allah? dan
mereka tidak meneruskan
perbuatan kejinya itu,
sedang mereka mengetahui”.(Ali Imron : 135) Tumbuhkanlah harapanmu,
bangunlah asamu,
sesungguhnya engkau
memiliki Robb yang maha
luas ampunanNya,
membentangkan TanganNya siang dan malam untuk
mengampuni orang-orang
yang berdosa. Mohonlah hidayah kepada
Allah Ta’ ala dengan tulus dari hatimu. Lihatlah Nabimu
yang engkau cintai
shollallahu ‘ alaihi wa sallama meminta hidayah
kepada Robbnya, beliau
berdo’ a, “Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadaMu
petunjuk, ketakwaan,
kesucian dan kekayaan”. (HR. Muslim, At-Tirmidzi dan
Al Baihaqy dari Ibnu
Mas’ ud, dan sanadnya shohih, lihat, Shohih Al
Jami’ no. 1275) Beliau shollallahu ‘ alaihi wa sallama mengajarkan itu
sebagaimana beliau
mengajarkan cucunya Al
Hasan bin Ali rodhiyallahu
‘ anhuma agar di dalam qunut mengucapkan, “Ya Allah berilah aku petunjuk sebagaimana
orang-orang yang engkau
tunjuki”. (HR. Abu Dawud, An Nasa-I dan lain-lainnya,
dari Abul Hawro’ , dan sanadnya shohih, lihat :
Misykatul Mashobiih no.
1273) Nabi shollallahu ‘ alaihi wa sallama juga berlindung
kepada Allah dari kesesatan
setelah petunjuk, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan
kemuliaanMu dari Engkau
sesatkan, tidak ada Ilah
yang diibadati dengan hak
melainkan Engkau”. (Muttafaqun ‘ alaihi dari Ibnu Abbas) Dalam do’ a safar beliau mengucapkan, “Dan aku berlindung kepadaMu dari Al Haur
setelah Al Kaur ”. (HR. Muslim) Maksud Al Haur setelah Al
Kaur yaitu; kerusakan
setelah kebaikan,
kesesatan setelah
petunjuk. Akuilah dosamu .. tangisilah
kesalahan dan kelalaianmu.
Mintalah kepada Allah, agar
Ia tidak menghinakanmu di
hari pembalasan, serta
agar Ia memutihkan wajahmu ketika dihitamkan
wajah-wajah pelaku maksiat
dan orang-orang kafir. Mulailah lembaran baru
yang putih bersama Allah
Ta’ ala dengan keta’ atan dan taubat nashuhah. “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan
orang-orang yang menyeru
Tuhannya di pagi dan senja
hari dengan mengharap
keridhaan-Nya; dan
janganlah kedua matamu berpaling dari mereka
(karena) mengharapkan
perhiasan dunia ini; dan
janganlah kamu mengikuti
orang yang hatinya telah
Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta
menuruti hawa nafsunya
dan adalah keadaannya itu
melewati batas.” (Al Kahfi : 28) Palingkanlah wajahmu dari
teman-teman yang tidak
baik, dari orang-orang
yang tidak peduli apakah
engkau nanti di sorga atau
di neraka. Bahkan lebih dari itu, kelak mereka di hari
kiamat meminta kepada
Allah Ta’ ala supaya Allah menambahkan azab yang
berlipat untuk teman-
teman mereka. “mereka berkata (lagi): “Ya Tuhan kami; barang siapa
yang menjerumuskan Kami
ke dalam azab ini Maka
tambahkanlah azab
kepadanya dengan berlipat
ganda di dalam neraka”. (Shod : 61) Bersihkan dari dirimu debu-
debu dosa dan kelengahan.
Bergabunglah dengan
kafilah yang berjalan
menuju Allah Ta’ ala. Kembalilah
saudaraku ..kepada Allah
Ta’ ala, agar engkau kembali menjadi telaga
kebaikan yang selalu
mengalirkan manfaat untuk
umatmu. Saudaraku, berikut ini
sebagian kiat dan asbab
yang akan membantumu
untuk tetap teguh dan
istiqomah dengan izin Allah
Ta’ ala : 1. Do’ a yang tulus, berdo’ alah, “Hai Yang Membolak- balikkan hati, teguhkanlah
hatiku di atas din-Mu”. 2. Carilah teman yang baik
dan sholeh, yang akan
membantumu untuk ta’ at kepada Allah. 3. Jauhkan dirimu dari
teman-teman yang tidak
baik. 4. Jagalah Kitabullah,
dengan membaca,
menghapal dan mempelajari
makna-makna serta hukum-hukumnya,
ketahuilah Al Qur’ an adalah obat hati yang sakit. 5. Jagalah ibadah-ibadah
fardhu dan ibadah-ibadah
nafilah yang mengiringinya. 6. Menuntut ilmu sya’ ri dan menghadiri majelis-majelis
ilmu. 7. Takut kepada dosa dan
akibatnya, karena dosa
adalah penyebab su-ul
khotimah. 8. Membaca buku-buku yang
bermanfa’ at, mengikuti daurah-daurah ilmiyah dan
dakwiyah. 9. Ghoddul Bashor (menahan
pandangan dari penyebab
maksiat), percayalah
dengan ghoddul bashor
hatimu akan lebih tenang
dan terasa manisnya keimanan. 10. Ingatlah permusuhan
syetan terhadapmu dalam
setiap detik. Dan
bahwasanya ia senantiasa
mengintai kelengahanmu
serta menggunakannya untuk menyeretmu menjadi
temannya di neraka kelak. Terakhir saudaraku,
kalimat-kalimat ini mungkin
keras dan tajam, akan
tetapi ia memancar dari
cinta yang tulus, hatiku
lebih dahulu mengatakannya sebelum penaku
menorehkannya, karena
kasihan kepadamu
saudaraku tercinta. Tidak
ada yang kuinginkan
melainkan kebaikan untukmu. Semoga Allah
Ta’ ala melimpahkan rahmatNya untuk kita … Dan sampai bertemu di atas
jalan kebaikan dengan izin
Allah Ta’ ala, semoga Allah menjagamu saudaraku.