Laman

Entri Populer

Senin, Juni 06, 2011

Karakter manusia di zaman jahiliah modern

Dalam sejarah Islam dijelaskan bahwa Rasulullah diturunkan oleh Allah ke dalam suatu komunitas masyarakat yang dikenal dengan istilah masyarakat Arab Jahiliah. Secara lingustik istilah jahiliah berasal dari kata Bahasa Arab jahala yang berarti bodoh dan tidak mengetahui atau tidak mempunyai pengetahuan. Namun dalam realitas yang sesungguhnya, secara faktual saat itu masyarakat Arab yang dihadapi oleh Rasulullah bukanlah masyarakat yang bodoh atau tidak mempunyai pengetahuan. Buktinya pada saat itu sastra dan syair berkembang dengan pesat di kalangan mereka. Setiap tahun diadakan festival-festival pembacaan puisi dan syair, ini membuktikan bahwa orang- orang Arab ketika itu sudah banyak yang mengetahui baca dan tulis. Selain itu mereka juga mampu membuat tata kota dan tata niaga yang sangat baik. Hal ini semakin menguatkan bahwa mereka kaum Quraisy bukanlah orang-orang bodoh dan tidak berpengetahuan. Dapat dipahami, bahwa sebenarnya mereka adalah masyarakat yang sedang berkembang peradabannya. Dari berbagai kajian yang pernah penulis lakukan dapat disimpulkan
bahwa masyarakat yang dihadapi
oleh Nabi Muhammad diistilahkan dengan jahiliah bukan karena bodoh atau tidak berpengetahuan, atau dalam istilah lain lemah dalam aspek intelektualnya. Penulis berkeyakinan bahwa yang dimaksud dengan ”kejahilan” (ketidaktahuan) mereka ada pada dua aspek utama, pertama aspek akidah. Pada saat Rasulullah diutus oleh Allah, khurafat dan mitos-mitos yang berkembang pada saat itu telah menyeret manusia untuk menjauh dari kehidupan yang alami dan manusiawi. Dalam kondisi seperti itulah, Allah mengutus duta terakhirnya, yaitu Nabi Muhammad SAW. Beliau membawa agama Islam sebagai hadiah bagi umat manusia sedunia serta memberikan penafsiran baru terhadap kehidupan manusia, selain itu beliau juga datang dengan membawa misi untuk memberantas akar kebodohan dalam masyarakat, yakni syirik kepada Allah. Sedangkan yang kedua adalah aspek akhlak. Pada masa itu, akhlak atau moral sama sekali tidak mendapat tempat dalam masyarakat jahiliah. Pada saat itu mereka melakukan berbagai perbuatan keji tanpa merasa takut atau bersalah, di antaranya kebiasaan mengubur bayi perempuan hidup-hidup, minum-minuman keras, berzina, membunuh, dan lain sebagainya. Rasulullah diturunkan oleh Allah untuk memperbaiki akhlak. Beliau menyeru masyarakat agar berpegang teguh kepada nilai- nilai moral. Selain itu beliau juga mengajarkan kepada mereka akhlak yang mulia. Jadi dapat dikatakan bahwa masyarakat jahiliah yang dimaksud di sini adalah masyarakat yang jahil dalam segi akidah dan akhlak. Kejahilan yang
terjadi ribuan tahun itu ternyata
juga kembali terjadi di zaman sekarang, sehingga zaman globalisasi ini sering pula disebut dengan istilah jahiliah modern. Terjadinya berbagai dekadensi moral di berbagai bidang merupakan karakteristik utama yang menjadikan masyarakat modern ini kembali ke kehidupan jahiliah. Untuk lebih memahami apa yang disebut masyarakat jahiliah ini perlu kiranya kita mengkaji lebih dalam apa saja karakteristik dan perilaku dari masyarakat tersebut. Al-Qur’ an sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia telah memberikan tuntunan bagi manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Al- Qur’ an juga telah menjelaskan 4 karakteristik utama dari masyarakat jahiliah. 4 Karakteristik itu adalah : 1. Hukmul Jahiliah (Hukum Jahiliah) Masyarakat jahiliah menggunakan hukum jahiliah sebagai undang-undang dan peraturan dalam kehidupan mereka. Yang dimaksud dengan hukum jahiliah adalah hukum yang memihak kepada yang lebih kuat. Para pengambilan keputusan hukum lebih memihak kepada pihak yang bisa membayar dengan mahal, sementara kaum miskin semakin tertindas dengan berlakunya hukum jahiliah ini. Hukum begitu mudah dibeli dengan uang dan berbagai iming-iming materi. Wajar kiranya jika kiranya sekarang pun di sebut dengan zaman jahiliah modern, sebab supremasi hukum juga sudah tidak ada. Para koruptor, pengeruk harta kekayaan negara dengan mudahnya membebaskan dirinya dari jeratan hukum. Mereka mampu membeli para hakim dan jaksa. Para punggawa peradilan menjadi
sangat mandul karena mereka sudah disuap dan disogok dengan
duit jutaan bahkan milyaran. Inilah yang diisyaratkan Allah dalam sinyalemennya : ”Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al-Maidah : 50). Karakteristik demikian ternyata juga muncul di zaman sekarang, hukum begitu mudah dibeli. Supremasi hukum hanya slogan belaka, sebab dalam kenyataannya siapa yang kuat, yang berkuasa, yang punya uang, maka dialah yang berhak ”memiliki” hukum. 2. Dzhonnul Jahiliah (Prasangka Jahiliah) Orang-orang musyrik jahiliah berakidah syirik (menyekutukan Allah). Mereka merasakan Tuhan itu jauh dari mereka karena tidak nampak (immateri) hingga mereka mangambil patung- patung orang suci dari kalangan mereka untuk dijadikan wasilah beribadah kepada Tuhan. Mereka pada hakekatnya tahu Tuhan mereka adalah Allah SWT. terbukti nama ayah Rasulullah sendiri bernama Abdullah (hamba Allah). Itulah prasangka jahiliah, sangkaan yang tidak benar tentang eksistensi Tuhannya. Allah SWT berfirman : ” .......mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah...... ” (Ali Imran : 154). Sikap demikian ternyata juga ada di masyarakat
modern sekarang ini, banyak di antara mereka yang syirik kepada Allah. Di antara mereka ada yang menjadikan harta, jabatan, ilmu pengetahuan, keelokan wajah sebagai Tuhan mereka. Waktu yang berikan oleh
Allah telah mereka habiskan untuk ”menyembah” Tuhan- tuhan mereka. Prasangka yang tidak benar lainnya dari masyarakat jahiliiah adalah menganggap bahwa kehidupan ini akan kekal selamanya, bahkan sebagian lainnya mempercayai bahwa hidup ini tidak akan pernah berakhir, mereka tidak percaya dengan adanya hari kiamat. Prasangka demikian juga terjadi di dmasyarakat modern ini, bahkan kebanyakan dari mereka mempercayai konsep ”reinkarnasi”, naudzu billlahi min dzalik. 3. Hamiyatul Jahiliyah (Kesombongan Jahiliah) Allah SWT berfirman : ”Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan, (yaitu) kesombongan jahiliah, lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mu’ min dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat taqwa .......” (Al-Fath : 26) ). Allah SWT. mempersamakan perilaku sombong sebagai penyakit jahiliah. Mengapa? Sebab kesombongan senantiasa melupakan eksistensi Tuhan sebagai penentu segalanya. Sebagai seorang Muslim, banyaknya musibah di negara ini jangan sekadar hanya disikapi sebagai fenomena alam biasa, tapi coba lihat dalam konteks Al- Qur’ an yang berbicara tentang penyebab musibah. Sikap kesombongan kita kepada Allah SWT. yang menyebabkan bencana
silih berganti datang kepada kita karena tidak bersyukur dengan nikmat Allah yang banyak kita peroleh. Orang yang sombong akhirnya akan terjerumus menjadi manusia yang berani melanggar dan menentang perintah Allah SWT. Iblis saja terusir dari surga karena tidak taat pada perintah Allah. Dengan demikian, Jika ada masyarakat Muslim kita yang tidak taat pada perintah Allah dalam skup sempit misalnya ingkar melaksanakan ibadah sholat dan zakat, maka diapun sebenarnya telah mengidap penyakit kesombongan jahiliah. 4. Tabarrujul Jahiliah (Hiasan/Dandanan Jahiliah) Allah SWT berfirman : ”Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah yang
dahulu” (Al-Ahzab : 33) Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa budaya mengekspoitasi kemolekan tubuh wanita menjadi karakteristik utama masyarakat jahiliah. Arti tabarruj yang sebenarnya ialah: ”membuka dan menampakkan sesuatu untuk dilihat mata”. Az-Zamakhsyari berkata: "Bahwa tabarruj itu ialah memaksa diri untuk membuka sesuatu yang seharusnya disembunyikan." Namun tabarruj dalam ayat di atas adalah khusus untuk perempuan terhadap laki-laki lain, yaitu mereka nampakkan perhiasannya dan kecantikannya. Dalam mengartikan tabarruj ini, Az-Zamakhsyari menggunakan unsur baru, yaitu: takalluf (memaksa) dan qashad (sengaja) untuk menampakkan sesuatu perhiasan yang seharusnya disembunyikan. Sesuatu yang harus disembunyikan itu ada kalanya suatu tempat di badan, atau gerakan anggota, atau cara berkata dan berjalan, atau perhiasan yang biasa dipakai berhias oleh orang-orang perempuan dan lain-lain. Tabarruj
ini mempunyai bentuk dan corak yang bermacam-macam yang sudah dikenal oleh orang-orang banyak sejak zaman dahulu sampai sekarang. Karakteristik kehidupan tabarruj tampak jelas dalam keseharian kita. Maraknya ekploitasi kemolekan tubuh wanita terjadi dimana-mana, dan makin hari ini semakin parah. Di berbagai media hal ini sudah biasa kita saksikan. Sayangnya hal ini diperparah dengan adanya penyakit eksibisionisme (Suka pamer aurat) di antara kita, terlebih lagi kalangan selebritis. Banyaknya acara infotainment tentang selebritis menyebabkan banyak sensasi yang dilakukan walau harus menjual harga dirinya. Gampang saja, kalau mau terkenal dan ingin dikejar-kejar media agar rating bayaran berlipat-lipat, terkadang mereka berpose seronok dan disebarluaskan melalui internet dan hand phone. Kebiasaan ini akhirnya banyak diikuti generasi muda mudi kita dikarenakan selebritis adalah publik figur yang
dididolakan. Akhirnya budaya malu menjadi barang langka di negeri ini. Dalam hadis Rasulullah Saw. Bersabda, ”jika Allah hendak menghancurkan suatu negeri, maka terlebih dahulu dilepaskannya rasa malu dari kaum itu” (HR.Bukhari Muslim). Demikianlah empat karakteristik utama kehidupan jahiliah yang secara rinci dan gamblang telah Allah jelaskaan di dalam kitab suci-Nya. Mudah-mudahan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang selamat dari cengkraman ”budaya” kehidupan jahiliah, amin.

