Laman

Entri Populer

Tampilkan postingan dengan label syarat amal di terima oleh allah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label syarat amal di terima oleh allah. Tampilkan semua postingan

Selasa, Mei 10, 2011

syarat agar amal di terima d sisi allah

Beramal shalih memang
penting karena merupakan
konsekuensi dari keimanan
seseorang. Namun yang tak
kalah penting adalah
mengetahui persyaratan agar amal tersebut
diterima di sisi Allah. Jangan
sampai ibadah yang kita
lakukan menjadi sia-sia
karena tidak diterima Allah
Subhanahuwata’ ala, bahkan bisa jadi justru
membuat Allah murka
karena cara beramal kita
tidak memenuhi syarat
yang Allah dan Rasul-Nya
telah bimbing melalui Al Qur’ an dan As-Sunnah. Syarat Diterimanya Amal oleh Allah Subhanahuwata’ ala Pertama, amal harus
dilaksanakan dengan
keikhlasan semata-mata
mencari ridha Allah
Subhanahuwata’ ala. Allah Subhanahuwata’ ala berfirman; Dan tidaklah mereka
diperintahkan melainkan
agar menyembah Allah
dengan mengikhlaskan
baginya agama yang lurus”. (Al Bayyinah: 5) Rasulullah
Sholallohualaihiwasallam
bersabda: “Sesungguhnya amal-amal tergantung pada niat dan
setiap orang akan
mendapatkan sesuatu
sesuai dengan
niatnya.” (Shahih, HR Bukhari-Muslim) Kedua dalil ini sangat jelas
menunjukkan bahwa dasar
dan syarat pertama
diterimanya amal adalah
ikhlas, yaitu semata-mata
mencari wajah Allah Subhanahuwata’ ala. Amal tanpa disertai dengan
keikhlasan maka amal
tersebut tidak akan
diterima oleh Allah
Subhanahuwata’ ala. Kedua, amal tersebut
sesuai dengan sunnah
(petunjuk) Rasulullah
Sholallohualaihiwasallam. Beliau
Sholallohualaihiwasallam
bersabda: “Dan barang siapa yang melakukan satu amalan
yang tidak ada perintahnya
dari kami maka amalan
tersebut
tertolak.” (Shahih, HR Muslim dari ‘ Aisyah radhiallahu ‘ anha) Dari dalil-dalil di atas para
ulama sepakat bahwa
syarat amal yang akan
diterima oleh Allah
Subhanahuwata’ ala adalah ikhlas dan sesuai dengan
bimbingan Rasulullah
Sholallohualaihiwasallam.
Jika salah satu dari kedua
syarat tersebut tidak ada,
maka amalan itu tidak akan diterima oleh Allah
Subhanahuwata’ ala. Dari sini sangat jelas
kesalahan orang-orang
yang mengatakan “ Yang penting kan niatnya.” Yang benar, harus ada
kesesuaian amal tersebut
dengan ajaran Rasulullah
Sholallohualaihiwasallam.
Jika istilah “yang penting niat” itu benar niscaya kita akan membenarkan
segala perbuatan maksiat
(ingkar, red) kepada Allah
Subhanahuwata’ ala dengan alasan ‘ yang penting niatnya’ . Orang seperti mereka akan
mengatakan para pencuri,
penzina, pemabuk, pemakan
riba’ , pemakan harta anak yatim, perampok, penjudi,
penipu, pelaku bid’ ah (yaitu cara-cara baru
dalam beribadah mengada-
ada, yang tidak ada
contohnya dari Rasululah
Sholallohualaihiwasallam)
dan bahkan perbuatan syirik tidak bisa kita
salahkan, karena beralasan
kita tidak mengetahui
bagaimana niatnya (karena
bisa jadi niatnya baik
menurut pandangan mereka). Demikian juga
dengan seseorang yang
mencuri dengan niat
memberikan nafkah kepada
anak dan isterinya. Apakah seseorang
melakukan bid’ ah (cara beribadah yang sesat)
dengan niat beribadah
kepada Allah
Subhanahuwata’ ala adalah perbuatan yang
dibenarkan? Apakah orang
yang meminta petunjuk
kepada kuburan-kuburan /
makam wali dengan niat
memuliakan wali itu adalah perbuatan yang
dibenarkan? Tentu
jawabannya adalah tidak. Dari pembahasan di atas
sangat jelas kedudukan dua
syarat tersebut dalam
sebuah amalan dan sebagai
penentu diterimanya. Oleh
karena itu, sebelum melangkah untuk beramal
hendaklah bertanya pada
diri kita: Untuk siapa saya
beramal? Dan bagaimana
caranya? Maka jawabannya
adalah dengan kedua syarat di atas. Masalah berikutnya, juga
bukan sekedar
memperbanyak amal, akan
tetapi benar atau tidaknya
amalan tersebut.
Allah Subhanahuwata’ ala berfirman: “Dia Allah yang telah menciptakan mati dan hidup
untuk menguji kalian
siapakah yang paling bagus
amalannya.” (Al Mulk: 2) Jadi dari ayat ini Allah
Subhanahuwata’ ala mengatakan yang paling
baik amalnya dan bukan
yang paling banyak
amalnya, yaitu amal yang
dilaksanakan dengan ikhlas
dan sesuai dengan ajaran Rasulullah
Sholallohualaihiwasallam. Wallahu a’ lam.