PERGAULAN "JAHILIYAH" MODERN

Dewasa ini kita hidup di era jahiliyah
materialis yang dengan segala gerakan dan adat istiadatnya telah jauh dari
tatanan syariat yang dibawa oleh Rasulullah saw. Nilai-nilai agama dan
keruhaniannya telah dicampakkan begitu saja. Akibatnya, kerusakan dan
kebobrokan moral dan etika melanda kebanyakan manusia akhir-akhir ini. Memang kita sadar bahwa zaman
jahiliyah modern ini berkembang
begitu pesat karena didukung dengan adanya
media dan perangkat penyebar informasi canggih yang setiap saat siap
menyebarkan ‘ kuman-kuman’ perusak akhlak yang mampu bergerak melebihi kecepatan
sinar dan menerobos masuk ke rumah-rumah bahkan menyelinap ke kamar-kamar tidur
melalui layar kaca (televisi). Hidup di abad dan era seperti ini -
dimana godaan nafsu dan syahwat mengepung kita dari segala penjuru dan
pergaulan bebas meliputi anak mudanya – sungguh tidak mudah. Diperlukan adanya
ketahanan diri dan kekuatan iman serta keyakinan bahwa diri kita pasti akan
dimintai pertanggung jawaban kelak oleh Allah Ta’ ala terhadap semua yang kita
lakukan. Kita sangat butuh dengan keberadaan para penyeru kebaikan, para da’ I dan ulama’ yang dengan fatwa serta pendidikannya akan mengarahkan dan
meluruskan jalan kehidupan kita. Kita harus selalu waspada, sebab akhir-akhir
ini banyak para penyeru kebathilan (Ulama Su’ / Ulama yang buruk) berdiri
dimana-mana untuk mencampakkan kita ke jurang kehinaan dan kesengsaraan. Kita
harus pandai memilih dan memilah, mana figur yang harus kita ikuti dan
teladani, tidak asal cinta dan fanatik. Maka daripada itu diperlukan aturan
dan undang-undang yang mampu menata kehidupan manusia dalam bergaul dan
bermasyarakat. Apa saja yang hendaknya kita jalankan untuk mendapatkan kawan
yang baik, yang mampu membawa kita ke jalan yang penuh hidayah. Sebab kalau
kita tidak mau berhati-hati dalam bergaul, maka kehinaan dan penyesalan di
ambang pintu. Berapa banyak orang binasa karena teman. Dan berapa banyak orang
hancur hidupnya juga karena pergaulan dengan kawan yang rusak. Kita sendiri telah menyaksikan
bagaimana kerusakan pergaulan modern pada zaman ini. Berapa banyak wanita harus
menutup-nutupi rasa malunya karena ‘ kecelakaan’ dengan laki-laki yang bejat.
Berapa banyak pula pemuda harus menghabiskan masa mudanya di terali besi karena
terjerembab dalam kriminalitas. Dan berapa banyak anak-anak bayi tidak berdosa
terlahirkan tidak mempunyai ayah dan tidak mengetahui siapa ayah mereka. Semua
karena kebejatan si wanita dan
laki-laki yang terjatuh dalam pergaulan bebas. Inilah yang diinginkan oleh syaitan,
musuh kita. Mereka selalu berusaha menjatuhkan kehormatan dan kemuliaan manusia
lewat kemaksiatan dan kemungkaran. Mereka senantiasa mencari kawannya kelak di
neraka. Alangkah rugi orang yang berjalan di belakang iblis dan anteknya.
Alangkah sengsara orang yang tunduk kepada mereka. Al Habib Abdullah bin Alawi Al Haddad
RA dalam kitabnya ‘ An Nashoih Ad Diniyyah Wal Washoya Al Imaniyyah’ telah menyebutkan bagaimana etika kita bergaul dan berkawan. Agar perkawanan dan
pertalian cinta tersebut dapat mengantarnya pada kebahagiaan dunia akhirat,
beliau berkata : “Jangan sekali-kali kamu mencintai dan
bersahabat dengan selain orang-orang yang bertakwa kepada Allah, jangan pula
mengawani selain orang yang berilmu dan zuhud di dunia. Sebab seseorang akan dikumpulkan
bersama orang yang dicintainya
di dunia dan akhirat”. Dalam satu riwayat, Rasulullah SAW
bersabda (yang artinya): “Seseorang itu dinilai dengan siapa
dia berkawan. Dan seseorang itu tergantung pada agama kawannya, maka hendaknya
kalian melihat siapa yang hendak dijadikan kawan”. Dalam hadits yang lain beliau SAW
bersabda (yang artinya): “Kawan yang baik (sholeh) lebih baik
daripada menyendiri dan menyendiri lebih baik (selamat) daripada kawan yang
buruk (jahat)”

Minggu, Juni 05, 2011

hidup di tengah era globalisasi pornografi

Segala puji bagi Allah, shalawat
dan salam semoga senantiasa
tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW, keluarga,
sahabat dan seluruh pengikutnya
yang selalu setia mengikuti peyunjuknya. Jaman Globalisasi, jaman yang
menyadarkan manusia bahwa
bumi benar-benar sesuatu yang
sangat kecil dibandingkan alam
raya. Namun ditengah-tengah
nikmat Allah yang demikian besar semakin banyak manusia yang
makin tidak sadar apa dan
kenapa mereka hidup di dunia
dan apa sebenarnya mereka
dihidupkan dan untuk tugas apa
mereka itu ada dan hidup. . Mengapa kamu kafir kepada
Allah, padahal kamu tadinya
mati, lalu Allah
menghidupkan kamu, kamu
dimatikan dan dihidupkan-
Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu di
kembalikan. (QS. 2:28) .
Globalisasi dapat berdampak
positip bagi mereka yang
mempunyai pendirian dan
pegangan yang kokoh dalam
beragama Islam, sebaliknya globalisasi akan menjadi sesuatu
yang sangat merugikan bagi
mereka yang masih berjiwa labil
dan bodoh dalam mengisi
kehidupan. Bila kita telah memakai kacamata pandang yang benar, maka akan mengetahui akan tujuan hidup yang haqiqi, yaitu melihat tanda- tanda keagungan Allah disegenap penjuru alam ciptaan Allah, dan kemudian rajin untuk bertasbih, tunduk taat, bersujud, mengagungkan Allah SWT. Allah Tuhan yang Maha Pencipta telah menciptakan beragam jenis aneka rupa-rupa macam jenis ciptaan dengan segala hal-hal yang bisa dipahami dan keanehan-kenehan yang kadang perlu perenungan untuk memahaminya. Unjung perenungan pada diri
seseorang adalah munculnya
rasa kagum kepada Allahu Akbar
Tuhan Semesta Alam, Tuhan yang
Maha Pencipta, dan kemudian
bersikap tunduk patuh kepada Segala hukum yang telah Allah
tetapkan, dan sekaligus
berusaha keras untuk memahami
Petunjuk-petunjuk Allah yang
Allah sampaikan lewat Kitab Suci
Al-Qur’ an dan Sunnah yang semuanya itu diberikan kepada
Rasulullah Muhammad SAW.
. Allah berfirman:”Turunlah kamu berdua dari surga
bersama-sama, sebagian
kamu menjadi musuh
sebahagian yang lain. Maka
jika datang kepadamu
petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti
petunjuk-Ku, ia tidak akan
seat dan ia tidak akan
celaka. (QS. 20:123) Dan barangsiapa yang
berpaling dari peringatan-
Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang
sempit, dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan
buta”. (QS. 20:124) . Dalam catatan sejarah telah
terbukti dengan bukti yang tidak
akan dapat dilupakan oleh umat
manusia, ketika manusia
memunculkan ajaran-ajaran
keangkuhan kepada Allah, maka kemudian terjadilah musibah
besar dan sangat-sangat besar.
Ketika manusia menonjol-
nonjolkan ajaran atheisme dan
komunisme di akhir abad 18,
maka generasi berikutnya memanen musibah sangat-sangat
besar di awal hingga
pertengahan abad 19, yaitu
terjadinya perang dunia satu
dan perang dunia dua yang
membuat kerugian yang sangat- sangat besar bagi peradaban
umat manusia. Demikian pula Euphoria Jaman
Globalisasi disaat ini, Era
Globalisasi diawali kira-kira th
1980, atau di penghujung akhir
abad sembilan belas. Apa yang
menonjol dari era Globalisasi adalah Era Teknologi Digital, Era
tehnologi Biner ( 0 dan 1), yang
dapat menghasilkan loncatan
supercepat dari segala teknologi
yang sebelumnya, apalagi di
dalam teknologi informasi (IT). Euphoria Zaman Globalisasi harus direspon oleh umat Islam dengan respon yang cepat pula, bila tidak direspon dengan cepat maka akan berakibat buruk pula dimasa-masa berikutnya. Kebebasan manusia untuk mengungkapkanapa saja yang dimiliki oleh manusia telah disebar di jaman Global. Pertukaran berbagai macam pola
pikir, filsafat hidup, budaya,
aktifitas dan perilaku dari yang
terjelek hingga yang terbaik
nampak mengemuka di berbagai
macam jenis media. Yang sangat mencengangkan tentunya adalah tersebarnya berbagai macam budaya-budaya yang dilarang oleh Agama. Yang bila dilakukan dapat merusak tatanan moral dan tatanan budaya luhur dan mulia umat manusia, bahkan merusak keadaban manusia Sudah sangat-sangat jelas
bahwa segala larangan yang
Allah sampaikan didalam kitab
suci Al-Qur’ an adalah sesuatu yang bila benar-benar dihindari,
akan menghasilkan kelestarian
ketinggian moral dan
keselamatan manusia. Dan juga
yang Allah perintahkan, adalah
segala sesuatu yang menjadikan manusia semakin kokoh didalam
kedudukannya sebagai makhluq
yang diberi kedudukan mulia oleh
Allah Tuhan Semesta Alam. Seorang Anggota DPR dari partai
Yang Terhormat telah tergelincir
dan telah masuk dalam
perbincangan luas tentang kasus
melihat perbuatan pornografi di
saat sidang Paripurna, menunjukkan peristiwa gunung
es yang pasti dibawahnya ada
yang jauh lebih besar dari itu.
Dan sebenarnya permasalahan
utama adalah kerusakan moral,
kerusakan jiwa manusia, dan manusia perlu tahu bahwa
manusia dimurkai oleh Allah dan
dijauhkan dari Allah disebabkan
diawali oleh pelanggaran tentang
pornografi
. Dan Allah berfirman):”Hai Adam bertempat tinggallah
kamu dan istrimu di surga
serta makanlah olehmu
berdua (buah-buahan)
dimana saja yang kamu
sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon
ini, lalu menjadilah kamu
berdua termasuk orang-
orang yang zalim”. (QS. 7:19) Maka syaitan membisikkan
pikiran jahat kepada
keduanya untuk
menampakkan kepada
keduanya apa yang
tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan
berkata:”Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati
pohon ini, melainkan supaya
kamu berdua tidak menjadi
malaikat atau tidak menjadi
orang yang kekal (dalam
surga)”. (QS. 7:20) Dan dia (syaitan)
bersumpah kepada
keduanya:”Sesungguhnya saya adalah termasuk
orang yang memberi
nasehat kepada kamu
berdua”, (QS. 7:21) Maka syaitan membujuk
keduanya (untuk makan
memakan buah itu) dengan
tipu daya. Tatkala
keduanya telah merasai
buah kayu itu, nampaklah baginya aurat-auratnya,
dan mulailah keduanya
menutupi dengan daun-daun
surga. Kemudian Tuhan
mereka menyeru
mereka:”Bukankah Aku telah melarang kamu
berdua dari pohon kayu itu
dan Aku katakan
kepadamu:”Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagi kamu
berdua” (QS. 7:22) Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah
menganiaya diri kami
sendiri, dan jika Engkau
tidak mengampuni kami dan
memberi rahmat kepada
kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang
merugi”. (QS. 7:23) Allah berfirman: “Turunlah kamu sekalian, sebahagian
kamu menjadi musuh bagi
sebahagian yang lain. Dan
kamu mempunyai tempat
kediaman dan kesenangan
(tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu
yang telah ditentukan”. (QS. 7:24) Allah berfirman: “Di bumi itu kamu hidup dan di di
bumi itu kamu mati, dan
dari bumi itu (pula) kamu
akan dibangkitkan. (QS.
7:25) Hai anak Adam,
sesungguhnya Kami telah
menurunkan pakaian untuk
menutupi ‘ auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian
taqwa itulah yang baik.
Yang demikian itu adalah
sebahagian dari tanda-
tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka
selalu ingat. (QS. 7:26) Hai anak Adam, janganlah
sekali-kali kamu dapat
ditipu oleh syaitan
sebagaimana ia telah
mengeluarkan kedua ibu
bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari
keduanya pakaiannya untuk
memperlihatkan kepada
keduanya ‘ auratnya. Sesungguhnya ia dan
pengikut-pengikutnya
melihat kamu dari suatu
tempat yang kamu tidak
bisa melihat mereka.
Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan
itu pemimpin-pemimpin bagi
orang-orang yang tidak
beriman. (QS. 7:27) .
Kejatuhan Moral Umat manusia
dari ulahnya dengan pornografi
bukan sekedar sebuah kejadian
eksak yang bisa dinalar dengan
aqal saja, namun sebuah kejadian kepastian ILAHI, bila manusia
telah melanggar larangan Allah
dengan pornografi pasti mereka
akan tidak mampu lagi menjadi
makhluq mulia yang didekatkan
kepada Allah. Orang yang dijauhkan dari Allah Tuhan semesta alam, Orang yang telah jatuh moralnya, dan rendah kedudukannya, maka orang tersebut akan dengan ringan melepaskan agamanya, atau lebih suka menjadi orang kafir, atau menjadi orang musyrik atau menjadi orang mujrim atau bahkan berani dengan ungkapan-ungkapan nyata-nyata menentang Allah Tuhan semesta Alam. Banyak kejadian yang berakhir fatal yang dimulai dari dosa-dosa yang disebabkan oleh pornografi. Setelah manusia jauh dari Allah
maka berikutnya manusia akan
semakin kuat untuk berbuat
yang semakin parah dalam
kerusakan, hilangnya iman dan
taqwa membawanya kepada kejahatan-kejahatan besar yang
berikutnya, berani belajar dan
menggunakan ilmu sihir, berani
membuat menipuan-penipuan
besar, berani melakukan
kejahatan-kejahatan besar, dst- dst
. Demi Allah, sesungguhnya
Kami telah mengutus rasul-
rasul Kami kepada umat-
umat sebelum kamu, tetapi
syaitan menjadikan umat-
umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang
buruk), maka syaitan
menjadi pemimpin mereka di
hari itu dan bagi mereka
azab yang pedih. (QS. 16:63) Barangsiapa yang berpaling
dari pengajaran (Tuhan)
Yang Maha Pemurah (al-
Qur’ an), Kami adakan baginya syaitan (yang
menyesatkan) maka syaitan
itulah yang menjadi teman
yang selalu menyertainya.
(QS. 43:36)
Dan sesungguhnya syaitan- syaitan itu benar-benar
menghalangi mereka dari
jalan yang benar dan
mereka menyangka bahwa
mereka mendapat petunjuk.
(QS. 43:37) . Respon cepat yang harus dimiliki
oleh umat Islam di zaman ini yang
paling dominan adalah bersumber
dari Euphoria Globalisasi
PORNOGRAFI, yang membawa
moral umat manusia semakin cepat melorot jatuh ke tingkat
bawah. Kemerosotan moral yang
demikian parah maka berikutnya
disusul dengan penderitaan dan
penderitaan. Penderitaan jiwa,
baik individu atau juga khalayak. Kejadian-kejadian Pornografi telah membuat manusia jauh dari Allah, tidak lagi mampu mereguk lezatnya iman dan taqwa, sehingga manusia dengan bersemangat berebut kelezatan- kelezatan yang lain, dan kelezatan yang instant untuk diperebutkan adalah kelezatan tahta, harta dan nafsu syahwat, dan kelezatan materiil dunia, saling beradu kekuatan untuk memperebutkan kenikmatan materiil dunia. Bila penyakit jiwa ini semakin
parah , walaupun dosa makin
bertumpuk-tumpuk, manusia
sudah semakin sulit dicegah
untuk berbuat merusak diri, dan
semakin sulit diajak untuk keluar dari kebiasaan buruk yang
membinasakan, sebagaimana
pecandu narkoba yang telah
tenggelam dalam kecanduan
yang kian parah. Jaman Era pornografi
seharusnya segera di akhiri
dengan kesadaran orang-orang
yang masih punya daya tahan
dan kesadaran akan bahaya
pornografi. Dan Harus segera mengajak umat manusia untuk
meninggalkan dan menjauhi serta
memberantas pornogarfi. Dan jalan pintas untuk keluar
dari lingkaran setan tersebut
adalah peran para pemegang
kekuatan dan kekuasaan untuk
menyembuhkan masyarakat dari
penyakit pornografi, sebagaimana mereka sangat
peduli dengan pencegahan dan
penyembuhan berbagai macam
penyakit yang biasa
menghinggapi raga manusia
seperti penyakit darah tinggi, penyakit jantung, penyakit
kanker, pengakit diabetes, dll
karena penyakit akibat pornografi berakibat buruk yang lebih parah dan lebih kekal kesusahan dan penderitaannya. Manusia-manusia pecandu
pornografi perlu segera
disadarkan bahwa apa yang
mereka lakukan itu sesuatu yang
menjadikan mereka mendapat
hukuman dijauhkan dari Allah Tuhan semesta Alam, baik di
dunia dan di akherat. Semoga umat manusia segera
sadar akan bahayanya dan
segera membebaskan diri
pornografi. Mengajilah-
mengajilah-mengajilah dengan
tekun, semoga Allah memberi kekuatan kepada manusia untuk
terbebas dari godaan pornografi.
….. Wallahu a’ lam.

mengingatkan diri dengan azab allah


Segala puji hanya bagi Allah,
shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurah kepada
Rasulullah Muhammad SAW,
keluarga, sahabat dan kepada
seluruh pengikut beliau yang senantiasa mengikuti jalan
petunjuknya. Segala puji hanya bagi Allah,
manusia adalah makhluq ciptaan
Allah yang paling spesifik yang
Allah ciptakan untuk hidup dan
menghuni alam dunia ini dengan
tujuan yang sama dengan makluq-makhluq yang lain yaitu
untuk selalu beribadah dan
bertasbih kepada Allah. . Dan Aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-
Ku. (QS. 51:56) Semua yang berada di
langit dan yang berada di
bumi bertasbih kepada Allah
(menyatakan kebesaran
Allah). Dan Dialah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. 57:1)
Kepunyaan-Nyalah kerajaan
langit dan bumi.Dia
menghidupkan dan
mematikan, dan Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu. (QS. 57:2) . Allah SWT telah memberikan
kelengkapan baik dalam diri
manusia maupun petunjuk-
petunjuk yang harus diketahui
oleh manusia, sehingga manusia
akan selalu hidup berada pada jalan yang lurus. . Dan Allah mengeluarkan
kamu dari perut ibumu
dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun,
dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur. (QS. 16:78) Dan Dialah yang telah
menciptakan bagi kamu
sekalian, pendengaran,
penglihatan dan hati. Amat
sedikitlah kamu bersyukur.
(QS. 23:78) . Allah pula yang mengutus para
Nabi dan rasul untuk
mengingatkan manusia agar
manusia selalu berjalan di jalan
yang lurus sesuai dengan yang
dikehendaki Allah SWT. Dengan segala indra-indra, aqal dan
hatinya manusia diperintah untuk
selalu belajar dan
menyempurnakan diri dalam
memahami kehendak Allah dan
menta’ ati Allah SWT . Sebagaimana Kami telah
mengutus kepadamu Rasul
di antara kamu yang
membacakan ayat-ayat
Kami kepada kamu dan
mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-
Kitab dan Hikmah, serta
mengajarkan kepada kamu
apa yang belum kamu
ketahui. (QS. 2:151) Dan Kami turunkan (al-
Qur’ an itu dengan sebenar-benarnya dan al-
Qur’ an telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan
Kami tidak mengutus kamu,
melainkan sebagai pembawa
berita gembira dan pemberi
peringatan. (QS. 17:105) . Allah SWT, menciptakan manusia
agar selalu berbuat yang baik-
baik dan benar dan semua
ukuran kebenaran dan kebaikan
itu untuk di zaman hari ini
semuanya telah tercantum di dalam Al-Qur’ an dan As-Sunnah. Setiap orang yang masuk Islam
telah masuk Islam dengan
bersyahadat, bersaksi bahwa
tidak ada ilah (sesembahan)
selain Allah Tuhan Semesta Alam
dan bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah. Konsekwensi
syahadat adalah setiap orang
Islam wajib memperdalam
pemahaman penghayatan dan
pengamalan Al-Qur’ an dan As- Sunnah. Kemudian menata diri
dengan menjalankan segala
perintah Allah dan menjauhi
segala larangan Allah. Bila seseorang hanya
bersyahadat saja padahal telah
diberi umur panjang namun
kecintaannya kepada Allah dan
Rasulnya tidak ada, dan tidak
mau menyempurnakan pemahaman, penghayatan dan
pengamalan Islam, dan
mencukupkan diri dengan
pengakuan maka Allah SWT
menyatakan orang-orang yang
demikian sebagaimana dalam firmannya yang artinya . Orang-orang Arab Badwi
itu, lebih sangat kekafiran
dan kemunafikannya, dan
lebih wajar tidak
mengetahui hukum-hukum
yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. (QS. 9:97) . Allah mencela dengan celaan
yang sangat kepada orang-
orang yang mengaku islam
namun tidak pernah terbentik di
hatinya untuk menyempurnakan
mengamalkan Islam sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah
kepada mereka. Allah Tuhan yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang, namun
Allah sangat murka kepada
manusia-manusia yang terus
menerus hidup di dalam
kebodohan dan kezaliman. . Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat
kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk
memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh
manusia. Sesungguhnya
manusia itu amat zalim dan
amat bodoh, (QS. 33:72) sehingga Allah mengazab
orang-orang munafik laki-
laki dan perempuan dan
orang-orang musyrikin laki-
laki dan perempuan; dan
sehingga Allah menerima taubat orang-orang
mu’ min laki-laki dan perempuan. Dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (QS.
33:73) . Kemurkaan Allah akan Allah
timpakan kepada orang-orang
suka dalam kondisi zalim dan
bodoh , yang tidak mau
meningkatkan kwalitas kebaikan
dirinya dengan tekun belajar kepada petunjuk-petunjuk Allah
Al-Qur’ an dan As-Sunnah. Allah telah memberi peringatan-
peringatan kepada manusia yang
menyimpang hidupnya dengan
berbagai macam kesulitan dan
kekacauan agar manusia kembali
bertekun kepada hukum-hukum kebenaran Allah . Dan Allah telah membuat
suatu perumpamaan
(dengan) sebuah negeri
yang dahulunya aman lagi
tenteram, rezkinya datang
kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat,
tetapi (penduduk)nya
mengingkari nikmat-nikmat
Allah; karena itu Allah
merasakan kepada mereka
pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa
yang selalu mereka
perbuat. (QS. 16:112) Dan sesungguhnya Kami
telah mengutus (rasul-
rasul) kepada umat-umat
yang sebelum kamu,
kemudian Kami siksa mereka
dengan (menimpakan) kesengsaraan dan
kemelaratan, supaya
mereka bermohon (kepada
Allah) dengan tunduk
merendahkan diri. (QS. 6:42)
Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada
Allah) dengan tunduk
merendahkan diri ketika
datang siksaan Kami kepada
mereka, bahkan hati
mereka telah menjadi keras dan syaitanpun
menampakkan kepada
mereka kebagusan apa
yang selalu mereka
kerjakan. (QS. 6:43) Dan sesungguhnya Kami
telah pernah menimpakan
azab kepada mereka, maka
mereka tidak tunduk
kepada Tuhan mereka, dan
(juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan
merendahkan diri. (QS.
23:76)
Hingga apabila Kami
bukakan untuk mereka
suatu pintu yang ada azab yang amat sangat (di
waktu itulah) tiba-tiba
mereka menjadi putus-asa.
(QS. 23:77) . Segala puji bagi Allah,Allah Tuhan
semesta Alam menghendaki
manusia untuk hidup dengan
tujuan yang sangat utama, yaitu
hidup selalu dekat kepada Allah
Tuhan Yang Maha Suci, Maha Tinggi dan Maha Mulia, selalu
dalam ketundukan, kepatuhan
mengikuti jalan-jalan kesucian,
ketinggian dan kemuliaan. Jika manusia enggan menempuh
jalan-jalan kesucian, ketinggian
dan kemuliaan maka manusia
akan hidup di dunia ini
menghadapi berbagai macam
kesulitan yang bertubi-tubi, itu semua adalah siksa di dunia dan
di akherat mereka akan kembali
kepada Allah dengan siksa yang
lebih keras dan lebih kekal
. Sebenarnya, mereka telah
mendustakan kebenaran tatkala
kebenaran itu datang kepada
mereka, maka mereka berada
dalam kadaan kacau balau. (QS.
50:5) Kabarkanlah kepada orang-
orang munafik bahwa
mereka akan mendapat
siksaan yang pedih. (QS.
4:138) merekalah orang-orang
yang kafir sebenar-
benarnya. Kami telah
menyediakan untuk orang-
orang yang kafir itu
siksaan yang menghinakan. (QS. 4:151) Maka tatkala mereka
melupakan apa yang
diperingatkan kepada
mereka, Kami selamatkan
orang-orang yang melarang
dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada
orang-orang yang zalim
siksaan yang keras,
disebabkan mereka selalu
berbuat fasik. (QS. 7:165) Dan adapun orang-orang
yang fasik (kafir), maka
tempat mereka adalah
neraka, setiap kali mereka
hendak keluar daripadanya,
mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya dan dikatakan
kepada mereka:”Rasakanlah siksa neraka yang dahulu
kamu mendustakannya”. (QS. 32:20) .
Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan Semesta Alam yang telah menghidupkan kita di dunia ini dengan tujuan yang sangat- sangat-sangat-sangat-sangat- sangat-sangat mulia, namun banyak umat manusia yang mengabaikan rambu-rambu petunjuk Allah, sehingga kemudian mereka hidup tanpa tuntunan Allah, dan kemudian jatuh terjerembab kedalam kedurhakaan dan kemudian menuai siksaan yang pedih di dunia dan di akherat. Kita berlindung kepada Allah agar kita tidak menjadi orang-orang yang demikian. Wallahu a’ lam.

WALAU DENGAN EMAS SEPENUH BUMI,JANGAN KAMU KIRA MAMPU MENEBUS DIRIMU DARI AZAB ALLAH

Sebuah Ayat Al Qur’ an telah mengisyaratan dengan tegas
betapa tingginya NILAI iman,
karena orang yang tidak
beriman akan mengalami nasib
yang sangat malang di akhirat.
Bayangkan! Emas sepenuh bumi tidak bisa untuk menebus dosa
kekafiran. Maka alangkah
besarnya nikmat iman yang telah
dianugerahkan oleh Allah SWT
kepada kita. ْﺍﻮُﺗﺎَﻣَﻭ ْﺍﻭُﺮَﻔَﻛ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ َّﻥِﺇ ْﻦِﻣ َﻞَﺒْﻘُﻳ ﻦﻠﻓ ٌﺭﺎَّﻔُﻛ ْﻢُﻫَﻭ ِﻮَﻟَﻭ ًﺎﺒَﻫَﺫ ِﺽْﺭﻷﺍ ُﺀْﻞِّﻣ ﻢﻫﺪﺣﺃ ٌﺏﺍَﺬَﻋ ْﻢُﻬَﻟ َﻚِﺌـَﻟْﻭُﺃ ِﻪِﺑ ﻯﺪﺘﻓﺍ َﻦﻳِﺮِﺻﺎَّﻧ ﻦﻣ ﻢﻬﻟ ﺎﻣﻭ ٌﻢﻴِﻟَﺃ “Sesungguhnya orang- orang yang kafir dan mati
sedang mereka tetap dalam
kekafirannya, maka
tidaklah akan diterima dari
seseorang di antara
mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri
dengan emas (yang
sebanyak) itu. Bagi mereka
itulah siksa yang pedih dan
sekali-kali mereka tidak
memperoleh penolong”. (QS.3: 91 ). Allah SWT berfirman mengancam
dan memperingatkan orang yang
kafir sesudah imannya, kemudian
kekafirannya makin bertambah,
yakni terus-menerus dalam
kekafiran sampai mati. Tidak mau tobat atau tidak sempat
bertobat. Dan tidaklah taubat itu diterima
Allah dari orang-orang yang
mengerjakan kejahatan (yang)
hingga apabila datang ajal
kepada seseorang di antara
mereka, (barulah) ia mengatakan : “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang”. dan tidak (pula diterima taubat)
orang-orang yang mati sedang
mereka di dalam kekafiran. bagi
orang-orang itu telah Kami
sediakan siksa yang pedih. (QS.4:
18). Barangsiapa mati masih dalam
kekafiran, maka tidak akan
ditrima darinya suatu
kebaikanpun untuk selama-
lamanya, sekalipun menginfakkan
emas sepenuh bumi (alias mustahil). Belum percayakah? Berapakah nilai emas sepenuh
bumi ? Berikut ini adalah sebuah
ilustrasi emas sepenuh bumi.
Volume planet bumi adalah : 1,0832073 x 1012 km3 ( sumber :
Wikipedia ).
= 1.083.207.300.000 x
( 1.000.000.000 ) x ( 1.000.000 )
cm3
= 1.083.207.300.000.000.000.000.000.
000 cm3.
Jika berat jenis emas adalah
19,32 gram/cm3 maka total
berat emas sepenuh bumi:
= 19,32 x 1.083.207.300.000.000.000.000.000.
000
= 20.927.565.036.000.000.000.000.
000.000 gram.
Bila harga emas per gram nya
sebesar Rp. 250.000,- maka nilai emas sebanyak itu adalah :
= 20.927.565.036.000.000.000.000.
000.000 gram x Rp 250.000,-
= Rp.
5.231.891.259.000.000.000.000.000.
000.000.000,- Andaikan ber-asumsi anggaran
pemerintah Indonesia 1000
trilyun pertahun, maka uang
sebesar itu bisa untuk membiayai
anggaran pemerintah Indonesia
selama 5.231.891.259.000.000.000 tahun atau kira-kira 5 milyar
trilyun tahun. Sebuah kekayaan
yang sangat besar dan di dunia
ini, sekaligus tidak ada seorang
pun yang memiliki kekayaan
sebesar itu. Tapi bagi Allah, kekayaan sebesar itu belumlah
cukup untuk menebus dirinya
dari adzab Allah. Ini hanyalah sebuah ilustrasi
untuk mengeaskan “sangat berharganya” iman yang dimiliki oleh seorang hamba. Tak bisa
dinilai dengan nilai dunia
sebanyak apa pun. Maka
beruntunglah yang tela dirintis
beriman semenjak lahir, dan
sangat beruntung juga bagi yang beriman setelah kafir. Akan tetapi pertanyaan yang
perlu diajukan kepada diri kita
masing-masing adalah “Benarkah kita ini telah sungguh-sungguh
beriman? Jangan-jangan kita ini
termasuk golongan yang disebut
oleh Allah SWT dalam surat Al-
Hujurat 14. ْﻢَّﻟ ﻞﻗ ﺎﻨﻣﺁ ُﺏﺍَﺮْﻋَﺄْﻟﺍ ِﺖَﻟﺎَﻗ ﺎﻨﻤﻠﺳﺃ ﺍﻮﻟﻮﻗ ﻦﻜﻟﻭ ﺍﻮﻨﻣﺆﺗ ﻲﻓ ُﻥﺎَﻤﻳِﺈْﻟﺍ ِﻞُﺧْﺪَﻳ ﺎﻤﻟﻭ َﻪَّﻠﻟﺍ ﺍﻮﻌﻴﻄﺗ ﻥﺇﻭ ْﻢُﻜِﺑﻮُﻠُﻗ ْﻢُﻜِﻟﺎَﻤْﻋَﺃ ْﻦِّﻣ ﻢﻜﺘﻠﻳ ﺎﻟ ُﻪَﻟﻮُﺳَﺭَﻭ ٌﻢﻴِﺣَّﺭ ٌﺭﻮُﻔَﻏ َﻪَّﻠﻟﺍ َّﻥِﺇ ًﺎﺌْﻴَﺷ Orang-orang Arab Badui itu
berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi Katakanlah ‘ kami telah tunduk’ , karena iman itu belum masuk ke dalam
hatimu; dan jika kamu taat
kepada Allah dan Rasul-Nya,
Dia tidak akan mengurangi
sedikitpun pahala
amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” Atau jangan-jangan lebih parah
lagi seperti difirmankan oleh Allah
SWT dalam surat Al-Haj 11. ﻰﻠﻋ َﻪَّﻠﻟﺍ ُﺪُﺒْﻌَﻳ ﻦﻣ ِﺱﺎَّﻨﻟﺍ َﻦِﻣَﻭ َّﻥَﺄَﻤْﻃﺍ ٌﺮْﻴَﺧ ُﻪَﺑﺎَﺻَﺃ ْﻥِﺈَﻓ ٍﻑْﺮَﺣ َﺐَﻠَﻘﻧﺍ ٌﺔَﻨْﺘِﻓ ُﻪْﺘَﺑﺎَﺻَﺃ ْﻥِﺇَﻭ ِﻪِﺑ ﺎﻴﻧﺪﻟﺍ َﺮِﺴَﺧ ِﻪِﻬْﺟَﻭ ﻰﻠﻋ ُﻥﺍَﺮْﺴُﺨْﻟﺍ َﻮُﻫ َﻚِﻟَﺫ َﺓَﺮِﺧﺂْﻟﺍَﻭ ُﻦﻴِﺒُﻤْﻟﺍ Dan di antara manusia ada
orang yang menyembah
Allah dengan berada di tepi;
Maka jika ia memperoleh
kebajikan, tetaplah ia
dalam Keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu
bencana, berbaliklah ia ke
belakang. rugilah ia di dunia
dan di akhirat. yang
demikian itu adalah
kerugian yang nyata. Rasulullah SAW mengingatkan kita
semua bahwa iman itu yazidu wa
yanqushu, bertambah dan
berkurang setiap saat. Maka
beliau juga perintahkan kepada
kita untuk senantiasa memperbaharui iman kita. Oleh
karena itu sangat perlu bagi
kita, dari waktu ke waktu,
menengok iman kita, mengukur
dan mengevaluasi iman kita,
menjaganya dari proses degradasi, proses penurunan dan
pelemahan iman, dan berupaya
terus melakukan peningkatan
dan penguatan. Beberapa penanda sebagai
patokan untuk mengukur dan
mengevaluasi iman kita, bisa kita
rujuk kepada ayat-ayat Al-
Qur’ an, satu di antaranya adalah firman Allah dalam surat
Al-Anfal : 02-04. ﺍﺫﺇ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ َﻥﻮُﻨِﻣْﺆُﻤْﻟﺍ ﺎﻤﻧﺇ ْﻢُﻬُﺑﻮُﻠُﻗ ْﺖَﻠِﺟَﻭ ُﻪّﻠﻟﺍ َﺮِﻛُﺫ ُﻪُﺗﺎَﻳﺁ ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ ْﺖَﻴِﻠُﺗ ﺍﺫﺇﻭ ْﻢِﻬِّﺑَﺭ ﻰﻠﻋﻭ ًﺎﻧﺎَﻤﻳِﺇ ْﻢُﻬْﺗَﺩﺍَﺯ َﻥﻮُﻠَّﻛَﻮَﺘَﻳ ﺎﻤﻣﻭ َﺓَﻼَّﺼﻟﺍ َﻥﻮُﻤﻴِﻘُﻳ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ َﻥﻮُﻘِﻔﻨُﻳ ْﻢُﻫﺎَﻨْﻗَﺯَﺭ ًﺎّﻘَﺣ َﻥﻮُﻨِﻣْﺆُﻤْﻟﺍ ُﻢُﻫ َﻚِﺌـَﻟْﻭُﺃ ْﻢِﻬِّﺑَﺭ َﺪﻨِﻋ ٌﺕﺎَﺟَﺭَﺩ ْﻢُﻬَّﻟ ٌﻢﻳِﺮَﻛ ٌﻕْﺯِﺭَﻭ ٌﺓَﺮِﻔْﻐَﻣَﻭ Sesungguhnya orang-orang
yang beriman ialah mereka
yang bila disebut nama
Allah gemetarlah hati
mereka, dan apabila
dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya
kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal. (yaitu) orang-
orang yang mendirikan
shalat dan yang menafkahkan sebagian dari
rezki yang Kami berikan
kepada mereka. Itulah
orang-orang yang beriman
dengan sebenar-benarnya.
mereka akan memperoleh beberapa derajat
ketinggian di sisi Tuhannya
dan ampunan serta rezki
(nikmat) yang mulia. ﺍﻮﻨﻣﺁ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ َﻥﻮُﻨِﻣْﺆُﻤْﻟﺍ ﺎﻤﻧﺇ ﺍﻮﺑﺎﺗﺮﻳ ْﻢَﻟ َّﻢُﺛ ِﻪِﻟﻮُﺳَﺭَﻭ ِﻪَّﻠﻟﺎِﺑ ْﻢِﻬِﻟﺍَﻮْﻣَﺄِﺑ ﺍﻭﺪﻫﺎﺟﻭ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﻞﻴِﺒَﺳ ﻲﻓ ْﻢِﻬِﺴُﻔﻧَﺃَﻭ َﻥﻮُﻗِﺩﺎَّﺼﻟﺍ ُﻢُﻫ َﻚِﺌَﻟْﻭُﺃ Sesungguhnya orang-orang
yang beriman itu hanyalah
orang-orang yang percaya
(beriman) kepada Allah dan
Rasul-Nya, kemudian
mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang
(berjihad) dengan harta
dan jiwa mereka pada jalan
Allah. mereka Itulah orang-
orang yang benar.(QS.49:15) Beberapa hal yang bisa sarikan
dari penjelasan diatas adalah : Pertama, jaga dan pelihara
iman yang sudah Allah
semayamkan dalam dada
kita masing-masing. Jangan hanya karena nilai dunia yang
tidak seberapa (jika
dibandingkan kebahagiaan surga)
, iman kita tergadaikan.
Sebaliknya, tantangan sebesar
apapun hendaknya tidak membuat kita jadi menyerah.
Ingat, bahkan nilai Iman ini lebih
berharga dibanding nyawa kita
sendiri. Mengorbankan nyawa
untuk iman adalah suatu yang
relistis, logis dan akuntabel. Dan itulah resiko sebagai orang yang
mengaku beriman. Kedua, jangan segan &
menunda untuk bertaubat
(dengan syarat sebenar-
benarnya). Karena itulah cara terbaik menjaga dan
meningkatkan iman. Dengan
bertaubat, maka akan bertekad
selalu memperbaiki diri dan
memperbanyak amalan shaleh
sebagai penutup kesalahan dan dosa yang dilakukan. Jangan
sampai terlambat sebelum ajal
datang. Kedua, Tingkatkan dakwah
kepada diri, keluarga,
sekitar dan seluas-luasnya. Bukanlah termasuk beriman yang
sebenarnya ketika mempunyai
anggapan “yang penting saya selamat dan mendapat ridho-Nya
masuk surga tanpa peduli kondisi
orang lain”. Berdakwah dengan santun, saling nasehat-
menasehati dengan ikhlas tanpa
kedengkian. Ketiga, Keshalehan ibadah
kepada Allah tidak akan
berarti jika tidak
dibuktikan dengan
keshalehan sosial. Keimanan akan berarti apabila mempunyai
manfaat bagi diri dan orang lain.
Dan keimanan akan berarti jika
orang lain merasa aman berada
diantara kita.
Semoga bermanfaat

Senin, Mei 30, 2011

WASIAT ROSULULLAH KEPADA UMAT AKHIR ZAMAN

Al Imam Abu Dawud
meriwayatkan dari sahabat
yang mulia Al ‘ Irbadh bin Sariyah radliallahu anhu,
bahwa ia berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam menasihatkan
kepada kami dengan satu
nasihat yang menggetarkan
hati-hati kami dan air mata
pun berlinang karenanya.
Maka ketika itu kami mengatakan: “Duhai Rasulullah, nasihat ini
seperti nasihat orang yang
mau mengucapkan selamat
tinggal, karena itu berilah
wasiat kepada kami.” Beliau pun bersabda: “Aku wasiatkan kepada kalian bertakwa kepada
Allah, untuk mendengar dan
taat, walaupun yang
memerintah kalian itu
seorang budak. Dan
barangsiapa di antara kalian yang masih hidup
sepeninggalku, niscaya dia
akan melihat perselisihan
yang banyak. Karena itu
wajib atas kalian untuk
berpegang dengan sunnahku dan sunnahnya Al
Khulafa’ Ar Rasyidin yang mendapatkan petunjuk.
Pegang erat-erat sunnah
itu dengan gigi geraham
kalian. Dan hati-hati kalian
dari perkara-perkara baru,
karena setiap perkara baru ( bid‘ ah) itu sesat.” (HR. Abu Dawud no. 3991) Kandungan Hadits Allah Subhanahu Wa Ta’ ala memerintahkan kepada
Nabi-Nya : “Berilah nasihat kepada mereka dan katakanlah
kepada mereka ucapan
yang bisa dipahami,
mengena dan menancap di
jiwa-jiwa mereka.” (An Nisa’ : 63) Nabi Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam memiliki sifat
selalu memberikan
bimbingan kepada jalan
yang lurus terhadap siapa
saja dari kalangan
umatnya, sehingga ketika para sahabatnya meminta
agar beliau memberikan
nasihat maka beliau pun
memenuhinya diiringi
dengan hikmah. Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam ketika
menyampaikan nasihat
senantiasa memilih kata-
kata yang tepat, lafadz
yang indah, mengena di hati
dan menancap dengan dalam. Beliau tidak
menyampaikan nasihat
dengan kalimat yang
panjang lagi bertele-tele,
namun cukup dengan
kalimat yang ringkas namun mencakup dan dimengerti.
Karena itulah beliau dikenal
oleh para sahabatnya
sebagai orang yang memiliki
jawami`ul kalim (perkataan
yang ringkas namun padat). Sebagaimana sabda beliau
Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam: “Aku diutus dengan jawami‘ ul kalim.” (HR. Al Bukhari no. 2977 dan Muslim
no. 523) ‘ Ammar bin Yasir radliallahu anhu pernah
menyampaikan khutbah
dengan ringkas dan
dipenuhi dengan kata-kata
yang tepat, ibarat yang
indah dan menancap di hati. Seusai khutbah, ada
seseorang yang
menegurnya. Maka ‘ Ammar pun menanggapi dengan
jawaban yang tepat: “Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya panjangnya shalat seseorang dan
ringkasnya khutbahnya
merupakan tanda
kefaqihannya. Karena itu
panjangkanlah shalat dan
ringkaskanlah khutbah. Sesungguhnya di antara
penyampaian dan ucapan
ada yang membuat orang
tersihir.” (HR. Muslim no. 869) Nasihat yang disampaikan
oleh Rasulullah Shallallahu
‘ Alaihi Wasallam ketika itu sangatlah menancap di hati
para sahabatnya hingga
hati mereka bergetar dan
air mata mereka pun
berlinang karenanya. Inilah
sifat kaum mukminin tatkala mendengar nasihat dari
Allah dan Rasul-Nya,
sebagaimana firman-Nya: “Hanyalah yang dikatakan orang-orang beriman itu
adalah mereka yang ketika
disebut nama Allah
bergetar hati-hati
mereka.” (Al Anfal: 2) “Dan apabila mereka mendengar apa yang
diturunkan kepada Rasul,
engkau akan melihat
mereka berlinangan air
mata karena apa yang
mereka ketahui dari kebenaran.” (Al Maidah: 83) Demikianlah nasihat
Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam, yang seolah-olah
beliau akan pergi
meninggalkan mereka
dengan memberikan nasihat
perpisahan. Sebagaimana
yang telah diketahui, orang yang akan pergi jauh tidak
akan meninggalkan sesuatu
yang penting kecuali
disampaikan dan
dipesankannya. (Tuhfatul
Ahwadzi, 7/366, ‘ Aunul Ma`bud, 12/234). Kandungan Wasiat Penting Rasulullah Shalallahu ‘ Alaihi Wassalam Setelah mendengar nasihat
Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam, para sahabat pun
khawatir mereka tidak
akan bertemu lagi dengan
Rasulullah setelahnya,
sehingga untuk
menyempurnakan nasihat yang ada, mereka meminta
wasiat beliau, seraya
berkata: “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini nasihat
orang yang akan berpisah,
karena itu berilah wasiat
kepada kami.” Beliau pun memberikan wasiat, di
antaranya: 1. Wasiat untuk Takwa kepada Allah Takwa merupakan pokok
kebaikan dan inti dari
segala perkara. Seluruh
seruan kepada pintu
kebaikan maupun larangan
kepada kejelekan terkumpul dalam kalimat takwa ini. Takwa ini pula merupakan
wasiat Allah Subhanahu Wa
Ta’ ala kepada orang-orang terdahulu maupun yang
belakangan, sebagaimana
dalam firman-Nya: “Sungguh Kami telah mewasiatkan kepada orang-
orang yang diberikan Al
Kitab sebelummu dan juga
kepada kalian agar
bertakwa kepada
Allah.” (An Nisa: 131) Kita diperintah oleh Allah
Subhanahu Wa Ta’ ala untuk berbekal dengannya
sebagaimana firman-Nya: “Berbekallah kalian, maka sesungguhnya sebaik-baik
bekal adalah takwa.” (Al Baqarah: 197) Oleh karena itu terkumpul
dalam takwa ini kebaikan
dunia dan akhirat. 2. Wasiat untuk Mendengar dan Taat Yang dimaksud dengan
mendengar dan taat oleh
beliau Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam di sini adalah
kepada para pemimpin kaum
muslimin, karena taat
kepada mereka akan
membawa kepada
kebahagiaan dunia dan akhirat. Dimana dengan
mentaati mereka akan
baiklah kehidupan orang-
orang yang dipimpin
(rakyat) dan menjadi
amanlah negeri, di samping juga dapat membantu
menegakkan agama mereka. Hal ini merupakan kewajiban
agama karena Allah telah
berfirman: “Taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian
kepada Rasulullah dan
kepada pemimpin di antara
kalian.” (An Nisa’ : 59) Kewajiban mendengar dan
taat ini tetap berlaku
bahkan ketika yang menjadi
pemimpin itu seorang budak
sekalipun. Rasulullah
Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam pernah berpesan: “Tetaplah kalian mendengar dan taat
sekalipun yang memimpin
kalian itu seorang budak
Habasyah (Ethopia) yang
rambutnya seperti
kismis.” (HR. Al Bukhari dari Anas bin Malik no. 7142 dan
Muslim dari Abu Dzarr no.
648) Al Imam Ibnu Daqiqil ‘ Ied rahimahullah menyatakan
bahwa sebagian ulama
berkata: “Seorang budak tidak bisa menjadi
pemimpin, akan tetapi
penyebutan pemimpin dari
kalangan budak dalam
hadits ini hanyalah sekedar
permisalan walaupun tidak mungkin terjadi, sama
halnya dengan sabda Nabi
Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam: “Siapa yang membangun masjid untuk Allah walaupun
besarnya hanya seperti
sarang burung maka Allah
akan membangunkan
untuknya sebuah rumah di
surga.” Dan telah diketahui bahwa ukuran sarang
burung tidak mungkin dapat
digunakan oleh manusia
sebagai masjid, akan tetapi
di sini hanya didatangkan
sebagai permisalan.” Dimungkinkan pula di sini
Nabi Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam ingin mengabarkan
rusaknya perkara apabila
diserahkan urusan kepada
selain ahlinya, sampai
akhirnya kepemimpinan
diserahkan kepada seorang budak (yang dia bukan
ahlinya). Sehingga andaikan
permisalan yang disebutkan
itu terjadi, tetaplah kalian
mendengar dan taat (dalam
rangka menolak kemudharatan yang lebih
besar walaupun) terpaksa
menempuh kemudharatan
yang lebih ringan di antara
dua kemudharatan yang
ada, dengan bersabar atas kepemimpinan seseorang
yang sebenarnya tidak
boleh menjadi pemimpin.
Yang mana apabila
membangkang kepadanya
akan mengantarkan kepada fitnah yang
besar.” (Syarhul Arba’ in An Nawawiyyah, hal. 75) Tentunya ketaatan kepada
pemimpin itu sebatas dalam
perkara yang ma‘ ruf (kebaikan), tanpa
melanggar hak Allah
Subhanahu Wa Ta’ ala, karena Rasulullah
Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam bersabda: “Ketaatan itu hanyalah dalam perkara
kebaikan.” (HR. Al Bukhari no. 4340 dan Muslim no.
1840) 3. Wasiat untuk Berpegang Teguh dengan Sunnah Nabi Shallallahu alaihi
wasallam mengatakan:
“Siapa di antara kalian yang masih hidup
sepeninggalku niscaya dia
akan melihat perselisihan
yang banyak. Karena itu
wajib atas kalian untuk
berpegang dengan sunnahku dan sunnahnya Al
Khulafa’ Ar Rasyidin yang mendapatkan petunjuk.
Gigit/pegang erat-erat
sunnah itu dengan gigi
geraham kalian.” Ini merupakan salah satu
tanda di antara tanda-
tanda kenabian beliau
Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam, di mana beliau mengabarkan
kepada para sahabatnya
tentang perkara yang akan
datang sepeninggalnya,
yakni akan terjadi
perselisihan yang banyak di kalangan umat beliau. Hal
ini sesuai dengan
pengabaran beliau
bahwasanya umat ini akan
berpecah belah menjadi 70
lebih golongan, semuanya masuk neraka kecuali satu
yang selamat yaitu mereka
yang berpegang dengan
apa yang dipegangi oleh
Rasulullah dan para
sahabatnya. (Shahih Sunan At Tirmidzi, no.2129) Karena itulah, sebagai
bahtera penyelamat dari
gelombang perselisihan dan
perpecahan ini adalah
berpegang teguh dengan
sunnah beliau dan para Al Khulafa’ Ar Rasyidin. Saking kuatnya keharusan
berpegang tersebut hingga
diibaratkan seperti
menggigit dengan geraham
(Jami’ ul ‘ Ulum, 2/126). Ditambahkan oleh Syaikhul
Islam bahwa dikhususkannya
penyebutan geraham dalam
hadits ini karena gigitan
gigi geraham ini sangat
kokoh. (Majmu` Fatawa, 22/225). Kata Al Imam As Sindi: “Hal ini menunjukkan keharusan
untuk bersabar terhadap
kepayahan yang
menimpanya di jalan Allah,
sebagaimana yang harus
dihadapi orang yang sakit terhadap derita yang
menimpanya dari
sakitnya.” (Syarah Ibnu Majah, Al Imam As Sindi). Adapun sunnah yang
dimaksudkan dalam sabda
Nabi Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam ini adalah jalan
hidup beliau yang lurus dan
jelas. (Syarhul Arba’ in, hal. 75). Selain mengikuti Sunnah
beliau, diperintahkan pula
setelahnya untuk
memegangi sunnahnya Al
Khulafa’ Ar Rasyidin dan mereka yang dimaksud di
sini adalah Abu Bakar,
Umar, Utsman dan Ali
radliyallahu ‘ anhum, kata Ibnu Daqiqil `Ied. Para
khalifah ini disifatkan
dengan (Ar Rasyidin)
karena mereka mengetahui,
mengenali kebenaran dan
memutuskan dengannya. Mereka adalah (Al
Mahdiyyin) karena Allah
telah memberi petunjuk
mereka kepada kebenaran
dan tidak menyesatkan
mereka dari kebenaran tersebut. (Syarhul Arba’ in, hal. 75, Jami`ul ‘ Ulum, 1/127) Nabi Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam menggandengkan
sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin dengan Sunnah
beliau karena para khalifah
ini tatkala menetapkan
sunnah bisa jadi mengikuti
Sunnah Nabi itu sendiri, dan
bisa pula mereka mengikuti apa yang mereka pahami
dari Sunnah Nabi secara
global dan rinci, yang mana
perkara tersebut
tersembunyi bagi yang
lainnya. (Al I’ tisham, 1/118) Al Imam Asy Syaukani dalam
Al Fathur Rabbani
mengatakan: “Sunnah adalah jalan yang ditempuh,
sehingga seakan-akan Nabi
Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam bersabda: ‘ Tempuhlah jalanku dan jalannya Al
Khulafa’ Ar Rasyidin’ . Jalannya Al Khulafa’ Ar Rasyidin di sini sama dengan
jalannya Rasulullah karena
mereka merupakan orang
yang paling bersemangat
dalam berpegang dengan
Sunnah beliau dan mengamalkannya dalam
segala perkara. Bagaimana
pun keadaannya, mereka
sangatlah berhati-hati dan
menjaga diri agar tidak
sampai jatuh ke dalam perkara yang menyelisihi
Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam, sekalipun dalam
perkara yang terbilang
kecil, terlebih lagi dalam
perkara yang besar.” Beliau kemudian
melanjutkan: “Minimal dari faidah hadits ini adalah
ra`yu (pendapat) yang
bersumber dari mereka
adalah lebih utama dari
pendapat orang selain
mereka, sekalipun ternyata setelah ditinjau kembali hal
itu merupakan Sunnah
Rasulullah, dan juga lebih
baik daripada tidak ada
dalil.” (Dinukil dari Tuhfatul Ahwadzi, 7/367) 4 Wasiat untuk Berhati-hati dari Bid‘ ah Ucapan Nabi Shallallahu
‘ Alaihi Wasallam:“Hati-hati kalian dari perkara-perkara
baru”, merupakan peringatan kepada umat
beliau dari perkara baru
yang diada-adakan lalu
disandarkan kepada agama
sementara perkara
tersebut tidak ada asalnya sama sekali di dalam syariat
ini. Dan beliau tekankan lagi
peringatan beliau ini
dengan sabdanya: “ karena setiap bid`ah itu sesat”. Adapun ucapan para ulama
yang menganggap baik
sebagian bid‘ ah maka kembalinya hal tersebut
kepada pengertian bid‘ ah secara bahasa bukan
bid‘ ah menurut syariat. Seperti perkataan Umar
radliallahu anhu ketika
melihat kaum muslimin
shalat tarawih berjamaah
dipimpin seorang imam, ia
berucap: “Sebaik-baik bid‘ ah adalah perbuatan ini.” Shalat tarawih berjamaah
ini bukanlah bid‘ ah dalam pengertian syar‘ i karena perbuatan ini telah ada
asalnya dalam syariat, di
mana Nabi Shallallahu
‘ Alaihi Wasallam pernah melakukannya bersama
para sahabat selama
beberapa malam dari
malam-malam Ramadhan.
Adapun Umar hanya
menghidupkannya kembali setelah Nabi Shallallahu
‘ Alaihi Wasallam tidak melanjutkan
pelaksanaannya karena
khawatir perkara tersebut
akan diwajibkan kepada
umat beliau, sementara
mungkin ada di antara mereka yang tidak mampu
melaksanakannya. Wallahu ta‘ ala a‘ lam bish shawaab Penjelasan Riwayat Hadits Al Hafidz Abu Nu‘ aim berkata: “Hadits ini jayyid (bagus), termasuk hadits yang shahih dari
periwayatan orang-orang
Syam.” Beliau juga mengatakan: “Al Bukhari dan Muslim meninggalkan hadits ini (yakni
tidak memuat dalam kitab shahih
mereka) bukan karena
mengingkarinya.” Al Hakim menyatakan, Al Bukhari
dan Muslim meninggalkan
penyebutan hadits ini disebabkan
anggapan yang keliru dari
keduanya bahwa tidak ada
seorang rawi pun yang meriwayatkan dari Khalid bin
Ma‘ dan kecuali Ats Tsaur bin Yazid, padahal sebenarnya ada
perawi lain yang meriwayatkan
dari Khalid seperti Buhair bin
Sa‘ ad, Muhammad bin Ibrahim At Taimi dan selain keduanya. Namun pernyataan Al Hakim ini
dijawab oleh Al Hafidz Ibnu Rajab:
“Sebenarnya hal ini tidaklah seperti persangkaan Al Hakim.
Adapun Al Bukhari dan Muslim
tidak mengambil hadits ini karena
hadits ini tidak memenuhi syarat
mereka berdua di dalam kitab
shahihnya, di mana Al Bukhari dan Muslim sama sekali tidak
mengeluarkan dalam shahihnya
riwayat dari Abdurrrahman bin
Amr As Sulami dan dari Hujr Al
Kala`i. Dan juga dua orang rawi
yang disebut ini tidaklah terkenal (masyhur) dalam keilmuan dan
periwayatan hadits.” Adapun Abdurrahman As Sulami,
salah seorang perawi dalam
hadits ini, maka ia masturul hal
(keadaannya tidak diketahui),
walaupun telah meriwayatkan
darinya jama‘ ah (sekelompok orang) namun tidak ada seorang
alim yang mu‘ tabar (teranggap dan diakui keilmuannya) yang
men-tsiqah-kannya
(menganggapnya terpercaya).
Ibnul Qaththan Al Fasi
mendha’ ifkan (melemahkan) hadits ini karena hal tersebut. Demikian pula dengan Hujr bin
Hujr Al Kala‘ i, tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali
Khalid bin Ma‘ dan dan tidak ada seorang alim yang mu‘ tabar yang men-tsiqah- kannya,
sehingga ia dinyatakan majhulul
‘ ain (rawi yang tidak dikenal). Berkata Ibnul Qaththan: “Orang ini tidak dikenal.” Namun sebagaimana kata Al Imam Al
Hakim di atas, hadits ini
diriwayatkan juga dari selain
mereka berdua dan disebutkan
jalan-jalannya yang saling
menguatkan satu dengan lainnya oleh Al-Hafidz Ibnu Rajab dalam
kitabnya Jami’ ul ‘ Ulum, maka hadits ini hasan. Penghasanan
hadits ini dinyatakan oleh
Syaikhuna Muqbil bin Hadi Al
Wadi‘ i rahimahullah, walaupun ada sebagian ulama yang
menshahihkannya, sehingga
mereka bersepakat bahwa
hadits ini bisa dijadikan sebagai
hujjah (dalil atau argumen),
kecuali Ibnul Qaththan Al Fasi yang mendha’ ifkan hadits ini. (As Sunnah Ibnu Abi Ashim, no.
27, Ash Shahihul Musnad, 2/71,
Jami‘ ul ‘ Ulum wal Hikam, 2/110, Mizanul I’ tidal, 2/207, Tahdzibut Tahdzib, 2/188, 6/215).

TANYA JAWAB TENTANG MENYANGGUL RAMBUT

Bagaimana hukum mengenai seorang perempuan yang memakai rambut palsu (wig/ sanggul/konde) dalam rangka mempercantik dirinya untuk suaminya?

Jawaban :

Memang masing-masing pasangan harus mempercantik dirinya (si pria) atau dirinya (si wanita) untuk pasangannya, dalam rangka menyenangkan pasangannya dan memperkuat perasaan (kasih/cinta, red) diantara keduanya. Bagaimanapun, hal ini harus dilakukan dengan cara yang tercakup dalam batas syariah sehingga tidaklah terlarang. Adapun memakai rambut palsu (wig/sanggul/konde, red) adalah model yang diprakarsai wanita- wanita non-Muslim dan menjadi cara yang ngetrend/populer dalam upaya untuk mereka mempercantik diri. Jika wanita muslimah memakai dan mempercantik dirinya dengan itu, sekalipun hanya untuk (didepan, red) suaminya, maka dia sedang meniru wanita-wanita kafir dan Nabi telah melarangnya. Beliau berkata (Barangsiapa menyerupai satu kaum maka ia termasuk golongan mereka.) Terlebih lagi, hal tersebut sama artinya “menyambung rambut palsu atas seseorang“. Nabi (Shalallaahu `alaihi wassallam) telah melarang perbuatan tersebut dan mengutuk orang yang melakukannya. (“Hadits Asma binti Abu Bakar radiyallahu ‘ anha, Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wassallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu/sanggul/konde) dan wanita yang minta disambungkan rambutnya (Muttafaqun ‘ alaihi) “, red)

Minggu, Mei 29, 2011

pengertian bid'ah

BID'AH dalam agama Islam berarti sebuah perbuatan yang tidak
pernah diperintahkan maupun
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW tetapi banyak dilakukan oleh masyarakat sekarang ini.

Hukum dari bidaah ini adalah haram
Perbuatan dimaksud ialah perbuatan baru atau penambahan dalam hubungannya dengan peribadatan dalam arti sempit (ibadah mahdhah), yaitu ibadah yang tertentu syarat dan
rukunnya.

Pemakaian kata tersebut di
antaranya ada pada :
Firman Allah ta’ ala

(Dialah Allah) Pencipta langit dan bumi.” (Q.s.2:117)

Firman Allah ta’ ala :

” Katakanlah (hai Muhammad), “ Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rosul-rosul.” (Q.s:46:9)

Maknanya: Dia telah merintis
suatu cara yang belum pernah
ada yang mendahuluinya.

Maknanya: sesuatu yang
dianggap baik yang
kebaikannya belum pernah ada
yang menyerupai sebelumnya.

Dari makna bahasa seperti
itulah pengertian bid’ ah diambil oleh para ulama.

1. Jadi membuat cara-cara
baru dengan tujuan agar
orang lain mengikuti
disebut bid’ ah (dalam segi bahasa).

2. Sesuatu perkerjaan yang
sebelumnya belum perna
dikerjakan orang juga
disebut bid’ ah (dalam segi bahasa).

3. Terlebih lagi suatu perkara
yang disandarkan pada
urusan ibadah (agama)
tanpa adanya dalil syar’ i (Al-Qur’ an dan As-Sunnah) dan tidak ada contohnya(tidak ditemukan perkara
tersebut) pada zaman
Rosulullah shallallahu
‘ alayhi wa sallam maka inilah makna bid’ ah sesungguhnya.

Secara umum, bid'ah bermakna
melawan ajaran asli suatu agama
(artinya mencipta sesuatu yang
baru dan disandarkan pada
perkara agama/ibadah).

Para ulama  [1] salaf telah memberikan beberapa definisi
bidah.

Definisi-definisi ini memiliki
lafadl-lafadlnya berbeda-beda
namun sebenarnya memiliki
kandungan makna yang sama.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,

Bidah dalam agama adalah perkara
yang dianggap wajib maupun
sunnah namun yang Allah dan
rasul-Nya tidak syariatkan.
Adapun apa-apa yang Ia perintahkan baik perkara wajib maupun sunnah maka harus diketahui dengan dalil-dalil syariat.

Imam Syathibi,
bid'ah dalam agama adalah Satu jalan dalam agama yang diciptakan menyamai syariat yang diniatkan dengan menempuhnya bersungguh-
sungguh dalam beribadah kepada Allah.

Ibnu Rajab :
Bidah adalah mengada-adakan suatu perkara yang tidak ada asalnya dalam syariat. Jika perkara-perkara baru tersebut bukan pada
syariat maka bukanlah bidah, walaupun bisa dikatakan bidah
secara bahasa

Imam as-Suyuthi,
beliau berkata,
Bidah adalah sebuah ungkapan
tentang perbuatan yang
menentang syariat dengan suatu
perselisihan atau suatu
perbuatan yang menyebabkan menambah dan mengurangi
ajaran syariat.

Dengan memperhatikan definisi-
definisi ini akan nampak tanda-
tanda yang mendasar bagi
batasan bidah secara syariat
yang dapat dimunculkan ke
dalam beberapa point di bawah ini :

1. Bahwa bidah adalah
mengadakan suatu perkara
yang baru dalam agama.
Adapun mengadakan suatu
perkara yang tidak
diniatkan untuk agama tetapi semata diniatkan
untuk terealisasinya
maslahat duniawi seperti
mengadakan perindustrian
dan alat-alat sekedar
untuk mendapatkan kemaslahatan manusia
yang bersifat duniawi tidak
dinamakan bidah.

2. Bahwa bidah tidak
mempunyai dasar yang
ditunjukkan syariat.
Adapun apa yang
ditunjukkan oleh kaidah-
kaidah syariat bukanlah bidah, walupun tidak
ditentukan oleh nash
secara khusus.
Misalnya adalah apa yang bisa kita
lihat sekarang: orang yang
membuat alat-alat perang seperti kapal terbang,roket, tank atau
selain itu dari sarana- sarana perang modern yang diniatkan untuk
mempersiapkan perang melawan orang-orang kafir dan membela kaum muslimin
maka perbuatannya bukanlah bidah. Bersamaan dengan itu syariat tidak
memberikan nash tertentu dan rasulullah tidak mempergunakan senjata itu ketika bertempur
melawan orang-orang kafir.

Namun demikian pembuatan
alat-alat seperti itu masuk ke dalam keumuman

firman Allah taala,:

Dan persiapkanlah oleh kalian
untuk mereka (musuh-musuh) kekuatan yang kamu sanggupi.Demikian pula perbuatan-perbuatan lainnya. Maka setiap apa-
apa yang mempunyai asal dalam sariat termasuk bagian dari syariat bukan perkara bidah.

3. Bahwa bidah semuanya
tercela
(hadits Al 'Irbadh
bin Sariyah dishahihkan
oleh syaikh Al Albani di
dalam Ash Shahiihah no.937
dan al Irwa no.2455)

4. Bahwa bidah dalam agama
kadang-kadang menambah
dan kadang-kadang mengurangi syariat sebagaimana yang
dikatakan oleh Suyuthi di samping dibutuhkan pembatasan yaitu apakah motivasi adanya
penambahan itu agama.
Adapun bila motivasi
penambahan selain agama, bukanlah bidah.

Contohnya meninggalkan perkara
wajib tanpa udzur, maka
perbuatan ini adalah tindakan maksiat bukan bidah.

Demikian juga meninggalkan satu amalan sunnah tidak dinamakan
bidah.
Masalah ini akan diterangkan nanti dengan beberapa contohnya ketika
membahas pembagian bidah. InsyaAllah.

Bidah merupakan pelanggaran
yang sangat besar dari sisi
melampaui batasan-batasan
hukum Allah dalam membuat
syariat, karena sangatlah jelas
bahwa hal ini menyalahi dalam meyakini kesempurnaan
syariat.

Menuduh Rasulullah
Muhammad SAW menghianati
risalah,
menuduh bahwa syariat Islam masih kurang dan membutuhkan tambahan serta belum sempurna.

Jadi secara umum dapat diketahui bahwa semua bid'ah dalam perkara
ibadah/agama adalah haram atau
dilarang sesuai kaedah ushul fiqih
bahwa hukum asal ibadah adalah haram kecuali bila ada perintah

dan tidaklah tepat pula
penggunaan istilah bid'ah
hasanah jika dikaitkan dengan
ibadah atau agama sebagaimana
pandangan orang banyak, namun masih relevan jika dikaitkan
dengan hal-hal baru selama itu
berupa urusan keduniawian
murni

misal dulu orang
berpergian dengan unta sekarang dengan mobil, maka mobil ini adalah bid'ah namun bid'ah secara bahasa bukan definisi bid'ah secara istilah
syariat dan contoh penggunaan
sendok makan, mobil, mikrofon,
pesawat terbang pada masa kini yang dulunya tidak ada inilah
yang hakekatnya bid'ah hasanah.

Dan contoh-contoh perkara ini
tiada lain merupakan bagian dari
perkara Ijtihadiyah

Kamis, Mei 26, 2011

wasiat rosulullah kepada ibnu abbas

Wahai para orang tua…. Pernahkah kau katakan kepada anak-anakmu: (-”Jagalah hak- hak ALLAH, niscaya ALLAH pun akan menjaga kalian.“-) ?. Kemudian apa kata mereka setelah mendengar wejangan ini? Mengertikah mereka, apa makna menjaga ? Ingat! Rasulullah - Shallallahu alaihi wa sallam- menyampaikan kalimat ini kepada Ibnu Abbas -radhiallahu anhu-, yang usianya ketika itu belum mencapai 10 tahun. Dan Ibnu Abbas -radhiallahu anhu- mengerti makna kiasan -yang sangat indah dan halus- tersebut yang artinya menjaga perintah dan larangan ALLAH. Pernahkah kau katakan kepada anak-anakmu:(-”Jika berdo’ a, berdo’ alah kepada ALLAH. Dan jika meminta pertolongan, mintalah kepada ALLAH.”-) ? Melalui lafadznya saja sudah dimaklumi, bahwa Rasulullah - Shallallahu alaihi wa sallam- bukan sedang memerintahkan Ibnu Abbas berdo’ a – melalui wasiat ini-, bukan pula sedang mengajarkannya, tetapi Beliau - Shallallahu alaihi wa sallam- sedang mengajarkan arti Tauhid dan menanamkannya. Ya, do’ a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’ a seseorang secara tak langsung telah mengakui akan adanya ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa. Sebab, mustahil seseorang akan berdo’ a atau meminta jika yang diserunya itu tak ia yakini ada. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’ a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan akan ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa Yang Mencipta, Memiliki, dan Mengatur alam semesta ini. Ya, do’ a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’ a seseorang secara tak langsung telah mengakui bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa itu Maha Mendengar dan Mengetahui. Sebab, mustahil seseorang akan berdo’ a dan meminta manakala ia tak meyakini bahwa yang diserunya itu mampu mendengar dan memahami, sebagaimana tak mungkinnya seseorang mengutarakan hajat dan maksudnya kepada yang tak mampu mendengar dan mengetahui isi pembicaraannya. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’ a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa itu Maha Mendengar dan Mengetahui. Ya, do’ a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’ a seseorang secara tak langsung telah mengakui bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa itu Maha Kaya dan Memberi Kekayaan. Sebab, mustahil seseorang akan berdo’ a dan meminta manakala ia tak meyakini bahwa yang diserunya itu kaya dan mampu memberikan kekayaan, sebagaimana tak mungkinnya seseorang meminta kepada yang miskin dan tak mampu membagi kekayaannya. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’ a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa itu Maha Kaya dan Memberi Kekayaan. Ya, do’ a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’ a seseorang secara tak langsung telah mengakui bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa itu Maha Memberi dan Mengabulkan Do’ a. Sebab, mustashil seseorang akan berdo’ a dan meminta manakala ia tak meyakini bahwa yang diserunya itu mau dan mampu memenuhi permintaannya, sebagaimana tak mungkinnya seseorang meminta kepada yang terkenal pelit atau bakhil. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’ a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa itu Maha Memberi dan Mengabulkan Do’ a. Dan keyakinan ini merupakan pula tanda baik sangkanya seorang hamba kepada ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa. Ya, do’ a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’ a seseorang secara tak langsung telah mengakui kelemahannya dan butuhnya ia akan ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa. Sebab, mustahil seseorang akan berdo’ a dan meminta manakala ia merasa mampu memenuhi segala kebutuhannya dan mengatasi segala masalahnya tanpa bantuan ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’ a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa- lah tempat bergantung dan satu- satunya zat yang layak diibadahi. Ya, do’ a merupakan cara paling ampuh untuk menanamkan Tauhid kepada anak. Bagaimana dengan anak-anak kita? Sudahkah mereka pandai dan terbiasa berdo’ a ? Atau sudahkah kita mengajarkan mereka do’ a-do’ a yang bisa mereka ucapkan di sepanjang siang dan malam mereka? Kemudian… Pernahkan kau katakan kepada anak-anakmu: (-”Ketahuilah! Sesungguhnya, seandainya seluruh manusia bersatu ingin memberikan kebaikan kepadamu, mereka tak akan sanggup kecuali sebatas apa yang telah ALLAH tetapkan bagimu. Juga, seandainya seluruhnya mereka bersatu ingin mendatangkan keburukan kepadamu, mereka tak akan sanggup kecuali sebatas apa yang telah ALLAH tetapkan atasmu. Kalam telah diangkat dan lembaran- lembaran catatan takdir telah terlanjur kering.”-) ? Sungguh sulit dibayangkan, anak yang belum lagi mencapai usia 10 tahun mendengarkan ungkapan- ungkapan seperti di atas. Kalau bukan karena cerdas atau terbiasanya mendengar kalimat- kalimat bermutu, tentu tak mungkin seorang anak seumurnya memahami perkara ini. Maka, obrolan macam apa yang biasa didengar anak kita, jika kalimat-kalimat semacam di atas terasa sulit mereka pahami? Tentu saja Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- menyadari sekali bahwa Ibnu Abbas -radhiallahu anhu- pasti memahaminya. Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam- ingin menanamkan keyakinan kepada Taqdir -baik dan buruk- melalui kiasannya yang demikian indah, sekaligus mengajari Ibnu Abbas -radhiallahu
anhu- bersikap optimis. Ya, semuda itu seorang anak sudah harus tahu perkara semacam ini. Bagaimana dengan anak-anak kita? Kemudian… Pernahkah kau katakan kepada anak-anakmu: (-”Ingatlah kepada ALLAH tatkala kau sedang dalam kelapangan, maka ALLAH pun akan ingat kepadamu ketika engkau dalam kesempitan.”-) ? Mengertikah mereka akan maksudnya? Mengertikah mereka kalau yang dimaksudkan - Ingatlah kepada ALLAH tatkala kau sedang dalam kelapangan- adalah bersyukur, bersyukur manakala kita sedang dalam keadaan sehat, senang, atau hidup berkecukupan apalagi berlebihan? Dan mengertikah mereka kalau yang dimaksud - ALLAH pun akan ingat kepadamu ketika engkau dalam kesempitan- adalah datangnya pertolongan ALLAH kepada kita, di antaranya dikaruniakan kesabaran dan kekuatan untuk bersabar? Ya, sejak kecil seorang anak sudah harus diajar untuk mengerti arti bersyukur. Dibiasakan untuk senantiasa - bahkan lebih- mengingat ALLAH ketika sedang bersenang hati, bukan justru menjadi lalai. Dan membiasakan anak -atau siapa saja- ingat kepada ALLAH sering lebih efektif justru ketika mereka sedang dalam keadaan gembira. Lakukan ini! Yakni, ketika kita sedang bersenang- senang dengan mereka -ketika sedang bertamasya dan berlari- lari di taman, atau sedang bercengkrama dan bercanda di rumah, misalnya- berhentilah sejenak dan pegang tangannya, kemudian katakan kepadanya, ” Kau bahagia.., senang ? Bersyukurlah kepada ALLAH !” Juga yang seperti ini bisa dilakukan seorang suami kepada isterinya, atau sebaliknya. Di saat-saat mereka bersenang- senang, bertanyalah yang satu kepada yang lainnya, “Kau bahagia…, kau senang ? Bersyukurlah kepada ALLAH !“ Juga hendaknya kita menyadari bahwa Syukur dan Sabar itu ibarat dua muka dari satu mata uang, tak mungkin yang satu ada tanpa yang lainnya. Seorang yang tak pandai bersyukur - ketika senang- sudah pasti tak mampu bersabar -ketika susah-. Bagaimana dia akan mampu bersabar ketika menghadapi penderitaan, sedangkan ni’ mat saja tak mampu ia rasakan dan syukuri. Juga dapat kita ambil manfa’ at dari wasiat di atas adalah, bahwa menumbuhkan sikap sabar dan kuat -pada anak- di dalam menahan kesusahan harus dimulai dengan mengajarkan mereka untuk pandai-pandai bersyukur tatkala senang. Kemudian… Pernahkan kau katakan kepada anak-anakmu: (-”Ketahuilah, bahwa apa yang tak pantas bagi mu tak akan ALLAH timpakan kepadamu. Dan apa yang ALLAH timpakan kepadamu itu memang layak bagimu.”-) ? Mengertikah mereka akan maksudnya? Mengertikah mereka, bahwa ALLAH SWT tak pernah salah di dalam menetapkan taqdir ? Ya, sedini mungkin seorang anak harus tahu, bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa tidak pernah berbuat dzolim kepada hamba-Nya. Semua yang ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa tetapkan atas hamba-Nya berdasarkan Pengetahuan-Nya, Kebijaksanaan-Nya, Keadilan-Nya,
dan Kasih Sayang-Nya. ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa tak akan menjebloskan hamba-Nya ke dalam neraka, seandainya hamba tersebut tak pantas masuk ke dalamnya. Begitu pula Ia tak akan memasukkan hamba- Nya ke sorga, seandainya hamba tersebut tak pantas masuk ke dalamnya. Dan seseorang yang semula di neraka -disebabkan dosa-dosanya- mungkin saja akhirnya diangkat ke sorga dengan beberapa sebab, seperti mendapatkan syafa’ at dari yang diijinkan ALLAH untuk memberi syafa’ at, selesai sudah adzab baginya, atau memperoleh ampunan dari ALLAH. Tetapi, tak mungkin seseorang yang telah ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa masukkan ke dalam sorga kemudian dikeluarkan kembali dan dijebloskan ke dalam neraka, sebagaimana sering kita dengar dari riwayat yang dianggap sebagai ucapan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Sungguh mustahil ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa memasukkan ke sorga seseorang yang tidak layak menikmatinya, kemudian setelah itu Ia keluarkan dan jebloskan ke dalam neraka. Perhitungan ALLAH sangat teliti dan Ia tidak pernah salah dalam menetapkan taqdir. Bukankah seseorang yang telah dimasukkan ke dalam sorga tak akan sekali-kali dikeluarkan kembali, sebagaimana firman ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa (- Yang artinya: “Dan sekali-kali mereka -yang telah berada di sorga- tak akan lagi pernah dikeluarkan darinya.” / Al Hijr:48-) Ya, sedini mungkin seorang anak harus tahu, bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa tidak pernah salah di dalam menetapkan taqdir. Kemudian… Pernahkah kau katakan kepada anak-anakmu: (-”Ketahuilah, bahwa pertolongan ALLAH bersama kesabaran, perjuangan itu bersama pengorbanan, dan bersama kesulitan ada kemudahan.” -) ? Mengertikah mereka akan ucapan atau ungkapan semacam ini ? Ya, bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa akan senantiasa menolong orang yang sabar. Begitu pula kita katakan , “Mana ada perjuangan tanpa pengorbanan.” Dan anak-anak kita diajak mengerti, bahwa tidak ada yang gratis di dalam hidup ini. Semua harus ditempuh dengan perjuangan dan memerlukan pengorbanan. Namun demikian, kita ajarkan pula kepada mereka arti sebuah usaha dan sikap optimis, bahwa di balik kesulitan-kesulitan pasti ada kemudahan-kemudahan dan jalan keluar. Ya, sudahkah itu semua kita sampaikan kepada anak-anak kita, walau mungkin dengan cara dan ungkapan yang berbeda ? Sudahkah anak-anak kita mengetahui -sejak usia mereka belum mencapai 10 tahun, bahwa: Ada hak-hak ALLAH yang harus dijaga, berupa perintah dan larangan-Nya.
Berdo’ a kepada ALLAH adalah wujud paling nyata dari perbuatan mentauhidkan ALLAH.
Tak ada yang terjadi tanpa kehendak ALLAH Subhaanahu wa ta’ alaa. ALLAH tidak pernah salah di dalam menetapkan taqdir.
ALLAH menyukai orang yang sabar, bersungguh-sungguh, dan optimis. Ya, sudahkah mereka pernah mendengar hadits ini dan memahaminya ? ﻪﻠﻟﺍ ﻲﺿﺭ ٍﺱﺎَّﺒﻋ ِﻦﺑ ﻪﻠﻟﺍ ِﺪﺒﻋ ْﻦَﻋ َﻝﺎﻗ ﺎﻤﻬﻨﻋ : ِّﻲﺒَّﻨﻟﺍ َﻒﻠَﺧ ُﺖﻨُﻛ r ﻝﺎﻘﻓ : ٍﺕﺎﻤﻠَﻛ ُﻚُﻤِّﻠﻋﺃ ﻲﻧﺇ ُﻡﻼُﻏ ﺎﻳ : َﻚْﻈَﻔْﺤَﻳ ﻪﻠﻟﺍ ِﻆَﻔﺣﺍ ، ﻪﻠﻟﺍ ِﻆَﻔﺣﺍ ﻚﻫﺎﺠﺗ ُﻩْﺪِﺠَﺗ ، ِﻝﺄﺳﺎﻓ ﺖﻟﺄﺳ ﺍﺫﺇ ﻪﻠﻟﺍ ، ْﻦِﻌَﺘﺳﺎﻓ َﺖْﻨﻌَﺘﺳﺍ ﺍﺫﺇﻭ ِﻪﻠﻟﺎﺑ ، ﻰﻠﻋ ﺖﻌﻤﺘﺟﺍ ﻮﻟ َﺔَّﻣُﻷﺍ َّﻥﺃ ﻢﻠﻋﺍﻭ ٍﺀﻲﺸﺑ ﻙﻮﻌﻔﻨﻳ ْﻥﺃ ، َّﻻﺇ ﻙﻮﻌﻔﻨﻳ ﻢﻟ َﻚﻟ ﻪﻠﻟﺍ ُﻪَﺒَﺘَﻛ ﺪﻗ ٍﺀﻲﺸﺑ ، َﻙﻭُّﺮﻀَﻳ ْﻥﺃ ﻰﻠﻋ ﺍﻮﻌﻤﺘﺟﺍ ِﻥﺇﻭ ٍﺀﻲﺸﺑ ، ﺪﻗ ٍﺀﻲﺸﺑ َّﻻﺇ ﻙﻭﺮﻀﻳ ﻢﻟ َﻚﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ُﻪﺒﺘﻛ ، ُﻒُﺤُّﺼﻟﺍ ِﺖَّﻔَﺟﻭ ُﻡﻼﻗﻷﺍ ِﺖَﻌِﻓُﺭ . ُّﻱﺬﻣﺮﺘﻟﺍ ﻩﺍﻭﺭ ، ﻝﺎﻗﻭ : ٌﺚﻳﺪﺣ ٌﺢﻴﺤَﺻ َﻦﺴﺣ . ﺮﻴﻏ ﺔﻳﺍﻭﺭ ﻲﻓﻭ ﻱﺬﻣﺮﺘﻟﺍ : ﻚﻣﺎﻣﺃ ﻩﺪﺠﺗ ﻪﻠﻟﺍ ﻆﻔﺣﺍ ، ْﻑَّﺮﻌَﺗ ﻲﻓ ﻚﻓﺮﻌﻳ ﺀﺎﺧﺮﻟﺍ ﻲﻓ ِﻪﻠﻟﺍ ﻰﻟﺇ ِﺓَّﺪِّﺸﻟﺍ ، ﻦﻜﻳ ﻢﻟ َﻙَﺄَﻄﺧﺃ ﺎﻣ َّﻥﺃ ْﻢَﻠﻋﺍﻭ َﻚَﺒﻴِﺼُﻴِﻟ ، ﻦﻜﻳ ﻢﻟ َﻚَﺑﺎﺻﺃ ﺎﻣﻭ َﻚَﺌِﻄﺨُﻴﻟ ، ﺮﺒﺼﻟﺍ َﻊَﻣ َﺮْﺼَّﻨﻟﺍ َّﻥﺃ ْﻢَﻠﻋﺍﻭ ، ِﺏْﺮَﻜﻟﺍ َﻊَﻣ َﺝَﺮَﻔﻟﺍ َّﻥﺃﻭ ، َﻊﻣ َّﻥﺃﻭ ًﺍﺮﺴُﻳ ِﺮْﺴُﻌﻟﺍ . Dari Abdullah bin Abbas - radhiallahu anhu-. Ia berkata: Dahulu aku berada dibelakang Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- di atas kendaraannya kemudian ia berkata: “Wahai anak muda, sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat; Jagalah ALLAH niscaya Ia akan menjagamu. Jagalah ALLAH niscaya kau akan mendapati NYA di hadapanmu. Jika engkau berdo’ a, berdo’ alah kepada ALLAH. Dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada ALLAH. Dan ketahuilah! Sesungguhnya, seandainya seluruh manusia bersatu ingin memberikan kebaikan kepadamu, mereka tak akan sanggup kecuali sebatas apa yang telah ALLAH tetapkan bagimu. Juga, seandainya seluruhnya mereka bersatu ingin mendatangkan keburukan kepadamu, mereka tak akan sanggup kecuali sebatas apa yang telah ALLAH tetapkan atasmu. Kalam telah diangkat dan lembaran-lembaran catatan taqdir telah terlanjur kering.” (H.R. Tirmidzi dan ia berkata: Hadits hasan shohih.) Dan di dalam riwayat selain Tirmdzi: “Jagalah ALLAH niscaya engkau akan mendapatinya berada didepan mu. Ingatlah ALLAH ketika engkau dalam kelapangan, maka Ia akan mengingatmu ketika engkau dalam kesempitan. Dan ketahuilah, bahwa apa yang tak pantas bagi mu maka tak akam ALLAH timpakan kepadamu. Dan apa yang ALLAH timpakan kepadamu itu memang layak bagimu.Dan ketahuilah, bahwa pertolongan ALLAH bersama kesabaran, perjuangan itu bersama pengobanan, dan bersama kesulitan ada kemudahan.”

Rabu, Mei 18, 2011

RENUNGAN KEMATIAN

Adakah orang yang mendebat kematian dan sakaratul maut? Adakah orang yang mendebat kubur dan azabnya? Adakah orang yang mampu menunda kematiannya dari waktu yang telah ditentukan? Mengapa manusia takabur padahal kelak akan dimakan ulat? Mengapa manusia melampaui batas padahal di dalam tanah kelak akan terbujur? Mengapa berandai- andai, padahal kita mengetahui kematian akan datang secara tiba-tiba? “Sesungguhnya kematian adalah haq, pasti terjadi, tidak dapat disangkal lagi. Allah Subhanahu wata’ ala berfirman, artinya, “Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari dari padanya.” (QS: Qaaf: 19) Adalah salah bila seseorang yang
mengira bahwa kematian itu
hanya ke-fana-an semata dan
ketidak-adaan secara total yang
tidak ada kehidupan,
perhitungan, hari dikumpulkan, kebangkitan, surga atau neraka
padanya!! Sebab andaikata
demikian, tentulah tidak ada
hikmah dari penciptaan dan
wujud kita. Tentulah manusia
semua sama saja setelah kematian dan dapat beristirahat
lega; mukmin dan kafir sama,
pembunuh dan terbunuh sama, si
penzhalim dan yang terzhalimi
sama, pelaku keta’ atan dan maksiat sama, penzina dan si
rajin shalat sama, pelaku
perbuatan keji dan ahli takwa
sama. Pandangan tersebut hanyalah
bersumber dari pemahaman
kaum atheis yang mereka itu
lebih buruk dari binatang sekali
pun. Yang mengatakan seperti ini
hanyalah orang yang telah tidak punya rasa malu dan menggelari
dirinya sebagai orang yang
bodoh dan ‘ gila.’ (Baca: QS: At- Taghabun:7, QS: Yaasiin: 78-79) Kematian adalah terputusnya
hubungan ruh dengan badan,
kemudian ruh berpindah dari
satu tempat ke tempat yang
lain, dan seluruh lembaran amal
ditutup, pintu taubat dan pemberian tempo pun terputus. Nabi shallallahu ‘ alaihi wasallam bersabda, yang artinya:
“Sesungguhnya Alloh menerima taubat seorang hamba selama
belum sekarat.” (HR: At-Turmu- dzi dan Ibn Majah, dishahihkan Al-
Hakim dan Ibn Hibban) Kematian Merupakan
Musibah Paling Besar!! Kematian merupakan musibah
paling besar, karena itu Alloh
Subhanahu Wa Ta’ ala menamakannya dengan ‘ musibah maut’ (QS: Al-Maidah:106). Bila seorang hamba ahli keta’ atan didatangi maut, ia menyesal
mengapa tidak menambah amalan
shalihnya, sedangkan bila
seorang hamba ahli maksiat
didatangi maut, ia menyesali atas
perbuatan melampaui batas yang dilakukannya dan berkeinginan
dapat dikembalikan ke dunia lagi,
sehingga dapat bertaubat
kepada Alloh Subhanahu Wa
Ta’ ala dan memulai amal shalih. Namun! Itu semua adalah mustahil
dan tidak akan terjadi!! (Baca: QS:
Fushshilat: 24, QS: Al-Mu’ minun: 99-100) Ingatlah Penghancur Segala
Kenikmatan!! Nabi shallallahu ‘ alaihi wasallam menganjurkan agar banyak
mengingat kematian. Beliau
bersabda, yang artinya:
“Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan (maut)
” (HR: At-Tirmidzi, hasan menurutnya). Imam Al-Qurthubi
rahimahulloh berkata, “Para ulama kita mengatakan, ucapan
beliau, “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan”, merupakan ucapan ringkas tapi
padat, menghimpun makna
peringatan dan amat mendalam
penyampaian wejangannya.
Sebab, orang yang benar-benar
mengingat kematian, pasti akan mengurangi kenikmatan yang
dirasakannya saat itu,
mencegahnya untuk bercita-cita
mendapatkannya di masa yang
akan datang serta membuatnya
menghindar dari mengangankannya, sekalipun hal
itu masih memungkinkannya. Namun jiwa yang beku dan hati
yang lalai selalu memerlukan
wejangan yang lebih lama dari
para penyuluh dan untaian kata-
kata yang meluluhkan sebab bila
tidak, sebenarnya ucapan beliau tersebut dan firman Alloh
Subhanahu Wa Ta’ ala dalam surat Ali ‘ Imran ayat 185, (artinya, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”) sudah cukup bagi pendengar dan
pemerhati-nya.!!” Siapa Orang Yang Paling
Cerdik? Ibnu Umar radhiyallahu ‘ anhuma pernah berkata, “Aku pernah menghadap Rasululloh shallallahu
‘ alaihi wasallam sebagai orang ke sepuluh yang datang, lalu
salah seorang dari kaum Anshor
berdiri seraya berkata, “Wahai Nabi Alloh, siapakah manusia yang
paling cerdik dan paling tegas?” Beliau menjawab, “(adalah) Mereka yang paling banyak
mengingat kematian dan paling
siap menghadapinya. Mereka
itulah manusia-manusia cerdas;
mereka pergi (mati) dengan
harga diri dunia dan kemuliaan akhirat.” (HR: Ath-Thabrani, dishahihkan al-Mundziri) Faedah Mengingat Kematian Di antara faedah mengingat
kematian adalah: Mendorong diri untuk bersiap-siap menghadapi kematian sebelum datangnya. Memperpendek angan-angan untuk berlama-lama tinggal di dunia yang fana ini, karena panjang angan-angan merupakan sebab paling besar lahirnya kelalaian. Menjauhkan diri dari cinta dunia dan rela dengan yang sedikit. Menyugesti keinginan pada akhirat dan mengajak untuk berbuat ta’ at. Meringankan seorang hamba dalam menghadapi cobaan dunia. Mencegah kerakusan dan ketamak-an terhadap kenikmatan duniawi. Mendorong untuk bertaubat dan mengevaluasi kesalahan masa lalu. Melunakkan hati, membuat mata menangis, memotivasi keinginan mempelajari agama dan mengusir keinginan hawa nafsu. Mengajak bersikap rendah hati (tawadhu’) , tidak sombong, dan berlaku zhalim. Mendorong sikap toleransi, me-ma’ afkan teman dan menerima alasan orang lain.